SUMATERA UTARA
Sumatera Utara adalah sebuah provinsi yang terletak di Pulau bagian
utara Sumatera,
Indonesia.
Provinsi ini dihuni oleh banyak suku bangsa dari Melayu Tua dan Melayu Muda. Sumatera
Utara merupakan provinsi yang keempat terbesar jumlah penduduknya di Indonesia
setelah Jawa Barat,
Jawa Timur,
dan Jawa Tengah.
Menurut hasil pencacahan lengkap Sensus Penduduk (SP) 1990 penduduk Sumatera
Utara pada tanggal 31 Oktober 1990 (hari sensus) berjumlah 10,81 juta jiwa, dan
pada tahun 2002, jumlah penduduk Sumatera Utara adalah seramai 11,85 juta jiwa.
Kepadatan penduduk Sumatera Utara pada tahun 1990 adalah 143 jiwa per km² dan
pada tahun 2002 meningkat menjadi 165 jiwa per km², sedangkan kadar peningkatan
pertumbuhan penduduk Sumatera Utara selama kurun waktu tahun 1990-2000 adalah 1,20 persen
per tahun.
Sumatera Utara merupakan provinsi multietnis dengan Batak, Nias,
dan Melayu
sebagai penduduk asli wilayah ini. Sejak dibukanya perkebunan tembakau
di Sumatera Timur, pemerintah kolonial Hindia Belanda
banyak mendatangkan kuli kontrak yang dipekerjakan di perkebunan. Pendatang
tersebut kebanyakan berasal dari etnis Jawa
dan Tionghoa.
Sumatera Utara kaya akan sumber daya alam berupa gas
alam di daerah Tandam, Binjai dan minyak
bumi di Pangkalan Brandan, Kabupaten Langkat
yang telah dieksplorasi sejak zaman Hindia Belanda.
KONDISI HUTAN SUMATERA UTARA
Hutan di Sumut rusak disebabkan juga karena
pembalakan liar secara besar-besaran berkedok pembukaan jalan yang terjadi di
Kabupaten Tapanuli Selatan dan Mandailing Natal. Bahkan kerusakan hutan
tersebut sudah merambah kawasan hutan lindung Swakamarga Satwa Barumun dan
Register 6, 7, dan 8, Kabupaten Tapanuli Selatan.
Perambahan hutan itu pada akhirnya menyebabkan bencana
banjir bandang yang terjadi di Madina, Tapanuli selatan dan Bahorok serta tanah longsor
pada musim hujan dan musim kemarau dan kekeringan berkepanjangan. Sungai-sungai yang berhulu di pegunungan sekitar
Danau Toba
juga merupakan sumber daya alam yang cukup berpotensi untuk dieksploitasi menjadi
sumber daya pembangkit listrik tenaga air. PLTA Asahan yang merupakan
PLTA terbesar di Sumatra terdapat di Kabupaten Toba Samosir.
Perambahan hutan yang telah terjadi dan menelan banyak
korban Serta menghasilkan banyak kerugian meski dibiayai melalui Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah (APBD), namun tidak memiliki pelepasan kawasan
terlebih dulu. Sehingga melanggar Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang
Kehutanan.
Ini masih ditambah dengan adanya konversi lahan seluas
8.000 hektare di kawasan hutan produksi sejak tahun 2004. Pemkab memberikan
izin kepada perkebunan sawit di Kecamatan Siais, Angkola Selatan untuk membuka
kawasan hutan, di mana 3.300 hektar tegakan kayu dirambah karena perusahaan
tidak memiliki izin pemanfaatan hasil hutan kayu (IPK).
IPK tersebut seharusnya diterbitkan oleh pemerintah
dan dinas kehutanan. Kasus ini pernah bergulir di Polda Sumut tetapi hingga
saat ini tidak jelas pengusutannya, diduga melibatkan orang-orang penting di
Pemkab Tapsel dan sejumlah oknum penegak hukum yang ikut terlibat.
Untuk Kabupaten Madina, kerusakan hutan terjadi akibat
konversi lahan gambut di Pantai Barat, yang diambil alih oleh perusahaan
perkebunan PT Madina Agrolestari seluas 6.500 hektare. Tanpa memiliki izin
pemanfaatan kayu dan izin HGU tetapi perusahaan sudah ditanami sawit usia dua
tahun.
Kerusakan hutan yang diduga akibat pembalakan liar
itu, karena diterbitkannya izin oleh masing-masing bupati, dalam bentuk izin
pemafaatan kayu masyarakat (IPKM). Tapi itu hanya kedok saja, karena kayu yang
diambil ternyata kayu dalam hutan negara. Hasil razia polisi hutan dan aparat
kepolisian, ditemukan surat IPKM yang dipegang pengusaha berbeda dengan kayu
yang dibawa. Kayu hutan seperti kayu kapur dan kayu lain yang diamankan
petugas, hanya ada di dalam hutan negara.
Sementara itu, pembalakan liar juga menjadi penyebab utama
banyak bencana yang terjadi dimana salah satunya dan yang terbesar banjir
bandang yang melanda Dusun Rangsang Bosi, Desa Buntu Nauli, dan Desa Sabulan,
Kecamatan Sitio-tio, Kabupaten Samosir. Struktur tanah menjadi rusak karena
tidak adanya tanaman yang tumbuh untuk memperlambat laju air yang mengalir
sehingga tidak mampu menahan air dan bencana yang tidak terduga pun datang.
Dibelahan bumi manapun para aktivis Lingkungan Hidup
kini merapatkan barisan untuk melestarikan alam dan lingkungan karena melihat
kondisi alam saat ini seakan tak bersahabat lagi, Berbagai bencana alam datang
silih berganti tak kenal waktu.
KELESTARIAN HUTAN
Memelihara kelestarian alam dan menata lingkungan
hidup fisik atau Non fisik ,mengarahkan pemuda-pemudi yang kreatif untuk
lebih berkarya nyata dan berbakti -bukti untuk kepentingan pembangunan Nasional
.
Melestarikan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup
Indonesia. Mengangkat masalah kondisi Hutan, jadi jelas kondisi hutan di Sumut
harus secepatnya dilestarikan, karena bila hutan gundul jelas Bencana akan
datang.
Segera mensosialisaikan untuk masyarakat sadar
lingkungan, “karena kerusakan lingkungan baik di darat dan dilaut jelas adalah
ulah tangan manusia “, maka sebagai manusia tetap berkarya nyata untuk
memelihara kelestarian alam dan lingkungan hidup Indonesia.
Namun telah menjadi komitmen dan konsekwensi kita
untuk melakukan penghijauan kembali. Selain mensosialisasikan makna hutan yang
merupakan jantung dan paru-paru dunia harus juga mempersiapkan tindak lanjut
dengan melakukan penghijauan kembali hutan-hutan yang telah gundul dam kritis
dampak dari penebangan liar dari oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
Mengambil beberapa kebijakan yakni peningkatan
pengawasan yang ketat terhadap pemanfaatan sumber daya alam serta pengelolaan
lingkungan hidup, pengembangan program kali bersih (surat pernyataan kali
bersih/superkasih) dan sungai sehat, langit biru, kota hijau (adipura) dan
sebagainya. Urusan lingkungan hidup bukan hanya tugas pemerintah tapi kewajiban
bagi semua manusia yang membutuhkan oksigen.
KEBIJAKAN KEHUTANAN
Secara nasional kebijakan pembangunan bidang kehutanan
telah dituangkan dalam lima kebijakan prioritas bidang kehutanan sesuai
Keputusan Menteri Kehutanan No.SK 456/Menhut-VII/2004 tanggal 29 November 2004
yaitu pemberantasan pencurian kayu di hutan Negara dan perdagangan kayu
illegal, revitalisasi sektor kehutanan khususnya industri kehutanan,
rehabilitasi dan konservasi sumber daya hutan, pemberdayaan ekonomi masyarakat
di dalam dan sekitar kawasan hutan serta pemantapan kawasan hutan.
Khusus sektor kehutanan kebijakan itu katanya harus
dipercepat untuk meningkatkan kontribusi kehutanan terhadap pertumbuhan
ekonomi, pengurangan dan pengentasan kemiskinan. Selain itu, potensi sumber
daya hutan sangat menjanjikan kemakmuran tapi kontradiktif dengan kondisi
masyarat. Hal ini dapat diatasi dengan membangun hutan tanaman baru dengan pola
60 persen hutan tanaman rakyat dan 40 persen Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil
Hutan Kayu-Hutan Tanaman.
Mendukung kebijakan pembangunan kehutanan nasional itu
dengan sasaran antara lain, terselesaikannya tata batas kawasan hutan baik luar
maupun batas fungsi berkurangnya jumlah konflik pemanfaatan lahan kawasan
hutan, menurunnya perambahan dan kebakaran hutan, bertambahnya luas hutan
rakyat dan hutan tanaman unggulan untuk kesejahteraan, serta terselenggaranya
desentralisasi yang mendorong pengelolaan hutan yang efisien dan lestari.