AGREE TO DISAGREE
Mzm 52; Hosea 5-9 , 18 Agustus 2023
Dalam bahasa Inggris dikenal ungkapan “agree to disagree”, yang jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti : sepakat untuk tidak sepakat. Ungkapan ini dipakai untuk menggambarkan suatu keadaan dimana kita mengalami perdebatan dengan orang/pihak lain yang memiliki pandangan atau pendapat yang berbeda dan kita tidak menemukan jalan tengahnya, namun kita dapat masih menjaga hubungan baik dengan orang / pihak lain tersebut dengan cara membiarkan adanya perbedaan pendapat tersebut namun disertai dengan rasa pengertian dan saling menghargai diantara para pihak yang berdebat.
Sebagai seorang praktisi dan aparat penegak hukum, saya sering mengalami perbedaan pendapat dengan rekan-rekan kerja saya dalam menganalisa suatu permasalahan hukum. Saya merasa bahwa dalil dan pendapat yang saya utarakan adalah yang paling benar. Demikian pula sebaliknya dengan rekan kerja saya, yang merasa bahwa pendapat dialah yang lebih benar daripada pendapat saya. Perbedaan pendapat tersebut sepatutnya tidak membuat hubungan saya dengan rekan kerja saya menjadi rusak, sebab ada satu tujuan yang sama-sama kami tuju yaitu untuk menyelesaikan tugas kami sebagai aparat penegak hukum dalam memberikan pelayanan hukum yang berkeadilan kepada masyarakat.
Hal yang sama terjadi pula ketika para bapak bangsa kita, para pendiri dari NKRI, sedang memperdebatkan sila pertama dari Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945 yang kemudian akan dijadikan sebagai dasar ideologi Indonesia yakni Pancasila. Awalnya sila pertama berbunyi : “Ketuhanan, dengan kewajiban melaksanakan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”, yang dirasakan sebagai bentuk diskriminasi kepada para pemeluk agama lainnya, sehingga timbul penolakan dari beberapa pemimpin non muslim yang kemudian disampaikan oleh seorang perwira Angkatan Laut Jepang kepada Bung Hatta. Puji Tuhan, ternyata bung Hatta merespon dengan bijaksana dan membahasnya dengan beberapa tokoh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) lainnya pada tanggal 18 Agustus 1945, sehingga akhirnya disetujui untuk menggunakan kalimat : “Ketuhanan Yang Maha Esa” dalam sila pertama, sebagaimana yang akhirnya dituangkan dalam pembukaan UUD 1945 yang disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945.
Kita semestinya meniru keteladanan para bapak bangsa kita, yang berani untuk bersikap agree to disagree, demi kepentingan keutuhan bangsa Indonesia. Ketika kita berbeda pendapat di rumah tangga, keluarga, kantor, sekolah, dan khususnya juga di gereja, kita harus berbesar hati untuk menerima kenyataan bahwa ternyata ada orang lain yang berbeda pendapat dengan kita. Sebagaimana bacaan kita di Galatia 4:16, ketika rasul Paulus mengingatkan jemaat Galatia bahwa ia adaalh orang yang pertama menginjili mereka (Galatia 4:13), sehingga mereka seharusnya tidak perlu sampai harus memusuhi Paulus ketika Paulus berbeda pendapat dengan mereka perihal kebenaran sebagaimana yang Paulus nyatakan di Galatia 4:1-11. Jadi ketika orang yang berbeda pendapat dengan kita ternyata menyatakan hal yang lebih benar dengan pendapat kita, maka janganlah kita memusuhinya. Kalaupun kita memang tetap tidak dapat menerima pendapatnya maka kita tetap harus bisa menghargai orang lain tersebut, sehingga kita terhindar dari perpecahan dan keributan. Setujukah Anda ? (YMH)
Questions :
1. Mengapa Paulus menegur jemaat Galatia di Galatia 4:16 ?
2. Pernahkah Anda berdebat dengan orang lain ? Ceritakan bagaimana respon Anda dan lawan debat Anda !
Values :
Warga Kerajaan Allah yang sejati siap menghadapi dan menghargai perbedaan pendapat dengan orang lain.
Honest disagreement is often a good sign of progress (Mahatma Gandhi)
“Apakah dengan mengatakan kebenaran kepadamu aku telah menjadi musuhmu ? (Galatia 4:16 TB)”