SIFAT – SIFAT KHUSUS
PEMASARAN
Dalam pelaksanaan pemaaran jasa
oleh pemasar, ada sifat khusus yang membedakan pemasaran jasa dengan pemasaran
barang. Sifat khusus tersebut menurut Alma (1992) adalah sebagai berikut :
a. Menyesuaikan dengan selera konsumen
Gejala ini ditandai dengan pasar pembeli yang lebih
dominan dalam suasana pasaran jasa. Kualitas jasa yang ditawarkan tidak dapat
dipisahkan dari mutu yang menyediakan jasa. Dalam industri dengan tingkat
hubungan yang tinggi, pengusaha harus memperhatikan hal-hal yang bersifat
internal dengan cara memelihara tenaga kerja dan mempekerjakan tenaga sebaik
mungkin. Inilah yang sering disebut dengan internal marketing, yaitu
penerapan prinsip marketing terhadap pegawai dalam perusahaan.
b. Keberhasilan pemasaran jasa dipengaruhi oleh
jumlah pendapatan penduduk.
Dalam kenyataan, makin maju suatu negara akan semakin
banyak permintaan akan jasa. Ini ada hubungannya dengan hirarki kebutuhan
manusia, yaitu kebutuhan akan jasa. Masyarakat yang belum banyak menggunakan jasa
dapat dikatakan bahwa pendapatan masyarakat tersebut belum merata.
c. Pada pemasaran jasa tidak ada pelaksanaan fungsi
penyimpanan.
Tidak ada jasa yang dapat disimpan. Jasa diproduksi
bersamaan waktunya dengan mengkonsumsi jasa tersebut.
d. Mutu jasa dipengaruhi oleh benda berwujud sebagai
pelengkapnya.
Karena jasa adalah suatu produk yang tidak berwujud
maka konsumen akan memperhatikan benda berwujud yang memberikan pelayanan
sebagai patokan terhadap kualitas jasa yang ditawarkan.
e. Saluran distribusi dalam pemasaran jasa tidak
terlalu penting.
Ini disebabkan dalam pemasaran jasa perantara tidak
digunakan. Akan tetapi ada type pemasaran tertentu yang menggunakan agen
sebagai perantara.
Pengertian Citra
Konsumen dalam membeli dan
mengkonsumsi sesuatu bukan hanya mengharapkan sekedar barang saja, akan tetapi
ada sesuatu yang lain. Sesuatu yang lain itu sesuai dengan citra yang terbentuk
dalam dirinya. Suatu perusahaan berkepentingan untuk memberikan informasi
kepada publik agar dapat membentuk citra yang baik.
Ada pepatah yang mengatakan bahwa
citra merupakan poin awal untuk sukses dalam pemasaran. Istilah citra atau image
ini mulai popular pada tahun 1950-an dalam konteks organisasi, perusahaan,
nasional dan sebagainya. Citra tidak dapat dibuat seperti barang dalam suatu
pabrik, akan tetapi citra adalah kesan yang diperoleh sesuai dengan pemahaman
dan pengetahuan seseorang terhadap sesuatu. Citra yang ada pada perusahaan
terbentuk dari bagaimana perusahaan tersebut melakukan kegiatan operasionalnya
yang mempunyai landasan utama pada segi pelayanan.
Suatu perusahaan harus mampu untuk
melihat sendiri bagaimana citra yang ditampilkan kepada masyarakat yang
dilayani. Perusahaan juga harus bisa memberikan suatu evaluasi apakah citra
yang diberikan telah sesuai dengan yang diharapkan atau jika perlu ditingkatkan
lagi.
Jadi citra ini dibentuk
berdasarkan impresi atau pengalaman yang dialami oleh seseorang terhadap
sesuatu, sehingga pada akhirnya membangun suatu sikap mental. Sikap mental ini
nantinya akan dipakai sebagai pertimbangan untuk mengambil keputusan karena
citra dianggap mewakili totalitas pengetahuan seseorang terhadap sesuatu.
Ciri – Ciri Pembentuk Citra
Ciri-ciri produk atau jasa yang
membentuk suatu citra berkaitan dengan unsur-unsur kegiatan pemasaran.
Ciri-ciri pembentuk citra yang sering bersinggungan dengan kegiatan pemasaran,
misalnya, merek, desain produk atau jasa, pelayanan, label dan lain sebagainya.
Program yang baik dalam suatu perencanaan dalam pengembangan produk atau jasa tidak
akan lupa untuk mencantumkan kegiatan perusahaan yang mencakup ciri pembentuk
citra untuk produk dan jasa atau perusahaannya.
Pemasaran mebel Balongrejo dilakukan dengan cara dipasarkan sendiri
kemasyarakat atau dengan menjalin kemitraan dengan para tengkulak melalui
toko-toko atau show room - show room. Tidak semua pengusaha industri kayu mebel
Balongrejo memiliki toko. Akan tetapi mayoritas pemilik toko yang ada di
Balongrejo tidak memproduksi sendiri mebel yang dipasarkan. Pemilik toko yang
tidak memproduksi sendiri mebel mendapat barang dagangannya dari pengusaha yang
tidak memiliki toko. Pemilik toko inilah yang memberikan pesanan model mebel
yang dibutuhkan pelanggan dan pemakai.
Dalam hal pemasaran mebel para pengusaha mebel tidak mengalami kendala
yang berarti mereka mempunyai jalur pemasaran sendiri-sendiri, baik melalui
jalinan kemitraan dengan para tengkulak, dipasarkan sendiri, dijual ke
toko-toko mebel bahkan sudah diekspor ke luar negeri. Hal ini menunjukkan bahwa
para pengusaha mebel telah memiliki kepedulian terhadap pengemnagan usaha
khususnya dalam hal pemasaran namun belum bisa maksimal, sehingga masih
diperlukan campur tangan dari pemerintah.
DAFTAR PUSTAKA
Kotler, P. 1997.
Manajemen Pemasaran Jilid I. PT. Prenhalindo. Jakarta.
Sugiarto, g. 2009. Pemberdayaan Masyarakat
Melalui Pengembangan Industri Kecil. (Suatu Studi Tentang Pemberdayaan
Pengusaha Industri Kecil Kayu mebel di Desa Balongrejo Kecamatan Berbek
Kabupaten Nganjuk. Program Magister Ilmu Administrasi Publik, PPSUB. Jurnal Agriteknologi Vol. 17 No. 2
MARET 2009. ISSN. 0852-5426.
Styowati, D. 2008. Strategi Pemasaran Meubel Kayu (Studi
Kasus di Sentra Industri Kecil Pondok Bambu, Jakarta Timur). [Skripsi] IPB.
Bogor.