H.O.R.A.S

Selamat Datang buat anda yang mengunjungi blog ini, Segala informasi dalam blog ini merupakan bantuan dari buku-buku, majalah, dan lain-lain
Semoga blog ini bermanfaat bagi anda ^^.


Kamis, 06 September 2012

Peranan Bambu Ater


Bambu ater (Gigantochloa atter (Hassk.) Kurz ex Munro)
Bambu adalah tumbuhan yang batangnya berbentuk buluh, beruas, berongga, mempunyai cabang, berimpang dan mempunyai daun buluh yang menonjol. Berbeda dengan rotan, buluh bambu sulit dibengkokkan (Heyne, 1987). Bambu pada umumnya hidup mengelompok membentuk suatu rumpun yang rapat, batang terdiri atas ruas-ruas berongga yang menyerupai tabung dengan diameter 2-30 cm dan panjangnya mencapai 3-15 m. Batang ini umumnya berongga dan terbagi atas internode yang dibatasi oleh buku (node) dan rongga antar buku yang dipisahkan oleh diafragma. Panjang, garis tengah dan ketebalan dinding dari bambu tergantung pada umur bambu (Sastrapradja dkk, 1980).
Bambu ini juga mempunyai beberapa nama daerah antara lain dikenal dengan nama awi temen, pring jawa, pring legi dan pereng keles. Batang bambu ater berwarna hijau hingga hijau gelap dengan garis tengah 5-10 cm dan tebal dinding batang 88 mm. Panjang ruasnya antara 40 cm sampai 50 cm dan tinggi tanaman mencapai 22 m. Pelepah batangnya mudah gugur. Ruas-ruas bambu ini tampak rata dengan garis putih melingkar pada bekas pelekatan pelepah (PT. Bambu Nusantara, 2003)
Menurut Wikipedia.org (2010) bambu adalah tanaman jenis rumput-rumputan yang mempunyai batang berongga dan beruas-ruas, banyak sekali jenisnya dan banyak juga memberikan manfaat pada manusia. Nama lain dari bambu adalah buluh, aur, dan eru. Seperti halnya tebu, bambu mempunyai ruas dan buku. Pada setiap ruas tumbuh cabang-cabang yang berukuran jauh lebih kecil dibandingkan dengan buluhnya sendiri. Pada ruas-ruas ini pula tumbuh akar-akar sehingga pada bambu dimungkinkan untuk memperbanyak tanaman dari potongan-potongan setiap ruasnya, disamping tunas-tunas rimpang.

Menurut Morisco (2005), perkembangan jumlah penduduk mengakibatkan naiknya kebutuhan perumahan, yang juga berarti meningkatnya kebutuhan kayu. Kebutuhan kayu yang berlebihan akan dapat mengakibatkan penebangan kayu hutan dalam jumlah banyak dan membahayakan kelestarian hutan. Dengan memperhatikan kekuatan bambu yang tinggi dan bambu dengan kualitas  yang baik dapat diperoleh pada umur 3-5 tahun, suatu kurun waktu yang nilainya sangat singkat, serta mengingat bahwa bambu mudah ditanam dan tidak memerlukan perawatan yang khusus, bahkan sering dijumpai rumpun bambu yang sudah dibakarpun masih dapat tumbuh lagi, sehingga bambu mempunyai peluang yang besar untuk menggantikan kayu yang baru siap tebang setelah berumur 50 tahun.
Menurut Janssen (1980), bambu memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan jika digunakan sebagai bahan bangunan. Kelebihan bambu antara lain :
a.       Pertumbuhannya sangat cepat, dapat diolah dan ditanam dengan cepat sehingga dapat memberikan keuntungan secara berkelanjutan
b.      Memiliki sifat mekanis yang baik
c.       Hanya memerlukan alat yang sederhana
d.      Kulit luar yang mengandung silika yang dapat melindungi bambu
Adapun beberapa kelemahan dari  bambu antara lain :
a.       Keawetan bambu relatif rendah sehingga memerlukan upaya pengawetan
b.      Bentuk bambu yang tidak benar-benar silinder akan tetapi taper
c.       Sangat rentan terhadap resiko api
d.      Bentuknya silinder sehingga menyulitkan dalam penyambungan.
Dalam penggunaannya di masyarakat, bambu kadang-kadang menemui beberapa keterbatasan. Sebagai bahan bangunan, faktor yang sangat mempengaruhi bahan bambu adalah sifat fisik bambu yang membuatnya sukar dikerjakan secara mekanis, variasi dimensi dan ketidakseragaman panjang ruasnya serta ketidakawetan bahan bambu tersebut menjadikan bambu tidak dipilih sebagai bahan komponen rumah. Sering ditemui barang-barang yang berasal dari bambu yang dikuliti khususnya dalam keadaan basah mudah diserang oleh jamur biru dan bulukan sedangkan bambu bulat utuh dalam keadaan kering dapat diserang oleh serangga bubuk kering dan rayap kayu kering (Krisdanto dkk, 2005).
Menurut hasil penelitian sifat kimia terhadap 10 jenis bambu yang dilakukan oleh Gusmailina dan Sumadiwangsa (1988) dalam Krisdanto dkk (2005) menunjukkan bahwa kadar selulosa berkisar antara 42,4% - 53,6%, kadar lignin bambu berkisar antara 19,8% - 26,6%, sedangkan kadar pentosan 1,24% - 3,77%, kadar abu 1,24% - 3,77%, kadar silika 0,10% - 1,78%, kadar ekstraktif (kelarutan dalam air dingin) 4,5% - 9,9%, kadar ekstraktif (kelarutan dalam air panas) 5,3% - 11,8%, kadar ekstraktif (kelarutan dalam alkohol benzene) 0,9% - 6,9%.
Bambu sebagai bahan baku dapat berbentuk buluh utuh, buluh belahan, bilah dan partikel. Bahan ini digunakan untuk komponen kolom, kuda-kuda, kaso, reng, rangka, jendela/pintu dan balok lamina. Semua komponen bangunan yang biasanya dari kayu dapat dibuat dai bambu. Jenis-jenis bambu yang biasa digunakan untuk bahan bangunan adalah bambu betung (Dendrocalamus asper), bambu andong/gombong (Gigantochloa pseudoarundunaceae), bambu ater (Gigantochloa atter), bambu hitam (Gigantochloa antrovioleceae) dan bambu ali (Gigantochloa apus) (Surjokusumo, 1997).
Menurut situs www.bahtera.org (2009), bambu ater biasanya digunakan orang untuk dinding rumah, pagar alat-alat rumah tangga dan kerajinan tangan pembuat alat musik bambu atau angklung juga sangat menyukai jenis bambu ini sebagai bahan bakunya. Rebung bambu ater juga terkenal enak dan biasa dikonsumsi sebagai sayuran.
Kemajuan teknologi saat ini memungkinkan untuk dapat mengolah bahan bambu menjadi balok mirip kayu dengan kekuatan yang tinggi. Pengembangan pembuatan balok bambu dilakukan dengan bantuan pelatihan produksi, sehingga dapat dibuat unit produksi dan dapat dilakukan dengan skala UKM. Hasil penelitian Balai Bahan Bangunan Puslitbang Permukiman pada tahun anggaran 2007 menunjukkan bahwa, dengan menggunakan perekat resin (cara press panas atau dingin) atau semen, dapat dihasilkan suatu suatu bahan bangunan komposit yang mempunyai kekuatan tinggi sehingga dapat menandingi kekuatan kayu. Produk dari hasil penelitian ini dapat berupa panel eksterior dan interior dengan berbagai bentuk untuk konstruksi bangunan seperti, dinding, langit-langit serta penutup atap, atau yang digunakan sebagai  bahan furniture dengan memenuhi persyaratan yang diperlukan.
Manfaat
1.             Menyediakan bahan bangunan alternatif dan memberdayakan masyarakat melalui pengembangan UKM
2.             Menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat dan mendukung program pembangunan perumahan yang berkelanjutan di Indonesia
Keunggulan
1.                  Dimensi dapat disesuaikan dengan kebutuhan
2.                  Dimungkinkan dibuat tanpa adanya sambungan
3.                  Sifat Mekanika tinggi
4.                  Pengerjaan setara dengan bahan kayu
Subiyanto et al. (1994), menyatakan bahwa papan bambu lapis semi serat dibuat dengan cara memipihkan bambu dengan mesin pemipih sampai bentuk bambu berupa semi serat yang panjang. Kemudian arah serat disusun saling menyilang. Parallam bambu yang dibuat sama dengan papan bambu lapis semi serat, tapi arah seratnya susunannya sejajar.
Kayu lapis adalah suatu produk yang diperoleh dengan cara menyusun bersilangan tegak lurus lembaran vinir yang diikat dengan perekat minimal tiga lapis (SNI, 2000). Pemasangan vinir dengan arah saling tegak lurus dimaksudkan untuk mendapatkan kekuatan mekanis yang lebih tinggi. Penyusutan lebih kecil sehingga menjadikan produk tersebut memiliki stabilitas dimensi yang tinggi (http://puskim.pu.go.id, 2009)
Menurut Saad (2008) kadar air OSB dari bambu betung cenderung meningkat dengan menurunnya kadar perekat yang digunakan. Hal ini dapat dimengerti karena sedikitnya jumlah perekat menyebabkan perekat tidak terdistribusi dengan baik dan partikel tidak tertutupi dengan sempurna sehingga terdapat daerah yang tidak terjadi kontak antar partikel yang masih dapat menyerap air/uap air di sekelilingnya. Variasi kadar air OSB yang dihasilkan diduga disebabkan karena kadar air strand yang digunakan tidak sama mengingat pengeringan strands dalam jumlah banyak mengakibatkan panas tidak terdistribusi secara merata ke bagian dalam tumpukan strands. Kerapatan OSB cenderung meningkat dengan menurunnya kadar perekat yang berarti bahwa kerapatan semakin tinggi dengan penggunaan perekat yang lebih sedikit. Kerapatan papan merupakan faktor penting yang sangat mempengaruhi sifat-sifat papan yang dihasilkan.
Menurut Saad (2008) nilai pengembangan tebal OSB dari bambu betung setelah perendaman 2 jam berkisar antara 0,30-3,29% sementara setelah perendaman selama 24 jam, nilai pengembangan tebal OSB berkisar antara 3,34-10,35 sementara nilai pengembangan yang dipersyaratkan oleh JIS A 5908-2003 adalah maksimum 25% dengan demikian OSB yang dihasilkan memenuhi standar. Pengembangan linier OSB bambu betung terendah dihasilkan papan dengan ratio face-core 60:40 yang kadar perekatnya 5% setelah perendaman 2 jam sedangkan papan OSB yang sama dengan ratio face-core 70-30 yang kadar perekatnya 5% memiliki nilai tertinggi. Nilai keteguhan tarik tegak lurus permukaan OSB rata-rata berkisar antara 5,03-15,05 kgf/cm2 sementara dalam JIS A 5908-2003 nilai keteguhan rekat yang dipersyaratkan minimum 3,10 kgf/cm2 sehingga OSB dari bambu betung tersebut memenuhi standar.  
tanaman yang dicangkok

Tidak ada komentar:

Posting Komentar