PEDANG BERMATA DUA
Matius 20:1-16 , 22 Maret 2025
Pernahkah kita mendengar ungkapan dalam bahasa Jawa “gajah diblangkoni, iso khotbah ora iso nglakoni !” yang berarti “gajah memakai blangkon, bisa berkhotbah tetapi tidak bisa melakukannya”. Kita semua paham bahwa memang lebih mudah mengatakan daripada melakukan. Ungkapan ini seharusnya menjadi perhatian bagi kita semua, terutama bagi mereka yang suka memberi nasihat, wejangan, atau berkhotbah.
Tanggung jawab sebagai seorang penyampai Firman atau pengkhotbah memang tidak mudah, namun tidak banyak orang yang menyadarinya. Seseorang merasa lebih terhormat dan lebih dihargai jika sudah dipercaya sebagai penyampai Firman, sehingga banyak orang berupaya untuk menjadi penyampai Firman.
Untuk meyakinkan para pendengar, penyampai Firman belajar teori berkhotbah dengan baik. Namun, selain itu, para penyampai Firman harus terlebih dahulu mempraktikkan apa yang ia khotbahkan dalam kehidupannya. Mengapa ? Karena seorang penyampai Firman yang hanya berteori tanpa mempraktikkannya dalam kehidupan nyata akan dihakimi sesuai dengan apa yang ia khotbahkan. Seperti nasihat Rasul Yakobus : “Saudara-saudaraku, janganlah banyak orang diantara kamu mau menjadi guru, sebab kita tahu bahwa sebagai guru, kita akan dihakimi menurut ukuran yang lebih berat. Sebab kita semua bersalah dalam banyak hal, barangsiapa tidak bersalah dalam perkataannya, ia adalah orang sempurna, yang dapat juga mengendalikan seluruh tubuhnya (Yakobus 3:1-2)”.
Sebagai guru ataupun pengkhotbah, ternyata kita akan dihakimi dengan hukuman yang lebih berat. Ini bisa berarti bahwa Firman Tuhan, yang diibaratkan sebagai pedang bermata dua, seharusnya lebih tajam di sisi penyampai Firman. Namun, dalam praktiknya, kita sering melihat bahwa “pedang bermata dua” hanya diarahkan kepada orang lain, alias tumpul di sisi penyampai Firman. Oleh karena itu, kita sering mendengar nasihat, “Jangan melihat kehidupan orangnya, lihat saja Firman Tuhan yang ia sampaikan”.
Nasihat ini ada benarnya, karena Tuhan Yesus juga memberikan peringatan serupa kepada murid-muridNya saat menyikapi pengajaran orang Farisi : “Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya (Matius 23:3)”. Namun, jika kita yang berposisi sebagai guru atau penyampai Firman, janganlah kita seperti orang Farisi. Seharusnya, kita terlebih dahulu melakukan sebelum menasihati orang lain. Anda setuju ? (DD)
Questions :
1. Mengapa Firman Tuhan mengajarkan jangan banyak yang menjadi guru ?
2. Bagaimana seharusnya sikap seorang guru atau penyampai Firman ?
Values :
Warga Kerajaan seharusnya tidak takut menjadi penyampai Firman karena dengan demikian ia akan mempraktekkanapa yang ia ajarkan.
“Sebab Firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam daripada pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum, ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita (Ibrani 4:12)”
Khotbah terbaik adalah teladan kehidupan yang baik dari si pengkhotbah.