Akibat di rumah saja, sehingga teringat hari Minggu yg tidak mungkin dilupakan.
Hari Sabtu itu aku harus berangkat ke Lhok Seumawe, memang 6 bulan atau setahun sekali aku diundang oleh kak Itje Taari ke sana. Dia mentor kami juga & tdk ingat persisnya kapan mengenal kakak ini, mungkin tahun 1980. Aku pertama kali ke Lhok Seumawe tahun 1987.
Beberapa saat sebelum berangkat anak lelaki & perempuan kami sudah pulang dari sekolah. Lalu anak perempuan kami ini mendekatiku dan memeluk kakiku dan berkata:
"Pak", katanya pelan.
"Apa dek?", kataku menyahutinya yg kulihat agak gelisah.
"Pak", katanya lagi masih pelan.
"Apa dek?", kataku lagi melihat kegelisahannya.
"Pak", katanya lagi, lalu ku lepaskan pelukannya kekakiku itu.
"Ada apa dek?", kataku sambil jongkok menatapnya.
"Pak jadinya bapak pergi ke tempat tante Itje Taari itu hari ini?", katanya sendu sekali, menunjukkan kekuatirannya.
"Jadilah dek, sebentar lagi bapak berangkat. Bapak sudah susun baju bapak. Kenapa dek?", kataku kpdnya berusaha tenang.
"Bapak nggak takut?", tanya sgt serius.
"Takutlah dek?", kataku jujur mengingat tipi dan koran memberitakan GAM bentrok dgn TNI di sana.
"Pak, kalau takut, kenapa bapak pergi juga!", katanya memelas.
"Bapak kan sudah lama janji sama tante Itje Taari, jd harus pergilah. Lagian inikan tugas yg bapak harus kerjakan juga", kataku.
"Iya, aku tahu pak, tapi kan bisa digantikan orang sana, karena nggak aman. Bapak jangan pergi ya, adek takut bapak kenapa2", katanya memohon.
"Tuhan Yesus akan menjaga kita & bapak juga, seperti selama ini. Kita doakan ya dek", kataku menenangkannya.
"Iyahhhh....iyalah", katanya.
"Oke. Bapak hrs pergi, krn pesawatnya sebentar lagi berangkat", kataku sambil melepaskan dia dan masuk mengambil tas yg sdh kusiapkan.
"Ok. Bapak pergi ya, saling mendoakan kita", kataku tanpa menoleh kpd mereka.
Lalu aku berangkat ke airport. Dari airport dan terlebih saat menuju ke pesawat kayaknya sgt mencekam. Di pesawat, aku duduk bersebelahan dgn org Jakarta yg ditugaskan ke Lhok Seumawe. Dia merutuk terus sampai pesawat mendarat di Lhok Seumawe.
Saat turun perasanku sgt kacau, krn ternyata di Bandara itu banyak sekali TNI dgn pakaian perang berbajukan rumput. Lalu jiwa wartawanku muncul, shg seorang TNI yg tdk berpakaian perang ku tanyai.
"Pak, mohon maaf izin bertanya, ada apa sebenarnya di sini, shg TNI berpakaian spt ini?", tanyaku.
"Iya pak kemarin2 mrk menembaki pesawat komersil & untung tdk apa2", jawabnya.
"Wah....ok pak terimakasih & selamat bertugas", kataku sambil berlalu. Di terminal itu begitu mencekam, banyak TNI dgn senjata laras panjang yg lengkap. Di parkiran terminal juga begitu & banyak TNI, bahkan pakaian perang. Saat naik ke bis perusahaanpun rasanya sgt mencekam. Bis dijaga 3 TNI dgn senjata AK47 (?) di depan, tengah & belakang. Saat keluar Bandara rasanya semakin mencekam. Org di bis diam seribu bahasa & di luar jarang ada orang serta setiap 1 km ada tumpukan goni berisi pasir dan muncul senjata laras panjang kayak meriam.
Jarak bandara ke komplek perusahaan rasa 100 km pd hal cuma sekitar 15 km, setengah jam serasa seharian dan begitu masuk komplek perusahaan perasaan ini begitu lega. Ternyata baju sudah basah kuyup, pd hal bisnya berAC sgt dingin. Aku diberi kamar yg bisa melihat ke jalan, walau sekitar 100 m. Aku diberi tahu makan malam pukul 18-19 wib. Aku berdoa & sgt bersyukur sdh ada di kamar mes.
Setelah mandi, saat jam makan aku restoran tempat makan mes itu. Pas selesai makan aku mendengar seperti suara tembakan beberapa kali.
"Ada apa bang?", kataku kpd penjaga restoran itu.
"Biasalah, tembak2an. Beberapa hari lalu ada yg ditembak mati org yg tdk dikenal di sekitar sini. Minggu lalu pagar mess kita dibredel sama senapan mesin. Untung nggak ada yg kena", katanya menjelaskan. Mendengar itu aku terdiam & mules, lalu aku ke kamar.
Di kamar aku berfikir, bgmn kalau mrk tembaki ke sini lagi? Lalu aku ambil selimut & mencoba tidur dilantai dekat tembok jendela. Lalu ku lihat jendelanya ternyata tanpa tralis, mk aku batal tidur dilantai itu. Lalu ku lihat ke luar dan ada banyak pohon yg cocok utk dipanjat, mk aku berencana, bila mrk datang aku sembunyi dgn memanjat pohon itu. Lalu rencana itu kubatalin, krn semua pakaian yg kubawa berwarba agak putih.
Lalu aku ke kamar mandi, utk melihat jalan ke flapon & ternyata ada. Lalu aku coba naik ke flapon & bisa, tp rencana utk naik ke flapin itu bila mrk datang kubatalin, krn ingat film yg menembak asalan ke atas dan kena, lalu jatuh.
Ternyata sudah hampir tengah malam, lalu aku bilang sama Tuhan, Tuhan aku capek, jadi aku mau tidur. Setelah aku berdoa safaat, maka aku tidur, tapi sebelum tertidur aku dengar suara truk TNI lewat, Panser lewat & kayaknya tank juga lewat, suaranya persis saat mrk latihan di sawah2 Jonkav 6 dekat rumah.
Hati ini betul2 gundah-gulana & kuatir, kemudian ternyata dlm kegundah-gulanaan itu aku tertidur.
Besoknya aku bangun pagi2 benar dgn segar, lalu aku bersaat teduh, mandi & persiapan akhir kotbah.
Pukul 7 aku makan pagi & pukul 8 dijeput utk berangkat ibadah Minggu. Di gereja tempat ibadah juga susananya sgt mencekam. Jemaat hampir 80 persen TNI yg datang dari berbagai kesatuan & jemaat sdh banyak yg pergi ke propinsi lain.
Di gang kursi kiri, tengah & kanan bergelimpangan banyak sekali senjata laras panjang. Ketika ibadah dimulai suasana tegang pelan2 berkurang, terlebih saat TNI dari satu kesatuan koor di pentas. Suara mereka mengelegar dengan koor khas TNI.
Saat aku naik mimbar, aku mulai dengan kenalan & mengatakan bhw aku jg sempat mau melamar AKABRI, tp tak jadi mengirimkan berkas. Lalu sempat mau melamar dr sarjana, tapi berkas tdk jadi di kirim juga. Namun aku bilang, wlpn demikian aku ini tetap jadi tentara kayak kalian, bedanya kalian TNI dan aku TKI, Tentara Kristus Internasional kataku.
Ku lihat suasana sdh mulai cair, mk aku ajak mrk berdoa, membaca FT & orasi FT. Saat menyampai FT aku sdh rilek & ku lihat respon mrk baik serta akhirnya meminta mrk percaya kpd Yesus & mengandalkan Dia dlm tugas menjaga kedaulatan NKRI.
Setelah ibadah selesai jemaat cepat2 beranjak & menghilang serta saya juga diantar ke Mess. Mrk memberitahu, krn kondisi tdk kondusif, saat makan siang, aku langsung membawa tasku, shg jam 13 bisa ke Bandara & pulang.
Perjalanan dari Mess ke Bandara yg cuma sekitar 15 km itu siang itu kayaknya lebih mencekam dari sebelumnya.
Walaupun dlm suasana takut2, aku coba melihat ke kiri & kanan jalanan yg lengang. Tumpukan goni pasir yg dijaga tentara dgn peralatan yg lengkap, serasa di film2 perang. Untungnya 24 jam aku di sana tdk ada kontak senjata di dekat daerah itu yg berarti.
Turun dr bis perusahaan, aku buru2 ceck-in dan langsung masuk ke dalam ruangan bandara. Tdk berapa lama, aku disuruh naik ke pesawat dan setelah semua penumpang naik, pesawatpun terbang.
Saat pesawat melewati landasan pacu, aku sgt kuatir, takut ditembak mereka, seperti beberapa hari lalu, terlebih saat mulak naik. Bahkan saat diudarapun aku kuatir diroket (efek nonton film perang).
Setelah setengah jam terbang rasa kuatir sdh sgt berkurang, karena sdh masuk daerah aman.
Saat mendarat di Bandara, aku bilang kpd Tuhan: Tuhan Yesus trimakasih utk penyertaan Tuhan, shg aku bisa melakukan tugas ini. Aku buru2 pulang ke rumah dr Bandara.
Saat sampai di rumah sore itu ke 3 pendukung doaku berlari menyambutku, seakan sudah bulanan tdk berjumpa. Mrk memelukku, khusus anak perempuanku itu.
Cerita ini tdk bisa diungkapkan melalui tulisan yg singkat ini. TQ utk kak Itje Taari yg melibatkan aku dlm ketakutan seperti ini. TQ utk istri & anak2 yg mengizinkan aku masuk dlm ketakutan ini.
Segala puji hormat & kemuliaan bagi Tuhan Yesus saja.