Selamat Merenungkan Jumat Agung
*Salib dan Pengampunan*
Izinkan saya mengajak kita merenungkan sejenak satu hymne klasik yang indah karya Isaac Watts ( syair ) dan Edward Miller ( nada ) yang sering dinyanyikan saat memasuki minggu sengsara dan Jumat Agung "Memandang Salib Rajaku" ( Kidung Jemaat No. 169 ) :
_Memandang salib Rajaku, yang mati untuk dunia_
_Kurasa hancur congkakku , dan harta hilang harganya_
_Tak boleh aku bermegah, selain di dalam salibMu_
_Kubuang nikmat dunia, demi darahMu yang kudus_
_Berpadu kasih dan sedih mengalir dari lukaMu_
_Mahkota duri yang pedih, menjadi keagunganMU_
Salah satu salib yang paling indah yang pernah saya lihat seumur hidup saya adalah sebuah salib besi di atap sebuah gereja tua tempat saya pernah melayani. Salib itu sudah agak karatan. Sekilas saya teringat kisah salib karatan dalam sebuah tulisan yang entah kapan saya baca. Saya membayangkan jika hujan deras dan ditimpa sinar lampu jalan, mungkin air akan menetes dari karat-karatnya membias seperti darah. Salib yang jauh dari kemegahan patung-patung salib atau patung Yesus yang menjulang tinggi di berbagai penjuru dunia.
Ribuan tahun yang lalu, salib Kristus di Kalvari adalah salib kayu kasar. Tidak ada kemegahan padanya. Pada masa itu tidak ada yang pernah membayangkan untuk menjadikannya sebagai hiasan di dinding rumah. Apalagi mengalungkannya di leher. Oh tidak ! Pada masa itu semua orang akan menggigil memandang salib. Salib adalah tanda kehinan. Salib adalah tontonan. Salib adalah milik para kriminal, penjahat-penjahat kelas kakap. Sekarang orang menjadikannya hiasan yang mahal, terbuat dari emas bertahtakan berlian bahkan bersertifikat.
Di wilayah jajahan Romawi pada masa itu, mungkin sudah ratusan atau ribuan orang yang mati disalib. Ada banyak tiang salib yang menjadi saksi bisu hukuman atas kejahatan manusia. Tetapi mengapa Salib Kristus menjadi berbeda ? Peristiwa penyaliban Kristus membuat semesta bergoncang ! Pribadi yang tersalib itulah yang membuat salib itu kemudian menjadi bermakna. Tanpa Dia, salib itu tidak ada arti apa-apa. _Tanpa Dia, Salib hanya akan selalu menjadi dua potong kayu kasar yang tak pernah ada artinya selain tanda kekejaman yang barbar dalam sejarah_.
Peristiwa penyaliban Kristus ini memang unik. Philip Yancey mengatakan dari beberapa peristiwa penting dalam hidup Yesus yakni Kelahiran, Kematian, Kebangkitan dan Kenaikan, maka kisah penyaliban adalah peristiwa yang paling terbuka di mata dunia. Jika natal Betlehem, Paskah dan Kenaikan hanya disaksikan secara eksklusif oleh segelintir orang, tetapi Penyaliban berbeda. Ia terjadi di tempat terbuka sehingga terlihat oleh semua orang.
Philip Yancey mengatakan, “ *Justru pada saat Allah sepertinya benar-benar “tak berdaya”, kamera sejarah terus berjalan sambil merekam segalanya. Orang banyak menonton setiap detil yang mengerikan.*” ( _Dissapointment With God_, hal 96 )
Itulah Kasih Kalvari. Kasih Allah yang rela berkorban bagi umat kepunyaanNya. Suatu jenis kasih yang tak dikenal oleh dunia. Kasih yang hadir dan bersanding dengan Keadilan Allah yang harus menghukum dosa ketika kasih dan keadilanNya bertemu di atas salib. Di Kalvari, Kristus tidak hanya menjadi Anak Domba Allah yang rela dibantai di penjagalan Romawi, tetapi Ia juga menjadi Imam Besar Agung yang mewakili seluruh umat manusia tatkala Ia meratap di tengah kegelapan pukul tiga sore itu : “ AllahKu, AllahKu, mengapa Engkau meninggalkan Aku ?”
Martin Luther pernah berkata bahwa ini adalah ucapan paling misterius yang pernah ada ,” Bagaimana mungkin Allah bisa meninggalkan Allah ?” Namun begitulah mengerikannya upah dosa. Begitu mengerikannya akibat terpisah dari Allah. Dan kita kemudian memahaminya secara teologis bahwa tuntutan kebenaran Allah terhadap orang berdosa secara propisiatif telah dipenuhi oleh Pribadi kedua dari Allah Tritunggal itu. Kristus telah menjadi korban substitusi dimana seharusnya saya yang ada di sana. Kristus juga menjadi jalan rekonsiliasi dimana saya yang adalah seteru kini diperdamaikan dengan Allah Yang Maha Kudus. Substitusi, Propisiasi dan Rekonsiliasi. Dari sanalah mengalir pengampunan terindah.
Mengalami karya Salib Kristus yang memberi pengampunan sempurna adalah pengalaman terpenting dan paling membahagiakan dalam hidup orang percaya ketika ia bertobat dan menerima Kristus. Kita mengalami apa yang disebut _positional sanctification_ ( pengudusan posisi ), dari kegelapan menuju terang. Pemazmur berkata “ Berbahagialah orang yang diampuni pelanggaran-pelanggarannya dan yang ditutupi dosa-dosanya. Berbahagialah manusia yang kesalahannya tidak diperhitungkan Tuhan kepadanya.” ( Mazmur 32 : 1-2 ). Tak ada orang percaya yang bisa melupakan moment indah penerimaan Tuhan atas nama anugerah itu.
Namun pengalaman akan pengampunan itu sendiri sesungguhnya tidak akan pernah berhenti di dalam perjalanan hidup orang beriman. Tak perduli sejauh mana kita sudah menapaki peziarahan iman, kita senantiasa membutuhkan belas kasihan Kristus di sepanjang perjalanan hidup kita. Kita perlu terus menerus mengalami kuasa pengampunanNya. Dan kita tak pernah lulus dan tamat merenungkan kasih kalvari itu.
Dalam realita hidup orang beriman, hidup memang akan selalu menjadi medan pertempuran. Iblis selalu punya cara untuk memperdayai anak-anak Tuhan, dan pergumulan melawan dosa merupakan bagian hidup yang tak pernah usai. Maka dengarlah ratapan orang-orang saleh di sepanjang zaman yang menyadari kejatuhan dan kegagalan mereka ( dan seharusnya juga kita ). Dan dengarkanlah juga suara hati nurani kita sekarang , apakah hidup kita masih sesuai dengan apa yang Tuhan inginkan.
Beberapa waktu yang lalu dalam perjumpaan dengan beberapa sahabat, kami berbicara santai tentang spiritualitas alumni dalam dunianya. Kami menyadari betapa kompleksitas hidup menyeret orang pada pusaran keduniawian. _Masihkah kita hidup selaras dengan keinginan Tuhan ?_ _Masihkah kita berdiri kokoh dalam kesalehan hidup ?_ _Masihkah kita memiliki ambisi yang suci ? Masihkah kita berfokus pada kerajaan Allah ?_ _Masihkah kita menjaga hati kita untuk tetap setia ( pada Tuhan, pada pasangan hidup dan pada komitmen pelayanan masing-masing ) ?_ _Masihkah kita menjaga diri dari dosa-dosa keinginan mata, keangkuhan hidup dan hal-hal lain yang terselubung dalam hidup kita ?_ _Apakah kekhawatiran hidup membuat iman kita meredup ? Apakah saya menjadi penyembuh luka atau malah menjadi pembuat luka bagi sesama ?_ _Tak dapat dipungkiri, kegagalan dan kejatuhan orang-orang saleh terus terjadi._
Dalam salah satu pengajarannya Luther pernah berkata bahwa mereka yang sudah ditebus adalah orang benar sekaligus orang berdosa ( semper iustus et peccator ). Salah satu implikasinya mengharuskan kita untuk terus menerus berjuang mengalahkan kelemahan daging kita demi mempersembahkan hidup yang berkenan kepadaNya. Pertanyaannya, apakah kita senantiasa merindukan, menaati dan menggumulkan progressive sanctification ( pengudusan progresif ) yang dikerjakan Kristus dan Roh Kudus dalam hidup kita ?
Merenungkan hal -hal ini, kita perlu kembali pada Salib. Ketika kita mulai kehilangan arah, ketika keangkuhan diri mulai melanda, ketika materi mulai mengambil kendali, ketika nafsu dan ambisi-ambisi tak suci mulai menggerogoti, ketika kekhawatiran hidup membuat iman meredup, kita perlu berhenti sejenak. Jangan teruskan perjalanan. Layangkanlah sejenak pandangan ke luar diri. Lihatlah kembali nun jauh di sana, sepotong kayu kasar yang menjulang di ketinggian Kalvari. Salib yang menjadi tanda Kasih terbesar. Salib yang menjadi lambang pengampunan. Sejak semula pengampunan Kristus itu bersifat total dan sempurna. Pengampunan di kayu Salib itu selamanya menyelesaikan masalah dosa dalam hidup orang percaya. Semua dosa yang telah lalu, sekarang dan masa yang akan datang.
Pandanglah kembali Salib Kristus, Salib sang Raja. Biarlah luruh semua keakuan dan kedagingan kita bersama doa pengakuan yang kita daraskan. Sambil mengingat bahwa sebagai milik Kristus kita telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya ( Galatia 5 : 24 ) dan bahwa hidup kita bukan milik kita lagi, melainkan Kristus yang hidup di dalam kita ( Galatia 2 : 20 ).
Salam Kasih
Patar A. Gultom
( _dengan sedikit revisi dari teks asli pada warta alumni PA KMK USU April 2022_ ).