Bambu ater (Gigantochloa atter (Hassk.) Kurz ex Munro)
Bambu adalah tumbuhan yang batangnya berbentuk buluh, beruas, berongga,
mempunyai cabang, berimpang dan mempunyai daun buluh yang menonjol. Berbeda
dengan rotan, buluh bambu sulit dibengkokkan (Heyne, 1987). Bambu pada umumnya
hidup mengelompok membentuk suatu rumpun yang rapat, batang terdiri atas
ruas-ruas berongga yang menyerupai tabung dengan diameter 2-30 cm dan
panjangnya mencapai 3-15 m. Batang ini umumnya berongga dan terbagi atas internode yang dibatasi oleh buku (node)
dan rongga antar buku yang dipisahkan oleh diafragma. Panjang, garis tengah dan
ketebalan dinding dari bambu tergantung pada umur bambu (Sastrapradja dkk,
1980).
Bambu ini juga mempunyai beberapa nama daerah antara lain dikenal
dengan nama awi temen, pring jawa, pring legi dan pereng keles. Batang bambu
ater berwarna hijau hingga hijau gelap dengan garis tengah 5-10 cm dan tebal
dinding batang 88 mm. Panjang ruasnya antara 40 cm sampai 50 cm dan tinggi
tanaman mencapai 22 m. Pelepah batangnya mudah gugur. Ruas-ruas bambu ini
tampak rata dengan garis putih melingkar pada bekas pelekatan pelepah (PT.
Bambu Nusantara, 2003)
Menurut Wikipedia.org (2010) bambu
adalah tanaman
jenis rumput-rumputan yang mempunyai batang berongga dan beruas-ruas, banyak
sekali jenisnya dan banyak juga memberikan manfaat pada manusia. Nama lain dari
bambu adalah buluh, aur, dan eru. Seperti halnya tebu, bambu mempunyai ruas dan buku. Pada setiap ruas tumbuh
cabang-cabang yang berukuran jauh lebih kecil dibandingkan dengan buluhnya
sendiri. Pada ruas-ruas ini pula tumbuh akar-akar sehingga pada bambu dimungkinkan untuk memperbanyak
tanaman dari potongan-potongan setiap ruasnya, disamping tunas-tunas rimpang.
Menurut Morisco (2005), perkembangan jumlah penduduk mengakibatkan
naiknya kebutuhan perumahan, yang juga berarti meningkatnya kebutuhan kayu. Kebutuhan kayu yang
berlebihan akan dapat mengakibatkan penebangan kayu hutan dalam jumlah banyak
dan membahayakan kelestarian hutan. Dengan memperhatikan kekuatan bambu yang
tinggi dan bambu dengan kualitas yang
baik dapat diperoleh pada umur 3-5 tahun, suatu kurun waktu yang nilainya
sangat singkat, serta mengingat bahwa bambu mudah ditanam dan tidak memerlukan
perawatan yang khusus, bahkan sering dijumpai rumpun bambu yang sudah
dibakarpun masih dapat tumbuh lagi, sehingga bambu mempunyai peluang yang besar
untuk menggantikan kayu yang baru siap tebang setelah berumur 50 tahun.
Menurut
Janssen (1980), bambu memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan jika digunakan
sebagai bahan bangunan. Kelebihan bambu antara lain :
a.
Pertumbuhannya sangat cepat, dapat
diolah dan ditanam dengan cepat sehingga dapat memberikan keuntungan secara berkelanjutan
b.
Memiliki sifat mekanis yang baik
c.
Hanya memerlukan alat yang
sederhana
d.
Kulit luar yang mengandung silika
yang dapat melindungi bambu
Adapun
beberapa kelemahan dari bambu antara
lain :
a.
Keawetan bambu relatif rendah
sehingga memerlukan upaya pengawetan
b.
Bentuk bambu yang tidak benar-benar silinder akan
tetapi taper
c.
Sangat rentan terhadap resiko api
d.
Bentuknya silinder sehingga
menyulitkan dalam penyambungan.
Dalam
penggunaannya di masyarakat, bambu kadang-kadang
menemui beberapa keterbatasan. Sebagai bahan bangunan, faktor yang sangat
mempengaruhi bahan bambu adalah
sifat fisik bambu yang
membuatnya sukar dikerjakan secara mekanis, variasi dimensi dan
ketidakseragaman panjang ruasnya serta ketidakawetan bahan bambu tersebut menjadikan bambu tidak dipilih sebagai bahan
komponen rumah. Sering ditemui barang-barang yang berasal dari bambu yang dikuliti khususnya dalam
keadaan basah mudah diserang oleh jamur biru dan bulukan sedangkan bambu bulat utuh dalam keadaan kering
dapat diserang oleh serangga bubuk kering dan rayap kayu kering (Krisdanto dkk,
2005).
Menurut hasil penelitian sifat kimia terhadap 10 jenis bambu yang
dilakukan oleh Gusmailina dan Sumadiwangsa (1988) dalam Krisdanto dkk (2005) menunjukkan bahwa kadar
selulosa berkisar antara 42,4% - 53,6%, kadar lignin bambu berkisar antara 19,8% - 26,6%, sedangkan kadar pentosan
1,24% - 3,77%, kadar abu 1,24% - 3,77%, kadar silika 0,10% - 1,78%, kadar ekstraktif
(kelarutan dalam air dingin) 4,5% - 9,9%, kadar ekstraktif (kelarutan dalam air
panas) 5,3% - 11,8%, kadar ekstraktif (kelarutan dalam alkohol benzene) 0,9% -
6,9%.
Bambu sebagai bahan baku dapat berbentuk buluh utuh, buluh belahan,
bilah dan partikel. Bahan ini digunakan untuk komponen kolom, kuda-kuda, kaso,
reng, rangka, jendela/pintu dan balok lamina. Semua komponen bangunan yang
biasanya dari kayu dapat dibuat dai bambu. Jenis-jenis bambu yang biasa
digunakan untuk bahan bangunan adalah bambu betung (Dendrocalamus asper), bambu andong/gombong (Gigantochloa pseudoarundunaceae), bambu ater (Gigantochloa atter), bambu hitam (Gigantochloa antrovioleceae) dan bambu ali (Gigantochloa apus) (Surjokusumo, 1997).
Menurut situs www.bahtera.org (2009), bambu
ater biasanya digunakan orang untuk dinding rumah, pagar alat-alat rumah tangga
dan kerajinan tangan pembuat alat musik bambu atau angklung juga sangat
menyukai jenis bambu ini sebagai bahan bakunya. Rebung bambu ater juga terkenal
enak dan biasa dikonsumsi sebagai sayuran.
Kemajuan teknologi saat ini memungkinkan untuk
dapat mengolah bahan bambu menjadi balok mirip kayu dengan kekuatan yang
tinggi. Pengembangan pembuatan balok bambu dilakukan dengan bantuan pelatihan
produksi, sehingga dapat dibuat unit produksi dan dapat dilakukan dengan skala
UKM. Hasil penelitian Balai Bahan Bangunan Puslitbang Permukiman pada tahun
anggaran 2007 menunjukkan bahwa, dengan menggunakan perekat resin (cara press
panas atau dingin) atau semen, dapat dihasilkan suatu suatu bahan bangunan
komposit yang mempunyai kekuatan tinggi sehingga dapat menandingi kekuatan
kayu. Produk dari hasil penelitian ini dapat berupa panel eksterior dan
interior dengan berbagai bentuk untuk konstruksi bangunan seperti, dinding,
langit-langit serta penutup atap, atau yang digunakan sebagai bahan
furniture dengan memenuhi persyaratan yang diperlukan.
Manfaat
1.
Menyediakan bahan bangunan
alternatif dan memberdayakan masyarakat melalui pengembangan UKM
2.
Menciptakan lapangan pekerjaan
baru bagi masyarakat dan mendukung program pembangunan perumahan yang
berkelanjutan di Indonesia
Keunggulan
1.
Dimensi dapat disesuaikan dengan
kebutuhan
2.
Dimungkinkan dibuat tanpa adanya
sambungan
3.
Sifat Mekanika tinggi
4.
Pengerjaan setara dengan bahan
kayu
Subiyanto et al. (1994), menyatakan bahwa papan
bambu lapis semi serat dibuat dengan cara memipihkan bambu dengan mesin pemipih
sampai bentuk bambu berupa semi serat yang panjang. Kemudian arah serat disusun
saling menyilang. Parallam bambu yang dibuat sama dengan papan bambu lapis semi
serat, tapi arah seratnya susunannya sejajar.
Kayu lapis adalah suatu produk yang diperoleh
dengan cara menyusun bersilangan tegak lurus lembaran vinir yang diikat dengan
perekat minimal tiga lapis (SNI, 2000). Pemasangan vinir dengan arah saling
tegak lurus dimaksudkan untuk mendapatkan kekuatan mekanis yang lebih tinggi.
Penyusutan lebih kecil sehingga menjadikan produk tersebut memiliki stabilitas
dimensi yang tinggi (http://puskim.pu.go.id,
2009)
Menurut Saad (2008) kadar air OSB dari bambu betung cenderung meningkat
dengan menurunnya kadar perekat yang digunakan. Hal ini dapat dimengerti karena
sedikitnya jumlah perekat menyebabkan perekat tidak terdistribusi dengan baik
dan partikel tidak tertutupi dengan sempurna sehingga terdapat daerah yang
tidak terjadi kontak antar partikel yang masih dapat menyerap air/uap air di
sekelilingnya. Variasi kadar air OSB yang dihasilkan diduga disebabkan karena
kadar air strand yang digunakan tidak sama mengingat pengeringan strands dalam
jumlah banyak mengakibatkan panas tidak terdistribusi secara merata ke bagian
dalam tumpukan strands.
Kerapatan OSB cenderung meningkat dengan menurunnya kadar perekat yang berarti
bahwa kerapatan semakin tinggi dengan penggunaan perekat yang lebih sedikit.
Kerapatan papan merupakan faktor penting yang sangat mempengaruhi sifat-sifat
papan yang dihasilkan.
Menurut Saad (2008) nilai
pengembangan tebal OSB dari bambu betung setelah perendaman 2 jam berkisar
antara 0,30-3,29% sementara setelah perendaman selama 24 jam, nilai
pengembangan tebal OSB berkisar antara 3,34-10,35 sementara nilai pengembangan
yang dipersyaratkan oleh JIS A 5908-2003 adalah maksimum 25% dengan demikian
OSB yang dihasilkan memenuhi standar. Pengembangan linier OSB bambu betung
terendah dihasilkan papan dengan ratio face-core 60:40 yang kadar perekatnya 5%
setelah perendaman 2 jam sedangkan papan OSB yang sama dengan ratio face-core
70-30 yang kadar perekatnya 5% memiliki nilai tertinggi. Nilai keteguhan
tarik tegak lurus permukaan OSB rata-rata berkisar antara 5,03-15,05 kgf/cm2
sementara dalam JIS A 5908-2003 nilai keteguhan rekat yang dipersyaratkan
minimum 3,10 kgf/cm2 sehingga OSB dari bambu betung tersebut
memenuhi standar.
tanaman yang dicangkok |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar