PERKEMBANGAN
PERTANIAN
Seiring dengan melonjaknya jumlah penduduk secara cepat, baik secara international maupun secara nasional khususnya Indonesia. Maka hal ini pun akan mempengaruhi pembangunan yang terjadi dimana-mana sehingga menyebabkan timbulnya berbagai aktivitas-aktivitas manusia dalam mempertahankan hidupnya baik dalam industri kecil, menengah, dan besar yang semuanya itu dapat menyebabkan pencemaran lingkungan. Sebagai contoh, di Indonesia masa sekarang ini banyak industri kecil seperti industri tahu dan tempe yang memiliki manfaat yang besar bagi penduduk. Tetapi dibalik manfaat tersebut industri tersebut pun berpotensi sebagai pencemar pada lingkungan sekitarnya melalui limbah – limbah buangan yang dihasilkan.
Selain itu, semakin merebaknya jumlah penduduk maka ketersediaan air bersih pun susah. Maka itu, penduduk saling berlomba demi mendapatkan air bersih tersebut dengan cara memfasilitasi rumah mereka dengan sistem pengeboran air tanah dengan membuat sumur dan memanfaatkan tenaga listrik melalui mesin penyerap air tanah. Manfaat sistem sumur dan pengeboran air tanah ini tentu saja memberi manfaat yang besar bagi penduduk. Rata – rata penduduk Indonesia khususnya penduduk Babarsari, Yogyakarta memiliki masing – masing sumur bor. Selain manfaatnya yang besar bagi penduduk, ternyata dengan dilakukannya sumur bor ini juga berpotensi untuk menghasilkan logam yaitu Selenium yang mencemari air tanah dan tanah. WHO menetapkan kadar selenium pada air minum sebesar 0,01 mg/l sedangkan Peraturan Pemerintah No 20/1990 merekomendasikan kadar selenium yang diperbolehkan 0,01 mg/l. (Nda/V-1). Sehingga jika melebihi dari standar Selenium bersifat toksik pada air minum yang dikonsumsi penduduk.
Unsur Selenium (Se) sangat toksik dan langsung tidak diperlukan oleh tubuh
badan. Walaupun selenium merupakan unsur mineral yang diperlukan untuk
tumbesaran dan dipercayai boleh merendahkan tahap ketoksikan bagi logam atau
unsur yang lain contohnya raksa tetapi ia juga boleh menjadi sangat toksik
dalam kuantiti yang banyak (WHO, 1990).
Tanah yang tercemar
logam perlu diremediasi. Apabila hal tersebut terus berlanjut maka yang akan
merasakan dampaknya adalah manusia itu sendiri. Maka diperlukan adanya metode
yang dapat menekan polusi lingkungan khususnya pada tanah. Salah satu metode
yang dapat digunakan adalah fitoremediasi dengan menggunakan tanaman. Konsep
pemanfaatan tumbuhan dan mikroorganisme untuk meremediasi tanah yang
terkontaminasi polutan adalah pengembangan terbaru dalam teknik pengolahan
limbah.
Fitoremediasi merupakan remediasi dengan memanfaatkan tumbuhan sebagai penyerap
polutan. Dalam kasus ini digunakan tumbuhan Brassica juncea L. Sawi termasuk tanaman sayuran yang tahan terhadap
hujan. Sehingga ia dapat ditanam di sepnjang Tahun. Keadaan tanah yang
dikehendaki adalah tanah gembur, banyak mengendung humus, dan drainase baik
dengan derajat kemasaman (pH) 6-7 (Anonim, 1992).
Dengan pemanfaatan tumbuhan sawi diharapkan dapat menyerap kandungan kadar
Selenium (Se) pada batas tertentu yangyang bersifat toksik dan didegradasi oleh
jenis tumbuhan ini sehingga kadar Selenium (Se) yang awalnya bersifat toksik
dapat berubah menjadi non-toksik. Sehingga kadar Selenium (Se) yang mencemari
tanah dan air tanah dapat kembali pada kadar tertentu yang tak bersifat toksik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar