PENDAHULUAN
Latar Belakang
Industri pengolahan kayu di Indonesia
memerlukan 41,2 juta m3 kayu sedangkan pasokan hanya 33,9 juta m3 dari nilai
tersebut di atas khusus kebutuhan kayu untuk industri pulp adalah 11,8 juta m3
sedangkan pasokan hanya 6,9 juta m3 (Santosa, 1996). Sebagian terbesar kertas
yang diproduksi saat ini berasal dari serat kayu. Oleh sebab itu dalam
pengolahan kayu secara kimia, produk paling penting adalah pulp sebagai bahan
dasar kertas (Fengel dan Wegener, 1995). Menurut Marsoem (1996) bahan yang
menyusun kayu tidak tersebar seragam, setiap bahan cenderung terkonsentrasi
pada satu bagian dari serat dibanding bagian lain. Prayitno (1995) menjelaskan
variasi yang ada dapat dihubungkan dengan posisi radial dan aksial dari batang.
Variabilitas dalam satu pohon biasanya berkaitan dengan perubahan yang
disebabkan oleh dewasanya kambium serta modifikasi kegiatan kambium oleh
pengaruh lingkungan.
Kayu merupakan produk organisme hidup, oleh karena itu kayu mempunyai
sifat-sifat alami yang sangat unik dan setiap jenis kayu mempunyai penampilan
yang karakteristik. Sifat-sifat kayu yang unik itu inherent dalam
struktur anatomi sel-sel penyusunnya. Kayu tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan manusia dan kebutuhannya akan selalu meningkat dari tahun ke
tahun (Rahman, 2008).
Pulp itu sendiri dapat diartikan sebagai suatu
material/ bahan yang bersifat halus dan lembab yang terdiri dari bahan serat
kayu. Tampilannya dapat berwujud benda setengah cair hingga setengah padat dan
padat (tergantung seberapa banyak kandungan air/zat cair di dalamnya). Ketika
berbentuk sebagai benda cair, pulp menyerupai "bubur". Oleh karena
itu ada yang menyebutnya sebagai "bubur kayu". Pulp ini merupakan
bahan baku utama untuk aneka jenis kertas dan plywoods serta produk turunan
yang lainnya (Soenardi,
1989).
Lumen merupakan ruangan kosong didalam serat.
Bentuk dan ukurannya bervariasi dari serat ke serat yang lain maupun sepanjang
satu serat. Lumen berisi zat - zat padat yang merupakan sisa - sisa protoplasma
yang sudah kering, yang komposisinya sebagian besar terdiri dari nitrogen.
Dinding lumen lebih tahan terhadap pereaksi - pereaksi tertentu dibandingkan
dengan dinding sekunder (Evalina, 2005).
Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk
simplisi dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan
masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif. Maserasi dapat dimodifikasi menjadi beberapa
metode yaitu :
A. Digesti
Digesti
adalah cara maserasi dengan menggunakan pemanasan lemah, yaitu pada suhu 40-50oC.
Cara maserasi ini hanya dapat dilakukan untuk simplisia yang zat aktifnya tahan
terhadap pemanasan.
B. Maserasi dengan mesin pengaduk
Penggunaan
mesin pengaduk berputar terus-menerus waktu proses maserasi dapat dipersingkat
6-24 jam.
C. Remaserasi
Cairan
penyari dibagi 2 seluruh serbuk simplisia dimaserasi dengan cairan penyari
pertama, sesudah dienap-tuangkan dan diperas, ampas dimaserasi lagi dengan
cairan penyari yang kedua.
D. Maserasi melingkar
Maserasi dapat
diperbaiki dengan mengusahakan agar cairan penyari selalu bergerak dan
menyebar. Dengan cara ini penyari selalu mengalir kembali secara
berkesinambungan melalui serbuk simplisia dan melarutkan zat aktifnya
(Copriady, dkk, 2001).
Tujuan dalam praktikum ini adalah
untuk mengetahui perbandingan panjang dan diameter serat kayu pada buku tulis
dan pulp Eucalyptus.
TINJAUAN PUSTAKA
Sifat kayu dalam arah serat disebut arah
longitudinal sangat berbeda dengan sifatnya dalam dua arah tegak lurus serat,
yaitu tangensial dan radial. Sebagai contoh, rasio antara kuat tarik sejajar
serat dan luat tarik tegak lurus serat untuk kayu Pinus dapat mencapai 40 : 1.
Sifat material yang demikian disebut orthotropik. Karena kayu bersifat
orthotropik maka pemetaan arah serat sangat diperlukan di dalam model prediksi
kekuatan batang kayu.
Gambaran Umum Serat Kayu
Orientasi serat di dalam batang kayu dapat
diproyeksikan ke tiga bidang yang saling tegak lurus, yaitu bidang lebar,
bidang sempit, dan bidang penampang dari suatu batang kayu. Sudut serat
permukaan (surface grain angle) adalah sudut antara 3 proyeksi arah
serat pada permukaan lebar batang kayu dan arah longitudinal batang kayu
tersebut.
Sillitonga et al., (1972) menyatakan
bahwa panjang serabut (serat) bertambah secara cepat pada riap tumbuh kedua dan
beberapa tumbuh berikutnya kemudian kadar pertambahan ini menurun sampai
keadaan yang maksimum. Pola umum struktur kayu dari arah empulur ke kulit
terjadi pada setiap ketinggian. Variasi yang terjadi pada arah aksial (arah
tinggi pohon) ini meliputi susunan pori, panjang serabut dan sudut mikrofibril.
Variasi yang terjadi pada arah aksial ini lebih banyak disebabkan oleh
perbedaan riap tumbuh. Pertambahan riap tumbuh dapat terjadi dari setiap titik
tumbuh sampai trtik maksimal di bawah tajuk terendah kemudian bertambah kecil
kembali sampai ke pangkal pohon. Panjang sel bertambah besar dalam satu riap
tumbuh mulai dari bagian pangkal sampai jarak tertentu dan setelah mencapai
ukuran maksimum akan menurun lagi sampai ke puncak pohon (Sastrohamidjojo, 1995).
Alat Pengukur Serat
Sudut serat permukaan dapat diukur dengan
menggunakan Metriguard 510 Grain Angle Scanner. Dengan alat ukur ini,
sudut serat permukaan dapat diukur untuk setiap jarak 1/8 in. (3 mm).
Prinsip dasar dari alat ukur ini adalah dengan mengukur kapasitansi
elektrik pada titik-titik diskret dan mengkonversikannya menjadi sudut
serat lokal (McDonald dan Bendtsen, 1988). Kedua permukaan lebar dari
suatu batang kayu dipetakan arah seratnya dengan menggunakan alat ukur
tersebut. Hasil pengukuran tersebut dimasukkan ke dalam model prediksi kekuatan
untuk mendapatkan peta sudut serat pada tengah permukaan (midsurface)
batang kayu. Contoh hasil pengukuran sudut serat dengan menggunakan alat
ukur tersebut untuk batang kayu yang mempunyai mata kayu ditunjukkan di
dalam Gambar 1. Peta sudut serat ini menjadi dasar dari pembentukan
jaring elemen hingga pada model prediksi GASPP maupun GASPPMC.
Pengukuran Dimensi Serat
Maserasi merupakan cara penyarian yang
sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisi dalam cairan
penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel
yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan
konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang diluar sel, maka
larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga
terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan diluar sel dan didalam sel.
Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif yang
mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, stirak, dan bahan
sejenis yang mudah mengembang. Faktor
- faktor yang mempengaruhi maserasi adalah suhu dan lama ekstraksi serta jenis
dan jumlah pelarut
yang digunakan (Heyne, K, 1997).
Pengukuran diameter serat menggunakan
mikroskop Proyektor dengan perbesaran 10 kali untuk pengukuran panjang serat
dan pembesaran 40 kali untuk diameter serat dan diameter lumen. Sedangkan untuk
tebal dinding serat diperoleh
dari perhitungan diameter serat dikurangi diameter lumen lalu dibagi
dua. Hasil pengukuran dari alat ini dikonversikan ke dalam satuan mikron (μm), yaitu diameter serat, diameter lumen,
dan tebal dinding serat sebesar 8.116 μm, sedangkan untuk panjang serat sebesar 2.034 μm. Dalam pengukuran dimensi serat, yaitu
panjang serat, diameter serat, diameter lumen dan tebal dinding serat, dipilih
serat yang utuh atau tidak patah, rusak terlipat, pecah, terpotong dan
kerusakan lainnya. Jumlah serat yang diukur diambil dari masingmasing bagian
sebanyak 100 buah (Sunyata, 2002).
Turunan Dimensi Serat
Nilai turunan dimensi sel serabut digunakan
sebagai acuan untuk menentukan baik tidaknya suatu jenis kayu sebagai bahan
baku pulp kertas. Menurut Kasmudjo (1994) nilai turunan tersebut antara lain
bilangan Runkell (Runkell ratio), bilangan Mulsteph (Muhlsteph ratio),
daya tenun (felting power), koefisien kekakuan (coefficient of
rigidity) dan nilai fleksibilitas (coefficient of flexibility). Dimensi
serat dan turunannya merupakan salah satu sifat penting kayu yang dapat
digunakan untuk menduga sifat-sifat pulp yang dihasilkan. Bilangan Runkle adalah
ratio antara dua kali tebal dinding serat dengan diameter lumen. Serat dengan
bilangan Runkle kurang atau sama dengan satu sangat baik digunakan
sebagai bahan baku pembuatan pulp. Serat dengan bilangan Runkle kecil berarti
serat ini mempunyai dinding sel tipis, diameter lumen lebar, mudah memipih dan
pembentukan lembaran pulp mempunyai kekuatan tarik dan kekuatan jebol yang
tinggi.
Sebaliknya serat dengan bilangan Runkle tinggi
berarti serat tersebut berdinding sel tebal dan berdiameter kecil serta akan
mempertahankan bentuk pipa waktu digiling sehingga menghasilkan lembaran pulp
dengan kekuatan tarik dan kekuatan jebol yang rendah. Runkle yang paling
rendah. Muhlsteph ratio serat yang diperoleh dari ketiga provenan
berkisar antara 49.55~50.62 dengan nilai rata rata 50, maka serat dari ketiga
provenan ini termasuk serat dengan kelas mutu II dengan nilai Muhlsteph
ratio antara 30~60. Besarnya nilai Muhlsteph ratio berpengaruh terhadap
kerapatan lembaran pulp yang pada akhirnya berpengaruh pula pada kekuatan pulp
yang dihasilkan. Semakin kecil Muhlsteph ratio maka kerapatan lembaran
pulp yang dihasilkan akan semakin baik dengan sifat kekuatan yang baik.
Sebaliknya, Muhlsteph ratio yang tinggi akan menghasilkan lembaran pulp
dengan kerapatan rendah dan kekuatan yang rendah pula.
Flexibility ratio adalah perbandingan antara diameter lumen
dengan diameter serat. Serat dengan flexibility ratio tinggi berarti
serat tersebut mempunyai tebal dinding yang tipis dan mudah berubah bentuk.
Kemampuan berubah bentuk ini menyebabkan persinggungan antara permukaan serat
lebih leluasa sehingga terjadi ikatan serat yang lebih baik yang akan
menghasilkan lembaran pulp dengan kekuatan baik. Coefficient of rigidity (koefisien
kekakuan) serat yang dihasilkan dari ketiga provenan berkisar antara 0.142~0.147
dengan nilai rata-rata 0.145. Serat yang dihasilkan dari ketiga provenan ini
termasuk serat dengan kelas mutu II. Koefisien kekakuan merupakan perbandingan
antara tebal dinding serat dengan diameter serat. Nilai koefisien kekakuan
berbanding terbalik dengan sifat kekuatan tarik kertas, artinya semakin tinggi
koefisien kekakuan, maka semakin rendah kekuatan tarik dari kertas yang
bersangkutan, dan sebaliknya (Syafii dan siregar, 2006).
METODOLOGI
Waktu dan
Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Selasa, 10
Mei 2011, di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan, Departemen Kehutanan, Fakultas
Pertanian, Medan.
Bahan dan Alat
Bahan
Bahan yang digunakan pada
praktikum ini adalah kertas buku tulis, air, dan saframin (pewarna).
Alat
Alat yang digunakan dalam
praktikum ini adalah tabung reaksi, pinset , gelas ukur, alat pemanas (hot plate), mikroskop cahaya,
kalkulator, kamera digital dan alat tulis.
Prosedur
- Disiapkan Alat dan bahan
2.
Disobek kertas buku tulis ukuran
kecil panjang.
3.
Dimasukkan kedalam tabung reaksi,
diisi air hingga terendam dan ditutup dengan aluminium foil hingga rapat.
4.
Dimasak dengan alat lab selama 3
jam hingga mengalami pemisahan serat baik dari kertas pulp Eucalyptus maupun
kertas buku tulis.
5.
Dilakukan pengukuran dimensi serat dengan
mikroskop meliputi panjang serat, diameter serat, panjang lumen dan diameter
lumen.
6.
Dibandingkan dimensi serat dari
masing-masing bahan baik pulp Eucalyptus maupun kertas buku tulis.
- Untuk
mengetahui nilai turunan serat kulit kayu yang diteliti yang terdiri dari Runkel
ratio, Felting power, Flexibility ratio, Coefficient
of rigidity dan Muhlsteph ratio digunakan rumus
berdasarkan Rachman dan Siagian (1976)
DAFTAR PUSTAKA
Heyne, K. 1997. Mengenal
Sifat - Sifat Kayu Indonesia dan Penggunaannya. Kanisius. Yogyakarta.
Frick, H. 1983. Ilmu kontruksi Bangunan Kayu. Penerbit Kanisius. Jakarta.
Herbert Holik. 2006. Handbook of
Paper and Board, WILEY-VCH Verlag GmbH & Co. KgaA, Weinheim. ISBN :
3-527-30997-7.
Kurita, T. 1980. Paper Making Properties of Fibrous Residues from Tequila Process”,
Proc. Int. Symp. on the Advanced Industrial Utilization of the Tropical Plants.
Tsukuba
Mazlan
Ibrahim and Leh Cheu Peng. 2007/2008.
Paper Technology. Laboratory
Ligia Santosa. 2000 Pemafaatan Limbah
Serat Pabrik Pulp dan Kertas untuk Bahan Pengemas, Laporan Akhir Proyek
1999/2000. BBS. Bandung
Padat Pabrik Kertas Sebagai Substitusi
Bahan Baku Pembuatan Kertas. Laporan DIP no 26,Thn Anggaran 1994/1995. Balai
Besar Selulosa. Bandung
Perdinan Sinuhaji, Nimpan Bangun,
Zainal Abidin,(2008), Pemanfaatan Limbah Padat Industri Pulp Dan Starch Dengan
Membentuk Komposit Melalui Tekanan Menjadi Kemasan Telur Dan Jeruk. Laporan
Hibah Bersaing
Pika. 1995. Mengenal
Sifat-Sifat Kayu Indonesia dan Penggunaannya. Penerbit Kanisius. Jakarta.
Rahman, E.
2008. Analisis Jenis - Jenis Kayu Potensial untuk Hutan Rakyat di Jawa Barat. http://puslitsosekhut.web.id/download.php?page=publikasi &sub=prociding&id=143 [24 November 2009]
Sastrohamidjojo, H. 1995.
Kayu Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-Reaksi. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Stefford dan McMurdo. 1986. Teknologi Kerja Kayu. Penerbit Erlangga.
Jakarta.
Syafii, W dan
Siregar, I. 2006. Sifat Kimia dan Dimensi Serat Kayu Mangium (Acacia mangium
Willd.) dari Tiga Provenans. Chemical Properties and Fiber Dimension of Acacia mangium Willd. from Three Provenances. J. Tropical Wood Science & Technology
Vol.4. No. 1.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar