SOSIAL PENYULUHAN MASYARAKAT
Hutan sangat besar pengaruhnya bagi kelangsungan hidup manusia. Salah
satunya adalah menyediakan kebutuhan hidup sehari-hari manusia, terutama
manusia yang ada di sekitar hutan. Tetapi saat ini banyak pihak-pihak tertentu
yang tidak bertanggung jawab merusak keberadaan hutan yang tersebut. Untuk
menghindari kerusakan hutan, maka masyarakat adat perlu membentuk suatu
organisasi yang disebut dengan Lembaga Adat. Keberadaan lembaga adat dalam
komunitas harus diakui dan diterima oleh seluruh anggota komunitas yang
memungkinkan adat istiadat serta tradisi semakin mapan serta tumbuh berkembang
secara dinamis dalam menghadapi perubahan dari waktu ke waktu. Proses
perkembangan serta pola interaksi sosial baik antara anggota komunitas maupun
antar komunitas dalam mengancam kemandirian atau eksistensi kedaulatan
komunitas itu sendiri. Reaktualita dalam menghadapi situasi perubahan
dibutuhkan suatu pengorganisasian agar fungsi-fungsi politik, ekonomi dan hukum
dapat berjalan sebagai pilar kemandirian atau kedaulatan. Fungsi-fungsi
tersebut perlu diemban dan dikawal oleh suatu organisasi yang dibangun dan
disepakati oleh masyarakat melalui kontak sosial atau kesepakatan melalui
musyawarah yang awalnya merupakan embrio dari kelembagaan adat dalam komunitas atau
yang lazim disebut Masyarakat Adat.
Dalam hal ini masyarakat adat yang akan dibahas adalah masyarakat yang
sangat erat kaitannya dengan hutan. Hutan mempunyai peranan ekonomi sangat
penting, baik secara makro sebagai sumber devisa negara maupun secara
mikro sebagai sumber pendapatan masyarakat di sekitar hutan tersebut. Kedua
peranan tersebut harus berjalan secara bersamaan. Untuk dapat memenuhi peranan
tersebut maka produktivitas hutan harus semakin ditingkatkan. Hal ini juga
harus didukung oleh sumberdaya manusia yang bijaksana dalam mengelola
sumberdaya tersebut. Di sisi lain, sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk
dan tingkat pendapatan maka kebutuhan hidup manusia juga mengalami peningkatan,
baik secara kualitas dan kuantitas. Oleh karena itu, terjadi tekanan terhadap
sumberdaya alam, khususnya hutan, sehingga tidak mampu memberikan manfaat yang optimal, bahkan terjadi kerusakan pada
sumberdaya alam tersebut. Salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan
ini adalah dengan pembangunan hutan tanaman di dalam kawasan hutan tidak
produktif, maupun pembangunan hutan rakyat di luar kawasan hutan.
Kedaulatan komunitas
masyarakat asli yang tersebar di seluruh Nusantara sudah ada sejak ribuan tahun
bahkan kalau boleh dikatakan sejak manusia mendiami bumi ini. Kehadiran manusia
dalam bentuk komunitas sudah ada serta melangsungkan aktivitas sosial
kemasyarakatan di seluruh Nusantara dari waktu ke waktu atau dari generasi ke
generasi. Melalui proses jangka waktu yang sangat panjang terjadi interaksi
sosial antar komunitas serta interaksi antar lingkungan fisiknya secara runtut
dan melembaga sedemikian rupa, sehingga terbangun suatu satuan kemasyarakatan
yang mandiri yang mempunyai sistem nilai tersendiri dengan perangkat hukumnya yang dibangun oleh komunitas
itu sendiri. Komunitas tersebut mandiri dan berdaulat dalam arti kemampuan
keberadaan komunitas melalui proses sosialisasi nilai dan tradisi yang
dilakukan dari generasi ke generasi.
Tujuan
Adapun tujuan dari pengamatan dan wawancara yang dilakukan di Dusun suatu
daerah adalah untuk mengetahui kontribusi hutan adat terhadap kehidupan
masyarakat yang hidup di sekitar hutan (masyarakat adat) dan untuk mengetahui
stuktur kelembagaan yang di desa tersebut.
METODE PENGAMATAN
Alat yang digunakan
Adapun alat yang digunakan digunakan dalam pengamatan ini adalah sejumlah
daftar pertanyaan (kuisioner) tentang kelembagaan adat dan hubungannya dengan
keberadaan hutan rakyat, Kamera Digital, Handy Cam dan alat tulis untuk
menuliskan hasil pengamatan dan wawancara dengan masyarakat.
Metode
Adapun metode yang digunakan dalam pengamatan ini adalah dengan metode
wawancara (interview) langsung terhadap berbagai pihak yang terkait untuk
melengkapi data dan informasi serta untuk memperoleh gambaran umum tentang keadaan
pengusahaan hutan dan hubungannya dengan keadaan rakyat di sekitarnya.
1. Keadaan
umum Lokasi Kajian:
§
Sejarah
Lokasi Kajian
Dusun tersebut awalnya berdiri dari tahun 1945. Pertama sekali yang
memasuki kawasan hutan tersebut adalah pengungsi dari Desa Keling yang saat itu
negara Indonesia
baru merdeka. Saat itu mereka membuka lahan hutan diarah kaki gunung Sibayak
dan disusul oleh orang Peceren pada tahun 1970. Karena ada rasa senasib dan
sepenanggungan maka para pengungsi dari Desa Keling tersebut mendirikan sebuah
dusun yang disebut Sungai Panjang. Disebut Sungai Panjang karena di dusun
tersebut terdapat sungai yang panjang dan sumber mata airnya tidak pernah
kering. Pada dusun ini lahan hutan yang dipakai untuk kehidupan masyarakat
yaitu seluas 86 Ha saja selebihnya tidak boleh dirambah.
§
Keadaan
flora dan fauna
Flora dan fauna di daerah Dusun ini cukup beraneka ragam yakni jenis
flora (tumbuhannya) yang dominan adalah bambu, nangka (Arthocarpus integra), mahoni (Swietenia
mahagoni), alpukat (Persea americana),
kopi dan berbagai jenis tumbuhan pakupakuan. Sedangkan beberapa jenis fauna
(hewan) antaranya trenggiling, landak, monyet, ular, dan babi hutan.
§
Batas-batas
wilayah kawasan adat
Suatu wilayah tertentu, pasti harus memiliki batasan batasan tertentu hal
ini tentu demi kenyamanan dan ketenteraman bersama bagi semua pihak. Adapun
batasan wilayah dari Dusun ini sesuai dengan batasan hutan dan peta yang
diamati adalah:
Sebelah Timur berbatasan
dengan Kabupaten Langkat
Sebelah Selatan berbatasan
dengan Kabupaten Deli Serdang
Sebelah Barat berbatasan dengan
Tanah Karo
Dengan dibuatnya
batasan antar wilayah tersebut akan membantu dan lebih mempermudah dalam
pengelolaan hutan.
§
Keadaan
sosial ekonomi masyarakat
Kehidupan masyarakat adat di Dusun ini, Desa Suka Makmur, Kecamatan
Kutalin Baru, Deli Serdang ini sangat erat kaitannya dengan keadaan hutan
rakyat yang berada di sekitar wilayah tersebut. Kehidupan ekonomi adalah salah
satu contoh yang sangat konkrit. Dengan semakin berkembangnya hutan tersebut, maka
kehidupan masyarakat Dusun Sumbeikan tersebut akan makmur dan sejahtera. Selain
mengambil sedikit hasil dari hutan, masyarat dusun tersebut juga mengambil
hasil pertanian dan perkebunan mereka. Dari hasil yang mereka peroleh dapat
dikatakan bahwa ekonomi mereka menengah ke bawah. Untuk saat ini keadaan
ekonomi mereka untuk kebutuhan sehari-hari telah tercukupi.
§
Sarana
dan prasarana
Kita telah tahu bahwa mayoritas sarana dan prasarana yang terdapat di
daerah dusun/desa kecil pastilah belum lengkap atau sangat minim sekali. Bebicara
tentang sarana dan prasarana, maka akan terpikir contohnya adalah kendaraan. Dari
lokasi daerah ini yang cukup jauh dari wilayah perkotaan maka hanya dapat
dijangkau pada waktu tertentu. Misalnya, pada waktu hari onan (pajak) yang hanya sekali dalam seminggu yakni hari rabu saja.
Pada hari inilah alat transportasi seperti angkutan umum ada dan
hanya dua kendaraan. Namun selain alat transportasi tersebut, masih dapat
dijangkau oleh jaringan listrik yang sudah menyebar di seluruh rumah-rumah
masyarakat adat tersebut secara merata tetapi listrik tersebut hanya hidup
malam hari saja yaitu kira-kira pukul 18.00 WIB.
2.
Kelembagaan, tugas, dan wewenang:
§
Nama
kelembagaan pengelola Hutan Adat
Di daerah Dusun Sibatubatu ini sebenarnya hanya membentuk organisasi
sederhana. Yakni akan mengadakan musyawarah pada waktu tertentu yang diinginkan
oleh ketua adat di daerah tersebut. Adapun nama dari Kelembagaan pengelola
Hutan Adat di daerah ini adalah “Hukum Adat
Dusun Sumbeikan ”. Hukum dan
peraturan yang digunakan dikenal dengan istilah Peradatan Dusun, yang artinya
adalah aturan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota lembaga adat pada daerah Dusun
Sumbeikan dan jika ada anggota adat yang melanggar sengaja atau tidak sengaja
peraturan tersebut maka akan mendapatkan sanksi yang sesuai dengan
kesalahannya.
§
Unsur/susunan/lembaga
adat
Susunan kelembagaan adat di daerah Dusun Sumbeikan terdiri dari beberapa
unsur yang tergolong sederhana yakni, ketua (kepala adat), wakil ketua,
sekretaris, dan anggota lembaga adat pada daerah tersebut.
§
Tugas
unsur/susunan/lembaga adat
Dalam setiap organisasi, tentunya jabatan masing masing memiliki tugas
dan fungsi tertentu. Demikian halnya pada Lembaga Adat ini juga memiliki tugas
dan fungsi tertentu yaitu sebagai berikut:
Ketua (Kepala Adat) :
memiliki tugas untuk memimpin jalannya organisasi, dan memimpin seluruh anggota lembaga adat
tersebut.
Wakil Ketua Adat :
bertugas untuk membantu atau mendampingi
kepala adat dalam meyelesaikan tugas organisasinya. Dapat menggantikan ketua
jika suatu waktu ketua tidak dapat menjalankan tugasnya.
Sekretaris
: bertugas untuk
melapor kepada ketua dan wakilnya tentang apa yang telah terjadi tergantung
terhadap laporan dari masyarakat.
Anggota Lembaga Adat: bertugas untuk melapor dan menjaga
ketenteraman lingkungan masyarakat terutama lingkungan hutan.
3. Kegiatan pengelolaan hutan adat :
§
Pengetahuan lokal pengelolaan hutan adat,
peralatan, teknik, paktek, dan aturan yang terkait dengan pengelolaan hutan adat.
Dalam pengelolaan hutan adat
ini, membutuhkan pengetahuan atau pengalaman dalam praktiknya. Dalam
pengetahuan lokal ini, sangat erat kaitannya dengan pendidikan ataupun
pengalaman yang diperoleh oleh sipengelola Hutan Adat. Pengetahuan lokal adalah pengetahuan tradisional yaitu
pengetahuan kebudayaan yang yang dimiliki oleh suatau masyarakat (hukum adat)
tertentu yang mencakup sejumlah pengetahuan kebudayaan yang berkenaan dengan
sistem kehidupan dan aturan-aturannya dikenal dengan istilah Pengetahuan Asli. Contoh sederhananya,
cara pemupukan atau pengurusan lahan secara lokal (tradisional). Dalam
pemupukan hutan ini tidak membutuhkan pemupukan yang modern hanya dibersihkan
sedemikian rupa pada pohon tersebut.
Sedangkan teknik yang digunakan dalam pengelolaan hutan adat ini adalah
pada umumnya menggunakan teknik pertanian yang sudah turun temurun
dilaksanakan. Misalnya, cara pemupukan yang hanya menggunakan pupuk alami, cara
pembersihan pohon hutan menggunakan cangkul atau parang dan ditanam di tempat
terlindung berdampingan dengan pohon pohon yang besar (pohon dominan).
Aturan dalam pengelolaan hutan adat ini adalah : hasil panen yang
diperoleh sebaiknya dilapor terlebih dahulu kepada sekretaris yang selanjutnya
kepada Ketua Adat sebelum melakukan penjualan (dibawah pengawasan Hukum Adat).
Hal ini dilaksanakan demi kenyamanan bersama semua pihak.
§
Kewajiban
dan hak masyarakat adat
Setiap masyarakat adat pada daerah ini memiliki kewajiban dan hak masing
masing tidak ada bedanya dengan tugas dan wewenang mereka tersebut yakni :
Setiap anggota lembaga adat wajib memelihara dan melestarikan hutan disekitar
mereka dan tidak boleh menambah lahan sedikitpun dengan cara merambah.
4.
Status penguasaan dan kepemilikan lahan:
Pada dasarnya, kepemilikan lahan pada daerah ini adalah perorangan.
Namun, Lembaga Adat memiliki prinsip yang sudah disetujui oleh semua pihak yang
terkait dalam Lembaga Adat tersebut yakni :
- Kepemilikan secara turun temurun, jika sipemilik ingin menjual lahannya maka terlebih dahulu dijual kepada sesama anggota adat. Jika memang tidak laku terjual, maka dijual kepada orang lain di luar adat.
- Penjualan harus secara penuh (jual secara kontan).
- Penjualan lahan disebut pindah tangan
5. Insentif dan sanksi-sanksi:
- Insentif bagi masyarakat dalam pengembangan hutan adat
Berbicara tentang insentif, tentu sangat erat kaitannya dengan masukan
yakni berupa dana. Dalam Lembaga Adat ini insentif tersebut dapat saja
bersumber dari organisasi terkait atau dari Pemerintah setempat, meskipun
sebenarnya hutan tersebut milik perorangan. Namun hal inilah yang menjadi salah
satu kelebihan organisasi tersebut.
- Jenis dan model sanksi bagi masyarakat dalam adat jika melanggar hukum/ peraturan adat.
Dalam hal ini yang dimaksud dengan pelanggaran hukum misalnya adalah
pencurian. Masyarakat adat yang melanggar hukum atau peraturan adat akan
mendapatkan sanksi sesuai dengan Musyawarah masyarakat adat atau desa untuk
mengantisipasi pencurian yang terjadi pada daerah tersebut. Jadi, sanksi
terhadap masyarakat dalam adat jika melanggar hukum/ peraturan adat
adalah :
o
Jika masyarakat dari dalam adat terbukti
melakukan pelanggaran berupa perambahan hutan sebagai lahan dan menjualhasil
hutan untuk kepentinbgan sendiri maka akan diberi sanksi yang tegas dari
masyarakat dan pemerintah setempat.
§ Jenis dan model sanksi bagi masyarakat luar
adat jika melanggar hukum/ peraturan adat.
Sementara itu jika pelaku
pencurian tersebut berasal dari
masyarakat luar adat maka akan mendapatkan hukuman juga yaitu :
o
Jika masyarakat dari luar adat terbukti
melakukan pelanggaran yakni perambahan hutan, maka akan di hikum sesuaidengan
keputusan pemerintah.
o
Jika terulang kedua kalinya, maka akan diproses
secara hukum oleh pihak yang berwajib.
6. Sumber pembiayaan pengembangan kegiatan
hutan adat:
Dalam pengembangan hutan adat ini, sebenarnya sangat tergantung terhadap
besarnya penghasilan oleh perorangan. Namun, dalam hutan adat ini biasanya
sumber pembiayaan itu adalah dari organisasi tersebut karena setiap bulannya
dalam organisasi ini mengadakan pengumpulan dana yang disebut julo-julo. Jadi, secara tidak langsung
sumber pembiayaan ini dari anggota sendiri sehingga dikenal istilah dari, oleh, dan untuk anggota sendiri. Dalam organisasi ini
kadang-kadang ada bantuan dari pemerintah.
7. Cara pandang masyarakat lokal tentang alam
semesta dan persepsinya tentang hubungan antar proses alami dengan alam
semesta.
Dari segi ekonomis, hutan dipandang sebagai sumber pendapatan dan
kebutuhan sehari-hari, seperti mencari kayu bakar, hewan buruan, pakan ternak,
dan bahan bangunan.
Dari segi ekologis, hutan sebagai tempat tinggal bagi hewan atau binatang
liar, sebagai pengaturan tata air (untuk mengairi sawah) dan menciptakan
lingkungan yang sejuk dan dapat dijadikan tempat wisata.