‘SANTO’ ITU DIMAKAMKAN
(Ompu i Dr Ingwer Ludwig Nommensen)
Pada tanggal 24 Mei 1918, jenazah ‘Ompu i’ dihantar ke pemakaman. Menjelang jam 10:00, banyak pelayat datang dari daerah-daerah yang jauh. Pada tengah hari, jumlah pelayat yang datang memasuki komplek (gereja Sigumpar) tidak bisa terhitung lagi. Mereka rindu untuk melihat wajah ‘Ompu i’ untuk terakhir kali. Sado/bendi, kereta-angin dan mobil lalu lalang untuk membawa para pelayat tersebut, belum lagi kapal yang berdatangan membawa pelayat dari pulau dan pantai danau seberang. Menurut dugaan, siapa yang sudah menyaksikan betapa banyaknya manusia pada hari pecan di Pekan Balige atau Pekan Tarutung, jumlah pelayat yang datang melampaui jumlah pengunjung pekan. Bahkan dua kali lipat lebih banyak dari Pesta Perak ‘Ompu i’ pada tahun 1911.
Tepat tengah hari, para pendeta Batak dan Guru-guru Zending bergerak serentak untuk mengitari jenazah ‘Ompu i’ sambil menyanyikan “Sonang ma modom” ( dari bahasa Jerman: Wie sie so sanft ruhn, artinya ‘Betapa lembutnya mereka beristirahat’) https://www.bing.com/videos/search?q=wie+sie+so+sanft+ruhn%2c&&view=detail&mid=AA88B10A924A96559E4DAA88B10A924A96559E4D&rvsmid=DBC228AC0A6698C4AC05DBC228AC0A6698C4AC05&FORM=VDQVAP
dan disambung dengan nyanyian: “Di dia adian na sun demak i” (Dari bahasa Jerman “Wo findet die Seele die Heimat der Ruh” artinya, “Di manakah jiwa memperoleh tempat peristirahatan teduh?” Sesudah nyanyian ini selesai dinyanyikan, para murid-murid Sekolah Teknik dengan hikmat masuk mengitari jenazah dan bernyanyi “DI surgo hasonangan I” (Tempat yang sangat bahagia terdapat di sorga) dan disambung dengan nyanyian dari Bahasa Jerman: "Fort, fort mein Herz zum Himmel“ (artinya marilah hatiku menuju sorga! - Sai beta ma, tondiku”.
Pada jam 1 siang hingga jam 3 sore, para pelayat semakin banyak berdatangan dari desa-desa yang lebih jauh lagi, yaitu mereka yang datang dari Silindung, Humbang, Sibolga, Samosir dan Simalungun. Hanya Tuan Pendeta yang dari Angkola yang tidak hadir karena jarak yang sangat jauh. Tuan yang terhormat, Tuan Ydens, yaitu Tuan Assistant Resident dari Tarutung, beserta dengan Tuan Kontroleur, Tuan Dokter serta dokter Hewan dan para Inlandsche Ambtenaar (pejabat pribumi) yang ada di Toba dan dari daerah yang lain, semuanya hadir. Seluruh pelayat sangat bagus dilindungi oleh Allah, sehingga tidak ada yang mengalami bahaya. Sebab bisa saja terjadi di mana ada yang kena injak, ditabrak mobil atau sado di tengah-tengah lautan manusia yang demikian banyak. Tetapi polisi yang dikerahkan oleh para Demang dan Asistent Demang serta Mantri Polisi dengan sigap menjaga suasana supaya jangan ada huru hara. Di antara pelayat, berdatangan juga rombongan-rombongan pemain musik tiup dari jemaat-jemaat di Toba, yang dipimpin oleh Tuan Kappner.
Menjelang jam 3 sore, para Pendeta Jerman dan pelayat yang lain siap sedia untuk membawa jenazah ‘Ompu i’ ke Gereja. Para Pendeta Jerman dengan keluarga mereka segera mengambil tempat di teras rumah ‘Ompu i’, menantikan jenazah diangkat. Mereka bernyanyi dalam bahasa Jerman “Wer sind die vor Gottes Throne”
1 Wer sind die vor Gottes Throne/ was ist das für eine Schaar?/ Träget jeder eine krone,/ glänzet gleich den Sternen klar:/ Hallelujah singen all,/ loben Gott mit hohem Schall.
2 Wer sind die, die Palmen tragen,/ wie ein Sieger in der Hand,/ wenn er seinen Feind geschlagen/ und geleget in den Sand?/ Weicher Streit und welcher Krieg
hat zezeuget diesen Sieg?
1 Siapakah mereka yang di hadapan takhta Allah/ kerumunan apakah gerangan/ yang semuanya mengenakan mahkota,/bersinar seperti bintang?/ “Hallelujah!” mereka semua nyanyikan,/memuji Tuhan dengan suara tinggi.
2 Siapakah mereka itu, yang membawa daun palem di tangan, tanda pemenang karena memukul musuh-nya, dan membuatnya tersungkur di tanah?/ Perseteruan lembut, dan perang yang bagaimanakah yang telah menyaksikan kemenangan ini?
https://www.youtube.com/watch?v=vTaOVGP4c-k
Lalu Tuan Kessel berkhotbah dalam bahasa Jerman tentang 2 Timotius 4:7-8:
7 “Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman. 8 Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan, Hakim yang adil, pada hari-Nya; tetapi bukan hanya kepadaku, melainkan juga kepada semua orang yang merindukan kedatangan-Nya.”
Dalam khotbah ditekankan bahwa ‘Ompu I” telah memenangkan peperangan yang baik dari iman dengan mengandalkan Firman Allah, yang terlihat sejak awal dari Sait Ni Huta hingga berakhir sekarang; dia menerima mahkota kehidupan. Sesudah berdoa, para Guru-guru Zending yang ada di Sigumpar menyanyikan “ Huhaholongi Ho gogongku” (Aku mengasihiMu, ya perisaiku)
Lalu perlahan jenazah ‘Ompu i’ diarak ke gedung gereja. Di barisan depan terlihat para Missionaris yang lebih tua, dan dibelakangnya menyusul para Missionaris Jerman pemikul peti jenazah, di belakangnya lagi para Missionaris yang lain dengan para nyonya mereka, disusul kemudian oleh khalayak ramai. Para pelayat tidak bisa seluruhnya masuk ke dalam gereja, hanya sedikit dibanding dengan pelayat yang begitu banyak, sebab dikuatirkan daya tahan gedung itu tidak memadai menampung jumlah sedemikian banyak orang.
Sesudah jenazah tiba di gereja, para Guru Zending dari Sigumpar bernyanyi: Sai pujionhu Ho, Tuhanku!” (Tuhanku, aku memujimu). Lalu seluruh kelompok Pemain Musik tiup memainkan Motette, Pb. No. 309. Lalu jemaat menyanyikan sebuah nyanyian kemenangan yang dalam bahasa Jerman: “Jerusalem! Du hochst gebaute Stadt” (Jerusalem, ho huta na timbo)
1 Jerusalem, du hochgebaute Stadt,/ wollt Gott, ich wär in dir!/ Mein sehnlich Herz so groß Verlangen hat,/ und ist nicht mehr bei mir./ Weit über Berg und Thale, / weit über blaches Feld/ schwingt es sich über alle/ und eilt aus dieser Welt.
2 O schöner Tag und noch viel schönre Stund,/ wann wirst du kommen schier,/ da ich mit Lust, mit freiem Freudenmund/ die Seele geb von mir/ in Gottes treue Hände / zum auserwählten Pfand,
daß sie mit Heil anlände,/ in jenem Vater land?
1 Yerusalem, engkau kota yang dibangun tinggi,/ Ya Allah, Kiranya aku akan berada di dalam dirimu!/ Kerinduan hatiku memiliki hasrat yang begitu besar,/ hingga tidak lagi di dalam diriku,/jauh di atas gunung dan lembah,/ jauh di atas hamparan awan/ terbang di atas semuanya /dan bergegas keluar dari dunia ini
2 O hari yang indah dan saat yang jauh lebih baik/ Kapankah engkau akan datang dengan pasti-/ karena aku memiliki hasrat, dengan mulut sukacita yang bebas/ jiwa lahir dariku ke dalam tangan Allah yang setia/ untuk memberikan aku keamanan,/ yang akan berakhir dengan keselamatan,/ di negeri Bapa itu?
Lalu Tuan Mezler bangkit berdiri menuju altar, berdoa dan berkhotbah dari Ibrani 13:7-8 “Ingatlah akan pemimpin-pemimpin kamu, yang telah menyampaikan firman Allah kepadamu. Perhatikanlah akhir hidup mereka dan contohlah iman mereka. Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya.”
Tuan Mezler menekankan, bagaimana ‘Ompu i’ menyerahkan nyawanya demi bangsa Batak, dan imannya, kasih dan belaskasihannya serta kerajinannya.
Lalu Tuan Assistant Resident Ypes berdiri dan memuji-muji dalam bahasa Batak, akan karya ‘Ompu I’. Tuan Ypes menyinggung juga keahlian ‘Ompu i’ dalam berkomunikasi dengan masyarakat, dengan sekuat tenaga dan kemampuannya untuk membantu pemerintah demi kedamaian Tanah Bataki, melalui Firman Allah. Lalu Tuan Mezler berdiri untuk menyambut ucapan Tuan Ypes mengucapkan terimakasih. Lalu Guru-guru Zending Sigumpar bernyanyi: “Balga do upa ni na burju” (Upah orang baik itu besar).
Lalu Pdt Friederich Panggabean berdiri, mengkhorbahkan Kisah Rasul 20: 25-32 "Dan sekarang aku tahu, bahwa kamu tidak akan melihat mukaku lagi, kamu sekalian yang telah kukunjungi untuk memberitakan Kerajaan Allah. Sebab itu pada hari ini aku bersaksi kepadamu, bahwa aku bersih, tidak bersalah terhadap siapa pun yang akan binasa.
Sebab aku tidak lalai memberitakan seluruh maksud Allah kepadamu. Karena itu jagalah dirimu dan jagalah seluruh kawanan, karena kamulah yang ditetapkan Roh Kudus menjadi penilik untuk menggembalakan jemaat Allah yang diperoleh-Nya dengan darah Anak-Nya sendiri.
Aku tahu, bahwa sesudah aku pergi, serigala-serigala yang ganas akan masuk ke tengah-tengah kamu dan tidak akan menyayangkan kawanan itu.
Bahkan dari antara kamu sendiri akan muncul beberapa orang, yang dengan ajaran palsu mereka berusaha menarik murid-murid dari jalan yang benar dan supaya mengikut mereka.
Sebab itu berjaga-jagalah dan ingatlah, bahwa aku tiga tahun lamanya, siang malam, dengan tiada berhenti-hentinya menasihati kamu masing-masing dengan mencucurkan air mata. Dan sekarang aku menyerahkan kamu kepada Tuhan dan kepada firman kasih karunia-Nya, yang berkuasa membangun kamu dan menganugerahkan kepada kamu bagian yang ditentukan bagi semua orang yang telah dikuduskan-Nya.”
Beliau menekankan begitu banyaknya jalan yang dibuat oleh ‘Ompu i’ untuk meberitakan Injil. Dia mengingatkan bangsa Batak, supaya jangan terjadi apa yang diingatkan oleh Rasul, sesudah ‘Ompu i’ tidak di tengah-tengah bangsa Batak lagi.
Lalu jemaat bernyanyi: “Di dia adian na sun demak I’ (dari bahasa Jerman ‘Wo findet die Seele die Heimat der Ruh’ artinya: ‘Dimanakah jiwa menemukan rumah peristirahatan’. Lalu Tuan Mezler berdoa dan memberikan berkat. https://www.youtube.com/watch?v=fMNr0yXKY4E
Kemudian perarakan berangkat menuju makam. Para Pendeta Batak mengangkat peti jenazah dari altar hingga jalanan di depan gereja, lalu para Demang, Assistant Demang dan Inlandsche Ambtenaar memikul peti jenazah hingga tempat pemakaman. Peti jenazah pun diturunkan ke lubang kubur, lalu Tuan Mezler datang menjatuhkan tanah tiga kali. Lalu para Missionaris Jerman menyanyikan sebuah nyanyian dalam bahasa Jerman. LAlu seluruh kelompok Musik Tiup memainkan sebuah nyanyian dan jemaat menyambut: “Molo giot hoi tu ginjang” (Jika engkau ingin ke sorga”. Lalu terdengarlah ayat tentang kebangkitan dibacakan, lalu para Missionaris berganti-ganti mengucapkan ayat, dilanjutkan oleh para pelayat yang ingin mengucapkan ayat juga. Pada akhirnya seluruh jemaat menyanyikan: “Pasu-pasu hami, O Debatanami” (Ya Allah kami, berkatilah kami”). Semuanya berakhir jam 5 sore. ‘Ompu i’ berumur 84 tahun, 3 bulan, 17 hari.
(Ditulis oleh Präses, Pdt J T Nommensen, anak dari ‘Ompu i’ Nommensen.)
(Ompu i Dr Ingwer Ludwig Nommensen)
Pada tanggal 24 Mei 1918, jenazah ‘Ompu i’ dihantar ke pemakaman. Menjelang jam 10:00, banyak pelayat datang dari daerah-daerah yang jauh. Pada tengah hari, jumlah pelayat yang datang memasuki komplek (gereja Sigumpar) tidak bisa terhitung lagi. Mereka rindu untuk melihat wajah ‘Ompu i’ untuk terakhir kali. Sado/bendi, kereta-angin dan mobil lalu lalang untuk membawa para pelayat tersebut, belum lagi kapal yang berdatangan membawa pelayat dari pulau dan pantai danau seberang. Menurut dugaan, siapa yang sudah menyaksikan betapa banyaknya manusia pada hari pecan di Pekan Balige atau Pekan Tarutung, jumlah pelayat yang datang melampaui jumlah pengunjung pekan. Bahkan dua kali lipat lebih banyak dari Pesta Perak ‘Ompu i’ pada tahun 1911.
Tepat tengah hari, para pendeta Batak dan Guru-guru Zending bergerak serentak untuk mengitari jenazah ‘Ompu i’ sambil menyanyikan “Sonang ma modom” ( dari bahasa Jerman: Wie sie so sanft ruhn, artinya ‘Betapa lembutnya mereka beristirahat’) https://www.bing.com/videos/search?q=wie+sie+so+sanft+ruhn%2c&&view=detail&mid=AA88B10A924A96559E4DAA88B10A924A96559E4D&rvsmid=DBC228AC0A6698C4AC05DBC228AC0A6698C4AC05&FORM=VDQVAP
dan disambung dengan nyanyian: “Di dia adian na sun demak i” (Dari bahasa Jerman “Wo findet die Seele die Heimat der Ruh” artinya, “Di manakah jiwa memperoleh tempat peristirahatan teduh?” Sesudah nyanyian ini selesai dinyanyikan, para murid-murid Sekolah Teknik dengan hikmat masuk mengitari jenazah dan bernyanyi “DI surgo hasonangan I” (Tempat yang sangat bahagia terdapat di sorga) dan disambung dengan nyanyian dari Bahasa Jerman: "Fort, fort mein Herz zum Himmel“ (artinya marilah hatiku menuju sorga! - Sai beta ma, tondiku”.
Pada jam 1 siang hingga jam 3 sore, para pelayat semakin banyak berdatangan dari desa-desa yang lebih jauh lagi, yaitu mereka yang datang dari Silindung, Humbang, Sibolga, Samosir dan Simalungun. Hanya Tuan Pendeta yang dari Angkola yang tidak hadir karena jarak yang sangat jauh. Tuan yang terhormat, Tuan Ydens, yaitu Tuan Assistant Resident dari Tarutung, beserta dengan Tuan Kontroleur, Tuan Dokter serta dokter Hewan dan para Inlandsche Ambtenaar (pejabat pribumi) yang ada di Toba dan dari daerah yang lain, semuanya hadir. Seluruh pelayat sangat bagus dilindungi oleh Allah, sehingga tidak ada yang mengalami bahaya. Sebab bisa saja terjadi di mana ada yang kena injak, ditabrak mobil atau sado di tengah-tengah lautan manusia yang demikian banyak. Tetapi polisi yang dikerahkan oleh para Demang dan Asistent Demang serta Mantri Polisi dengan sigap menjaga suasana supaya jangan ada huru hara. Di antara pelayat, berdatangan juga rombongan-rombongan pemain musik tiup dari jemaat-jemaat di Toba, yang dipimpin oleh Tuan Kappner.
Menjelang jam 3 sore, para Pendeta Jerman dan pelayat yang lain siap sedia untuk membawa jenazah ‘Ompu i’ ke Gereja. Para Pendeta Jerman dengan keluarga mereka segera mengambil tempat di teras rumah ‘Ompu i’, menantikan jenazah diangkat. Mereka bernyanyi dalam bahasa Jerman “Wer sind die vor Gottes Throne”
1 Wer sind die vor Gottes Throne/ was ist das für eine Schaar?/ Träget jeder eine krone,/ glänzet gleich den Sternen klar:/ Hallelujah singen all,/ loben Gott mit hohem Schall.
2 Wer sind die, die Palmen tragen,/ wie ein Sieger in der Hand,/ wenn er seinen Feind geschlagen/ und geleget in den Sand?/ Weicher Streit und welcher Krieg
hat zezeuget diesen Sieg?
1 Siapakah mereka yang di hadapan takhta Allah/ kerumunan apakah gerangan/ yang semuanya mengenakan mahkota,/bersinar seperti bintang?/ “Hallelujah!” mereka semua nyanyikan,/memuji Tuhan dengan suara tinggi.
2 Siapakah mereka itu, yang membawa daun palem di tangan, tanda pemenang karena memukul musuh-nya, dan membuatnya tersungkur di tanah?/ Perseteruan lembut, dan perang yang bagaimanakah yang telah menyaksikan kemenangan ini?
https://www.youtube.com/watch?v=vTaOVGP4c-k
Lalu Tuan Kessel berkhotbah dalam bahasa Jerman tentang 2 Timotius 4:7-8:
7 “Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman. 8 Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan, Hakim yang adil, pada hari-Nya; tetapi bukan hanya kepadaku, melainkan juga kepada semua orang yang merindukan kedatangan-Nya.”
Dalam khotbah ditekankan bahwa ‘Ompu I” telah memenangkan peperangan yang baik dari iman dengan mengandalkan Firman Allah, yang terlihat sejak awal dari Sait Ni Huta hingga berakhir sekarang; dia menerima mahkota kehidupan. Sesudah berdoa, para Guru-guru Zending yang ada di Sigumpar menyanyikan “ Huhaholongi Ho gogongku” (Aku mengasihiMu, ya perisaiku)
Lalu perlahan jenazah ‘Ompu i’ diarak ke gedung gereja. Di barisan depan terlihat para Missionaris yang lebih tua, dan dibelakangnya menyusul para Missionaris Jerman pemikul peti jenazah, di belakangnya lagi para Missionaris yang lain dengan para nyonya mereka, disusul kemudian oleh khalayak ramai. Para pelayat tidak bisa seluruhnya masuk ke dalam gereja, hanya sedikit dibanding dengan pelayat yang begitu banyak, sebab dikuatirkan daya tahan gedung itu tidak memadai menampung jumlah sedemikian banyak orang.
Sesudah jenazah tiba di gereja, para Guru Zending dari Sigumpar bernyanyi: Sai pujionhu Ho, Tuhanku!” (Tuhanku, aku memujimu). Lalu seluruh kelompok Pemain Musik tiup memainkan Motette, Pb. No. 309. Lalu jemaat menyanyikan sebuah nyanyian kemenangan yang dalam bahasa Jerman: “Jerusalem! Du hochst gebaute Stadt” (Jerusalem, ho huta na timbo)
1 Jerusalem, du hochgebaute Stadt,/ wollt Gott, ich wär in dir!/ Mein sehnlich Herz so groß Verlangen hat,/ und ist nicht mehr bei mir./ Weit über Berg und Thale, / weit über blaches Feld/ schwingt es sich über alle/ und eilt aus dieser Welt.
2 O schöner Tag und noch viel schönre Stund,/ wann wirst du kommen schier,/ da ich mit Lust, mit freiem Freudenmund/ die Seele geb von mir/ in Gottes treue Hände / zum auserwählten Pfand,
daß sie mit Heil anlände,/ in jenem Vater land?
1 Yerusalem, engkau kota yang dibangun tinggi,/ Ya Allah, Kiranya aku akan berada di dalam dirimu!/ Kerinduan hatiku memiliki hasrat yang begitu besar,/ hingga tidak lagi di dalam diriku,/jauh di atas gunung dan lembah,/ jauh di atas hamparan awan/ terbang di atas semuanya /dan bergegas keluar dari dunia ini
2 O hari yang indah dan saat yang jauh lebih baik/ Kapankah engkau akan datang dengan pasti-/ karena aku memiliki hasrat, dengan mulut sukacita yang bebas/ jiwa lahir dariku ke dalam tangan Allah yang setia/ untuk memberikan aku keamanan,/ yang akan berakhir dengan keselamatan,/ di negeri Bapa itu?
Lalu Tuan Mezler bangkit berdiri menuju altar, berdoa dan berkhotbah dari Ibrani 13:7-8 “Ingatlah akan pemimpin-pemimpin kamu, yang telah menyampaikan firman Allah kepadamu. Perhatikanlah akhir hidup mereka dan contohlah iman mereka. Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya.”
Tuan Mezler menekankan, bagaimana ‘Ompu i’ menyerahkan nyawanya demi bangsa Batak, dan imannya, kasih dan belaskasihannya serta kerajinannya.
Lalu Tuan Assistant Resident Ypes berdiri dan memuji-muji dalam bahasa Batak, akan karya ‘Ompu I’. Tuan Ypes menyinggung juga keahlian ‘Ompu i’ dalam berkomunikasi dengan masyarakat, dengan sekuat tenaga dan kemampuannya untuk membantu pemerintah demi kedamaian Tanah Bataki, melalui Firman Allah. Lalu Tuan Mezler berdiri untuk menyambut ucapan Tuan Ypes mengucapkan terimakasih. Lalu Guru-guru Zending Sigumpar bernyanyi: “Balga do upa ni na burju” (Upah orang baik itu besar).
Lalu Pdt Friederich Panggabean berdiri, mengkhorbahkan Kisah Rasul 20: 25-32 "Dan sekarang aku tahu, bahwa kamu tidak akan melihat mukaku lagi, kamu sekalian yang telah kukunjungi untuk memberitakan Kerajaan Allah. Sebab itu pada hari ini aku bersaksi kepadamu, bahwa aku bersih, tidak bersalah terhadap siapa pun yang akan binasa.
Sebab aku tidak lalai memberitakan seluruh maksud Allah kepadamu. Karena itu jagalah dirimu dan jagalah seluruh kawanan, karena kamulah yang ditetapkan Roh Kudus menjadi penilik untuk menggembalakan jemaat Allah yang diperoleh-Nya dengan darah Anak-Nya sendiri.
Aku tahu, bahwa sesudah aku pergi, serigala-serigala yang ganas akan masuk ke tengah-tengah kamu dan tidak akan menyayangkan kawanan itu.
Bahkan dari antara kamu sendiri akan muncul beberapa orang, yang dengan ajaran palsu mereka berusaha menarik murid-murid dari jalan yang benar dan supaya mengikut mereka.
Sebab itu berjaga-jagalah dan ingatlah, bahwa aku tiga tahun lamanya, siang malam, dengan tiada berhenti-hentinya menasihati kamu masing-masing dengan mencucurkan air mata. Dan sekarang aku menyerahkan kamu kepada Tuhan dan kepada firman kasih karunia-Nya, yang berkuasa membangun kamu dan menganugerahkan kepada kamu bagian yang ditentukan bagi semua orang yang telah dikuduskan-Nya.”
Beliau menekankan begitu banyaknya jalan yang dibuat oleh ‘Ompu i’ untuk meberitakan Injil. Dia mengingatkan bangsa Batak, supaya jangan terjadi apa yang diingatkan oleh Rasul, sesudah ‘Ompu i’ tidak di tengah-tengah bangsa Batak lagi.
Lalu jemaat bernyanyi: “Di dia adian na sun demak I’ (dari bahasa Jerman ‘Wo findet die Seele die Heimat der Ruh’ artinya: ‘Dimanakah jiwa menemukan rumah peristirahatan’. Lalu Tuan Mezler berdoa dan memberikan berkat. https://www.youtube.com/watch?v=fMNr0yXKY4E
Kemudian perarakan berangkat menuju makam. Para Pendeta Batak mengangkat peti jenazah dari altar hingga jalanan di depan gereja, lalu para Demang, Assistant Demang dan Inlandsche Ambtenaar memikul peti jenazah hingga tempat pemakaman. Peti jenazah pun diturunkan ke lubang kubur, lalu Tuan Mezler datang menjatuhkan tanah tiga kali. Lalu para Missionaris Jerman menyanyikan sebuah nyanyian dalam bahasa Jerman. LAlu seluruh kelompok Musik Tiup memainkan sebuah nyanyian dan jemaat menyambut: “Molo giot hoi tu ginjang” (Jika engkau ingin ke sorga”. Lalu terdengarlah ayat tentang kebangkitan dibacakan, lalu para Missionaris berganti-ganti mengucapkan ayat, dilanjutkan oleh para pelayat yang ingin mengucapkan ayat juga. Pada akhirnya seluruh jemaat menyanyikan: “Pasu-pasu hami, O Debatanami” (Ya Allah kami, berkatilah kami”). Semuanya berakhir jam 5 sore. ‘Ompu i’ berumur 84 tahun, 3 bulan, 17 hari.
(Ditulis oleh Präses, Pdt J T Nommensen, anak dari ‘Ompu i’ Nommensen.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar