PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN
(PUHH)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam peredaran hasil hutan terdapat
simpul-simpul yang rawan oleh penyimpangan, sehingga pada tiap simpul tersebut
dilakukan mekanisme penatausahaan hasil hutan. Beberapa simpul peredaran
tersebut, yakni : Di Areal Tebangan, Tempat Penimbunan Kayu, Industri Primer,
Industri Lanjutan dan Pelabuhan. Tahun 2007 merupakan awal pemberlakuan
penatausahaan hasil hutan yang baru dengan diberlakukannya Peraturan Menteri
Kehutanan No. P.55/Menhut-II/2006 dan No. P.51/Menhut-II/2006 sebagai pengganti
ketentuan penatausahaan lama sesuai keputusan Menteri Kehutanan No.
SK.126/Kpts-II/2003.
Tata Usaha Kayu
atau Administrasi Hasil hutan kayu biasa disebut dengan Penatausahaan Hasil
Hutan (PUHH). Kebijakan terhadap penatausahaan hasil hutan diatur dalam
Peraturan Menteri Kehutanan No. P.55/Menhut-II/2006 jo, Peraturan Menteri
Kehutanan No. P.63/Menhut-II/2006 untuk Hutan Negara, dan Peraturan Menteri
Kehutanan No. P.51/Menhut-II/2006 jo Peraturan Menteri Kehutanan No.
P.62/Menhut-II/2006 untuk Hutan Hak. Implementasi kebijakan tersebut telah
efektif berlaku sejak 1 Januari 2007. Kebijakan terdahulu (Keputusan Menteri
Kehutanan No. 126/Kpts-II/2003 jo P.18/Menhut-II/2005) hanya berlaku sampai
dengan akhir tahun 2006. Penatausahaan Hasil Hutan ini dilaksanakan seluruh
wilayah Indonesia.
Tujuan
Sesuai Permenhut P.55/Menhut-II/2006,
Penatausahaan hasil hutan dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum dan
pedoman kepada semua pihak yang melakukan usaha atau kegiatan di bidang
kehutanan, sehingga penatausahaan hasil hutan berjalan dengan tertib dan
lancar, agar kelestarian hutan, pendapatan negara, dan pemanfaatan hasil hutan
secara optimal dapat tercapai, sedang tujuannya adalah untuk memisahkan aset negara dengan aset privat dan
sekaligus memberikan kepastian hukum terhadap hasil hutan yang telah menjadi
aset (milik) perusahaan / masyarakat.
ISI
Tata Usaha Kayu
atau Administrasi Hasil hutan kayu biasa disebut dengan Penatausahaan Hasil
Hutan (PUHH). Penatausahaan Hasil Hutan didefinisikan sebagai kegiatan-kegiatan
yang meliputi penatausahaan tentang perencanaan produksi, pemanenan atau
penebangan, pengukuran dan pengujian, pengangkutan/peredaran dan penimbunan,
pengolahan dan pelaporan.
Ruang Lingkup dan Objek PUHH
Ruang lingkup penatausahaan hasil hutan meliputi :
- Perencanaan produksi
- Pemanenan/penebangan
- Penandaan hasil hutan
- Pengukuran dan pengujian hasil
hutan
- Pengangkutan/peredaran dan
penimbunan hasil hutan
- Pengolahan hasil hutan
- Pelaporan
Sedang
yang menjadi objek PUHH adalah semua jenis hasil hutan yang berasal dari :
- Hutan negara
- Hutan hak/rakyat
- Hasil hutan olahan dari industri primer hasil hutan/industri
pengolahan kayu lanjutan
- Hasil hutan lelang
PUHH untuk Hasil Hutan dari Hutan Hak
Sesuai Permenhut No. P.51/Menhut-II/2006 jo No. P.33/Menhut-II/2007,
jenis kayu yang diatur adalah sebagai berikut :
- Akasia, asam kandis, durian, suren, jabon, jati, gmelina, karet,
ketapang, kulit manis, mahoni, makadamia, mindi, petai, puspa, sengon, sungkai (menggunakan SKAU)
- Cempedak, dadap, duku, jambu, jengkol, kelapa, kecapi, kenari, mangga,
manggis, melinjo, nangka, rambutan, randu, sawit, sawo, sukun, trembesi,
waru (menggunakan Nota/Kwitansi bermaterai)
Penerbit SKAU
Pejabat Penerbit SKAU adalah Kepala Desa/Lurah atau
pejabat yang setara yang ditetapkan oleh Bupati/Walikota berdasarkan usulan
Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota. Ketentuan dalam Penerbitan SKAU adalah
sebagai berikut :
- Dalam menerbitkan SKAU, Kepala Desa wajib melakukan pemeriksaan atas kebenaran
asal usul hasil hutan kayu dan kepemilikannya yaitu dengan mengecek
dan memastikan bahwa hasil hutan kayu tersebut berasal dari lokasi yang
benar yang dibuktikan dengan adanya alas titel/hak atas tanah.
- Sebelum menerbitkan SKAU, Kepala
Desa melakukan pengukuran atas kayu yang akan diangkut, dan dalam
pelaksanaannya dapat menunjuk salah satu aparatnya.
- Kepala Desa bertanggung jawab atas
kebenaran penggunaan SKAU.
Ketentuan Blanko SKAU
- Sesuai format yang ditetapkan
- Pengadaan oleh Dinas Provinsi
- Berlaku untuk seluruh wilayah RI
- 4 rangkap: mengikuti kayu/arsip penerima, untuk Kepala Dinas Kabupaten/Kota, untuk arsip pengirim, untuk arsip
penerbit
Tugas dan Kewajiban Institusi
Kepala Desa :
- Membuat laporan penerbitan kepada Kepala Dinas Kabupaten/Kota
Kepala Dinas
Kabupaten/Kota :
- Membuat laporan realisasi produksi dan peredaran kepada Kepala Dinas
Provinsi.
Kepala Dinas
Provinsi :
- Melaksanakan pemantauan, pengawasan dan pengendalian peredaran
- Mengatur lebih lanjut tata cara penerbitan, mekanisme pendistribusian
dan pelaporan
PUHH untuk Hasil Hutan dari Hutan
Negara
Ruang lingkup penatausahaan hasil hutan
meliputi objek dari semua jenis hasil hutan berupa kayu bulat, kayu
bulat kecil, hasil hutan bukan kayu, hasil hutan olahan yang berasal dari
perizinan sah pada hutan negara
Petugas PUHH
Dalam Permenhut No. P.55/Menhut-II/2006, disebutkan
petugas PUHH, yaitu :
P2LHP (Pejabat Pengesah Laporan Hasil Penebangan)
- Pegawai Kehutanan
- Kualifikasi sebagai PPHH
- Pengesahan LHP-KB dan atau KBK
P2LPHHBK (Pejabat Pengesah Laporan Produksi Hasil Hutan Bukan Kayu)
- Pegawai Kehutanan
- Kualifikasi sebagai PPHH
- Pengesah LP-HHBK
P3KB (Pejabat Pemeriksa Penerima kayu Bulat)
- Pegawai Kehutanan
- Kualifikasi sebagai PPHH
- Pemeriksaan atas KB di IPHH, TPK antara atau pelabuhan umum
P2SKSKB (Pejabat Penerbit Surat Keterangan Sah kayu Bulat)
- Pegawai Kehutanan PNS maupun non PNS
- Kualifikasi PPHH
- Menerbitkan dokumen SKSKB
Penerbit Faktur (Penerbit FA-KB/FA-HHBK/FA-KO)
- Karyawan Perusahaan
- Kualifikasi sebagai PHH
- Menerbitkan dokumen Faktur
Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan
Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan
(SKSHH) sebagai dokumen legalitas, merupakan bukti legalitas hasil hutan pada
setiap segmen kegiatan dalam penatausahaan hasil hutan, meliputi :
- Surat Keterangan Sah Kayu Bulat (SKSKB)
- Faktur Angkutan Kayu Bulat (FA-KB)
- Faktur Angkutan Hasil Hutan Bukan Kayu (FA-HHBK)
- Faktur Angkutan Kayu Olahan (FA-KO)
Dokumen hanya berlaku untuk :
- 1 x pengangkutan,
- 1 pemilik,
- 1 jenis komoditas hasil hutan,
- 1 alat angkut dan
- 1 tujuan pengangkutan.
Peran dan fungsi institusi
1. Peranan Dinas Kehutanan Provinsi
- Mengangkat dan Menetapkan P2LHP/P2LP-HHBK, P2SKSKB dan P3KB setelah
berkoordinasi dengan Dinas Kab. dan BP2HP setempat
- Memohon blanko SKSKB kepada Dirjen serta mendistribusikannya ke
Kabupaten
- Melaksanakan pembinaan dan pengendalian terhadap pelaksanaan
penatausahaan hasil hutan di wilayah kerjanya,
2. Peranan Dinas Kehutanan Kab/Kota
- Mengusulkan pengangkatan dan penetapan Petugas PUHH di wilayahnya,
- Mencetak Surat Angkutan Lelang di wilayahnya,
- Melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan
penatausahaan hasil hutan di wilayah kerjanya
3. Peranan BP2HP
- Melaksanakan sertifikasi terhadap Penguji dan Pengawas Penguji Hasil
Hutan di wilayah kerjanya,
- Memberikan pertimbangan teknis kepada Dishut Prov mengenai PHH/PPHH
yang akan diangkat dan ditetapkan sebagai Petugas PUHH,
- Melaksanakan bimbingan dan pengawasan teknis terhadap pelaksanaan
penatausahaan hasil hutan di wilayah kerjanya.
Ada empat tipe hasil hutan kayu yang
ditebang dari kawasan hutan Negara yang diatur dalam kebijakan Penatausahaan
Hasil Hutan, yaitu kayu bulat, kayu bulat kecil, kayu olahan, dan hasil hutan
non-kayu.
-
Kayu Bulat (KB) adalah bagian dari pohon yang
ditebang dan dipotong menjadi batang dengan ukuran diameter 30 cm atau lebih.
-
Kayu Bulat Kecil (KBK) adalah pengelompokan
kayu yang terdiri dari kayu dengan diameter kurang dari 30 cm, berupa cerucuk,
tiang jermal, tiang pancang, galangan rel, cabang, kayu baker, bahan arang, dan
kayu bulat dengan diameter 30 cm atau lebih berupa kayu sisa pembagian batang
(panjang kurang dari 1,30 meter), tonggak atau kayu yang direduksi karena
mengalami cacat/rusak bagian gerowong lebih dari 40%.
-
Hasil hutan kayu yang dikategorikan kayu olahan
adalah produk hasil pengolahan hasil hutan kayu misalnya kayu gergajian, veneer,
serpih, kayu lapis, dan laminated veneer lumber (LVL).
-
Hasil hutan bukan kayu (HHBK) adalah hasil
hutan selain kayu yang dipungut dari dalam hutan lindung dan atau hutan
produksi antara lain berupa rotan, madu, buah-buahan, getah-getahan, tanaman obat-obatan
dan lain sebagainya.
Ada dua tipe hasil hutan kayu yang
ditebang dari hutan hak yaitu kayu bulat dan kayu olahan:
Kayu bulat kecil dikategorikan menjadi
kayu bulat. Pada saat ini ada hanya tiga jenis species pohon yang berlaku
secara nasional yang dapat ditebang dari hutan hak yaitu (1) Sengon (Paraserianthes
falcataria), (2) karet (Hevea braziliensis), dan (3) Kelapa (Cocos
nucifera). Untuk jenis-jenis species lain dapat diusulkan melalui Dinas
Kehutanan Propinsi kepada Departemen Kehutanan untuk mendapatkan persetujuan.
Dinas Kehutanan Propinsi Sumatera Utara melalui Peraturan Menteri No.
P.5/Menhut-II/2007 telah mendapatkan persetujuan untuk menambah jenis-jenis
species lain sebanyak 10 jenis species yang dapat ditebang dari hutan hak di
wilayah Sumatera Utara, yaitu:
(1) Dadap (Erytrina sp.),
(2) Durian (Durio ziberthinus),
(3) Ingul/Suren (Toona sureni),
(4) Jati (Tectona grandis),
(5) Jati Putih (Gmelina arborea),
(6) Kemiri (Aluerites molucana),
(7) Makadamia (Makadamia ternifolia),
(8) Mahoni (Swietenia mahagoni),
(9) Mangga (Mangifera indicus),
dan
(10) Rambutan (Nephelium lappaceum).
Dokumen Pengangkutan Kayu Yang Diperlukan
Pengangkutan Kayu bulat (Log) memerlukan
dokumen SKSKB (Surat Keterangan Sah Kayu Bulat) SKSKB adalah dokumen angkutan
yang diterbitkan oleh Pejabat yang berwenang, dipergunakan dalam pengangkutan,
penguasaan atau pemilikan hasil hutan berupa kayu bulat yang diangkut secara
langsung dari areal ijin yang sah pada hutan alam negara dan telah melalui
proses verifikasi legalitas, termasuk telah melunasi Provisi Sumber Daya Hutan
(PSDH) dan atau Dana Reboisasi (DR).
Dokumen ini digunakan untuk
mengindikasikan legalitas kayu bulat tersebut yang ditebang dari hutan alam
Negara. Dokumen SKSKB harus melampirkan DKB (Dokumen Kayu Bulat). SKSKB
digunakan pengangkutan dari Tempat Penimbunan Kayu dalam kawasan hutan
Negara ke Tempat Penimbunan Kayu di luar kawasan hutan Negara atau
Tempat Penimbunan Kayu di Pelabuhan, atau Tempat Penimbunan Kayu di Industri
yang berada di luar kawasan hutan Negara. SKSKB diterbitkan oleh Pejabat yang
Berwenang (Pejabat Kehutanan) apabila PSDH dan atau DR telah dilunasi oleh
pemilik kayu kepada Pemerintah.
Kayu bulat yang diangkut dari Tempat
Penimbunan Kayu di luar kawasan hutan Negara atau Tempat Penimbunan Kayu di
Pelabuhan di luar kawasan hutan Negara ke tempat pengolahan industri,
pengangkutannya tidak perlu menggunakan dokumen SKSKB, akan tetapi menggunakan
FA-KB (Faktur Angkutan Kayu Bulat). Dokumen FA-KB ini diterbitkan oleh karyawan
perusahaan pemilik kayu bulat yang bergerak di bidang kehutanan yang mempunyai
kualifikasi sebagai Penguji Hasil Hutan yang diangkat dan diberi wewenang untuk
menerbitkan Faktur.
|
We are The FORESTER... Salam Rimba !1 |
Pengangkutan untuk Kayu Bulat Kecil (KBK)
tidak menggunakan dokumen SKSKB tetapi cukup menggunakan dokumen FA-KB (Faktur
Angkutan Kayu Bulat Kecil) untuk mengindikasikan kayu tersebut legal ditebang
dari hutan negara. FA-KB digunakan untuk pengangkutan dari Tempat
Penimbunan Kayu dalam kawasan hutan Negara ke Tempat Penimbunan Kayu
luar kawasan Negara, Tempat Penimbunan Kayu di Pelabuhan luar kawasan hutan
Negara, atau Tempat Penimbunan Kayu di tempat pengolahan industri luar kawasan
hutan Negara. FA-KB diterbitkan oleh karyawan perusahaan yang bergerak di
bidang kehutanan yang telah memiliki ijin yang sah dari Pemerintah. Karyawan
tersebut telah mempunyai kualifikasi sebagai Penguji Hasil Hutan yang diangkat
dan diberi wewenang untuk menerbitkan Faktur.
Pengangkutan Kayu Olahan (kayu gergajian,
veneer, serpih, kayu lapis, dan laminated veneer lumber (LVL)) tidak
memerlukan dokumen SKSKB, akan tetapi memerlukan dokumen FA-KO (Faktur
Angkutan Kayu Olahan) untuk mengindikasikan legalitas kayu bersangkutan
yang berasal dari Hutan Negara. Setiap pengangkutan kayu olahan yang diangkut dari
dan ke industri kayu wajib dilengkapi FA-KO (Faktur Angkutan Kayu Olahan).
Dokumen FAKO diterbitkan oleh industri bersangkutan yang mengolah kayu tersebut
dan telah mendapatkan ijin sah dari Pemerintah.
Pengangkutan kayu olahan (kayu gergajian,
veneer, serpih, kayu lapis, dan laminated veneer lumber (LVL)) dari
tempat penampungan ke tempat lain selain ke industri kayu, cukup
menggunakan Nota Perusahaan. Nota ini diterbitkan oleh industri
pengolahan kayu bersangkutan yang telah mendapatkan ijin sah dari Pemerintah.
Pengangkutan kayu olahan yang berupa
barang jadi misalnya moulding, dowel, pintu, rangka jendela, furniture dan
barang kayu jadi lainnya (misalnya finger joint untuk lantai atau
dinding) tidak memerlukan dokumen FA-KO. Nota Perusahaan dari perusahaan
bersangkutan sudah cukup menjadi dokumen pengangkutan kayu.
Kayu Bulat dan Kayu Olahan yang ditebang
dari Hutan Hak wajib menggunakan SKAU (Surat Keterangan Asal Usul) sebagai
bukti legalitas kayu. Dokumen SKAU diedarkan oleh Pemerintah dan diterbitkan
oleh Kepala Desa atau pejabat yang setara dengan Kepala Desa yang ditetapkan
oleh Bupati/Walikota berdasarkan usulan Kepala Dinas Kehutanan setempat. Hasil
hutan kayu yang berasal dari hutan hak adalah kayu dari hasil tanaman oleh
masyarakat atau pemilik perkebunan. Jenis-jenis species kayu lain (selain
dari jenis Sengon (Paraserianthes falcataria), karet (Hevea
braziliensis), dan Kayu Kelapa (Cocos nucifera) ditambah 10 jenis
species yang berlaku di Sumatera Utara) wajib menggunakan SKSKB dengan
menambahkan cap “KR” (Kayu Rakyat) pada blankonya.
Dokumen SKAU hanya berlaku untuk hasil
hutan kayu yang diangkut dari kawasan Hutan Hak berupa kayu bulat atau kayu
olahan ke tempat industri pengolahan kayu. Pengangkutan kayu tersebut dari
kawasan hutan hak menuju tempat industri pengolahan kayu termasuk panglong
memerlukan dokumen SKAU. Akan tetapi, pengangkutan kayu
olahan dari industri pengolahan kayu yang berada di luar kawasan
hutan hak ke tempat industri kayu olahan lainnya atau ke panglong
diperlukan dokumen FA-KO yang diterbitkan oleh industri pengolahan kayu
asal/pengirim.
Pengangkutan kayu olahan yang berupa
barang jadi misalnya moulding, dowel, pintu, rangka jendela, furniture dan
barang kayu jadi lainnya (misalnya finger joint untuk lantai atau
dinding) tidak memerlukan dokumen FA-KO. Nota Perusahaan dari perusahaan
bersangkutan sudah cukup menjadi dokumen pengangkutan kayu.
Cara Membeli Kayu
Suatu keharusan agar pembeli mengerti dan
mengetahui definisi legalitas produk kayu. Legal kayu disini didefinisikan
sebagai produk kayu yang berasal/ditebang dari pemilik sah konsesi hutan yang
telah memenuhi peraturan perundangan nasional. Pemilik sah konsesi hutan yang
berbentuk perusahaan adalah perusahaan yang bergerak di bidang kehutanan yang
telah memiliki ijin usaha pemanfaatan hasil hutan yang diberikan oleh
Departemen Kehutanan. Pembeli dapat membeli produk kayu secara langsung kepada
perusahaan konsesi atau pada industri pengolahan kayu. Akan tetapi, pembeli
harus mengetahui bahwa kayu bersangkutan berasal/ditebang dari tempat
penebangan yang sah menurut peraturan perundangan yang berlaku.
Yang perlu diingat adalah pengadaan kayu
tidak dapat disamakan dengan pengadaan bahan baku material lainnya untuk
keperluan pembangunan rumah. Disarankan kepada pembeli sebelum memutuskan untuk
pengadaan kayu, pembeli mempersiapkan daftar spesifikasi teknis terhadap kayu
bersangkutan seperti hal berikut:
a. Tipe Produk Kayu (kayu gergajian/kayu lapis/pintu/rangka
atap/dll.)
b. Kelas daya tahan kayu dan Perlakuan terhadap kayu yang
diperlukan
c. Perkiraan
total jumlah dan volume kayu per bulan yang diperlukan berdasarkan kelas,
dimensi kayu, dan lokasi pengiriman.
d. Metode
Pembayaran dan Pengangkutan (FOB / CIF).
PENUTUP
1.
Penatausahaan hasil
hutan di hutan rakyat masih perlu untuk disempurnakan, dalam rangka perbaikan
pelayanan publik terhadap pengolahan hutan agar pengolahan hutan dapat lebih
efisien, efektif, dan lestari.
2 Perlu dibuatkan
aturan atau petunjuk pelaksanaan (juklak) dan atau petunjuk teknis (juknis)
dari sistim penatausahaan hasil hutan di hutan rakyat agar tercipta penyelenggaraan
hasil hutan rakyat, tertib lancar, efisien dan bertanggung jawab sesuai dengan
potensi yang dimiliki.
3 Untuk pengangkutan
hasil hutan rakyat tidak perlu menggunakan SKSHH yang memerlukan biaya
pembuatan dan pengurusan yang cukup besar, akan tetapi cukup dengan daftar klem
kayu atau Laporan Hasil Produksi (LHP) yang sudah disahkan oleh Tim Komisi yang
beranggotakan : a. Unsur Cabang Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota setempat, b.
Unsur Kecamatan, c. Unsur Desa, d. (Khusus di P. Jawa) Unsur Perum Perhutani.
DAFTAR PUSTAKA
Keputusan
Direktur Jenderal Pengusahaan Hutan No.521/Kpts/IV-Tib/1985, tanggal 4 Desember
1985. Tentang Petunjuk Teknis Tata Usaha Kayu. Departemen Kehutanan, Jakarta.
Keputusan
Menteri Kehutanan No. P55/Menhut-II/2006 jo. Tentang Tata Usaha Kayu. Departemen
Kehutanan, Jakarta.
Keputusan
Menteri Kehutanan No. P63/Menhut-II/2006 untuk Hutan Negara,. Tentang Tata
Usaha Kayu. Departemen Kehutanan, Jakarta
Keputusan
Menteri Kehutanan No. P51/Menhut-II/2006 jo Peraturan Menteri untuk Hutan Hak,.
Tentang Tata Usaha Kayu. Departemen Kehutanan, Jakarta.
Keputusan
Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. P.62/Menhut-II/2006, untuk Hutan Hak Tentang
Tata Usaha Hasil Hutan. Departemen Kehutanan dan Perkebunan, Jakarta.
Keputusan
Menteri Kehutanan No.126/Kpts-II/2003, tanggal 4 April 2003. Tentang
Penatausahaan Hasil Hutan. Departemen Kehutanan, Jakarta. Peraturan Pemerintah
No.34 Tahun 2002.