MEKANISME PENGERINGAN KAYU PADA
SKALA LABORATORIS
Kadar air
kayu berturut-turut dimulai dari kondisi segar, basah, titik jenuh serat, kadar
air tertentu, kering udara dan kering tanur. Kayu pada kondisi basah paling
rawan terhadap serangan organisme perusak misalnya serangga dan jamur. Kondisi
kadar air tertentu (di bawah titik jenuh serat) kayu rawan terhadap efek
penyusutan yang tidak terkendali, sedangkan kayu kering udara (disebut juga
kering angin, seimbang, siap pakai atau stabil) sangat penting untuk diterapkan
di dalam penggunaan kayu sebagai bahan baku produk tertentu (Pandit dan Ramdan,
2002).
Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah
masalah kualitas pengeringan kayu, khususnya yang berkaitan dengan kadar air
kayu. Negara-negara importir hasil kayu menentukan kadar air dari produk kayu
yang berlainan, sesuai dengan kondisi iklim/cuaca negara mereka masing-masing.
Ketidaksesuaian kadar air kayu dengan kondisi iklim negara pengimport dapat
menyebabkan kayu menjadi retak, pecah atau berubah bentuk. Untuk negara-negara
beriklim sedang seperti negara-negara Eropah, Amerika, Kanada dan Jepang
menuntut persyaratan kadar air maksimal 8% Selain itu, keseragaman kadar air
kayu baik antar sortimen/potongan kayu maupun dalam sepotong kayu, serta bebas
dari sisa tegangan pengeringan juga menjadi persyaratan yang penting agar
produk yang dihasilkan mencapai mutu yang prima (Budianto, 1996).
Adapun
tujuan dari praktikum yang berjudul ”Mekanisme Pengeringan Kayu Pada Skala
Laboratoris” adalah :
- Mengetahui perubahan kadar air selama proses pengeringan berlangsung.
- Mengetahui distribusi kadar air dan tegangan dengan menggunakan uji garpu dan kuantitatif/sayatan.
DAFTAR PUSTAKA
Basyar, A. 1999. Perkebunan
Kelapa Sawit. Lembaga Konsultasi Penerbitan Masyarakat (LKPM). Bayu.
Budianto, A.1996. Sistem Pengeringan Kayu. Kanisius. Semarang
Dephutbun
RI. 1998. Buku Panduan Kehutanan Indonesia. Departemen Kehutanan dan Perkebunan
Republik Indonesia Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan Perkebunan.
Jakarta
Dumanauw, J. F. 2003. Mengenal Kayu. Kanisius. Yogyakarta.
Energi Portal. 2007. Memperoleh Nilai Ekonomis
Lebih dari Kelapa: Biodiesel, Glycerin, dan Produk Samping Lainnya.
Situs Web Portal Media Informasi Energi
Fauzi, Y., Widyastuti.,
Satyawibawa, I., dan Hartono. 2002. Kelapa Sawit : Budidaya, Pemanfaatan Hasil
dan Limbah, Analisis Usaha dan Pemasaran. Penebar Swadaya. Bogor.
Frick, H. 1983. Ilmu Konstruksi Bangunan Kayu .Kanisius. Jakarta
Haygreen, G dan Bowyer. 1993. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu. Gadjah
Mada University Press; Yogyakarta.
Pandit dan Ramdan. 2002.
Anatomi Kayu. ITB : Bandung
Suryadi, S. 2008. Limbah Perkebunan Kelapa (Cocos
Nucifera) sebagai
Bahan Pengawet Makanan.
Karya Tulis Ilmiah in Internet.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar