KETULUSAN HATI MEMBERI
Jumat, 22 November 2013, sekolah SD
BPK Penabur member pengumuman. Di sekolahku diadakan perayaan yang bertema
“berbagi”. Jadi, murid-murid diharapkan untuk menyisihkan uang jajannya untuk
ditabung. Nanti saat perayaan natal sekolah, para murid membawa hasil
tabungannya yang akan diberikan bagi orang-orang yang kurang mampu di sekitar
sekolah. Awalnya aku ragu-ragu. “uang jajanku sehari hanya Rp.5000, belum jika
aku merasa lapar dan memakai uang itu, untuk membeli makanan,” gumamku. Aku
mulai menabung dari Rp 1000/hari hingga Rp 3000/hari.
Di hari minggu saat aku pergi ke
gereja, ternyata tema perayaan natal gereja sama dengan tema perayaan natal
sekolah yaitu “berbagi”. Kegiatan yang diadakan juga sama. Mendengar hal itu,
aku menjadi lebih ragu-ragu. “jadi, aku harus menyisihkan uang jajanku, lalu
membagi dua untuk sekolah dan yang satu lagi untuk sekolah minggu. Bagaimana
caranya ?” gumamku dalam hati.
Mulai hari senin, aku berusaha untuk
menyisihkan uang jajanku Rp 4000, lalu kubagi dua masing-masing Rp 2000.
Walaupun kadang, aku menyisihkan lebih atau kurang. Seminggu telah berlalu, aku
baru mengumpulkan masing-masing Rp 13000. Di hari minggu saat keluar dari
gereja, aku melihat sebuah palungan dan spanduk kecil. Di spanduk tersebut
bertuliskan “ 1 bata = Rp 25000”, aku bingung untuk apa batu bata dan palungan
itu ?
Di perjalanan menuju rumah, aku
menceritakan hal itu kepada kedua orangtuaku. Dan bertanya tentang bata dan
palungan di depan gereja. Ternyata bata itu dikumpulkan untuk dirangkai
membentuk pohon natal dan nantinya setelah natal akan dipakai untuk pembangunan
gerejaku. Sementara itu, palungan itu digunakan untuk menampung barang/bahan
sumbangan dari jemaat gereja untuk diberikan pada orang di sekitar gereja yang
kurang mampu. Aku berpikir sejenak,”uang yang kukumpulkan baru Rp 13000, untuk
membeli 1 batu bata saja tidak cukup.”
Setelah itu, aku bercerita tentang
kegiatan menabung di sekolah dan di sekolah minggu kepada kedua orangtuaku. Aku
menceritakan semua yang aku alami, semua yang aku lakukan, yang aku
khawatirkan, dan hasil tabungan itu sampai saat itu. Setelah selesai bercerita,
kedua orangtuaku memutuskan untuk menambahkan uang jajanku menjadi Rp 10000.
Aku sangat senang. Artinya, kini aku bisa menabung lebih banyak lagi, baik
untuk di sekolah dan di sekolah minggu.
Dengan bantuan kedua orangtuaku, aku
bisa menyisihkan Rp 6000 hingga Rp 8000/hari. 2 minggu telah berlalu kini aku
telah mengumpulkan uang sebanyak Rp 30000 pada masing-masing tabungan.”sudah
cukup untuk membeli 1 buah batu bata,”gumamku dalam hati.
Tapi, aku tetap merasa tidak puas. Aku
ingin seperti kedua orangtuaku yang dapat menyumbangkan batu bata cukup banyak
dan bahan lain dalam palungan. Aku berusaha keras untuk tidak memakai uang
jajanku lebih dari Rp 2000 supaya aku dapat menabung lebih banyak lagi.
Akhir-akhir ini aku jarang membawa
bekal. Sepulang sekolah mamaku selalu bertanya padaku apa yang aku makan di
sekolah. Aku hanya bisa menjawab bahwa aku tidak memakan makanan berat, hanya
jajanan ringan seperti batagor, siomay, atau roti bakar. Mendengar itu, mamaku
sedikit kecewa.
Sepulang dari kantor, mamaku berkata
kepadaku,”banyaknya uang yang kita berikan itu tidak penting. Mau Rp 100.000,
Rp 50.000 bahkan Rp 10.000. jika kita sudah berusaha sebaik mungkin, dan memang
itu yang bisa kita berikan, berarti itu adalah usaha terbaik dari diri
kita. Yang terpenting bukan uangnya,
tapi kerelaan dalam menyisihkan uang jajan dan ketulusan untuk memberikan uang
itu kepada orang yang lebih mampu. Itu yang terpenting. Jadi, berapapun
tabunganmu, maka itu yang terbaik ada padamu.”
Kata-kata mamaku membuat aku sadar
bahwa uang yang sudah aku tabung dengan sebaik mungkin, adalah usaha terbaik
dariku untuk tulus member bagi mereka yang membutuhkan.
Sumber : Koran by Josephine Febriyanti (kelas 6 SD BPK
penabur Bogor)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar