H.O.R.A.S

Selamat Datang buat anda yang mengunjungi blog ini, Segala informasi dalam blog ini merupakan bantuan dari buku-buku, majalah, dan lain-lain
Semoga blog ini bermanfaat bagi anda ^^.


Sabtu, 02 Juni 2012

SURVEI RUMAH SEHAT


PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan pembangunan dewasa ini ditandai dengan peningkatan macam-macam bahan bangunan dan munculnya bahan bangunan baru. Keadaan tersebut memungkinkan berbagai ragam alternatif pemilihan bahan bangunan guna mengkonstruksikan gedung. Maraknya penemuan bahan bangunan baru juga ditandai dengan kesadaran terhadap ekologi lingkungan dan fisika bangunan. Membangun berarti suatu usaha untuk menghemat energi dan sumber daya alam. Teknologi bangunan yang baru menuntut para ahli supaya mereka terbuka terhadap perkembangan tersebut, karena tidak jarang teknologi baru menyimpang dari cara pertukangan tradisional. Bahan bangunan alam yang tradisional seperti batu alam, kayu, bambu, tanah liat, dan sebagainya tidak mengandung zat kimia yang mengganggu kesehatan. Lain halnya dengan bahan bangunan modern seperti tegel keramik, pipa plastik, cat-cat yang beraneka macam warnanya, perekat, dan sebagainya.
Rumah yang sehat adalah rumah yang praktis, tahan lama dan hemat energi sehingga menjadikan hidup lebih terjamin, layak dan mampu menghemat biaya hidup. Membuat rumah Anda layak dengan lingkungannya yang baik, tidak seharusnya membutuhkan biaya yang besar. Pada kenyataannya, ada banyak cara untuk memperbaiki rumah dan kulitas hidup yang dapat menghemat uang, sekaligus memanfaatkan sumber-sumber daya alam yang tersedia untuk keluarga Anda, misalnya: penggunaan pupuk untuk tanaman buah-buahan, air untuk sayur-sayuran, pakan untuk ternak, pembelian kayu bakar yang dapat dikurangi. Dengan merancang atau merenovasi sebuah rumah dengan menggunakan prinsipprinsip Permakultur, bahan-bahan bangunan yang berkelanjutan dan energi dengan teknologi tepat guna, tentunya kualitas kehidupan penghuninya dapat ditingkatkan dan biaya hidup dapat lebih ditekan.
Patokan rumah ekologis merupakan prinsip dasar dalam perencanaan rumah sehat yang berkesinambungan serta pembangunan berkelanjutan di daerah tropis. Patokan tersebut didasarkan pada dua seminar dan lokakarya internasional tentang arsitektur ekologis dan lingkungan di daerah tropis pada tahun 2000 dan 2005, serta 25 asas tentang Baubiologie (lihat: Schneider, Anton. Gesünder Wohnen durch biologisches Bauen. Neubeuren 1982). Dalam rangka menuju masa depan yang terpelihara dan alam lestari, maka planet bumi ini harus dirawat dengan lebih seksama, dan rumah yang dibangun seharusnya ekologis. Kebutuhan atas perkembangan berkelanjutan belum pernah se penting seperti sekarang. Pengaruh perabadan manusia cenderung merusak lingkungan sebagai dasar kehidupannya. Berdasarkan pertimbangan tersebut, tim dari lembaga pendidikan lingkungan, manusia, dan bangunan menyusun 10 patokan ini sebagai standar rumah ekologis yang sehat.         
            Tujuan dalam praktikum ini adalah untuk mengetahui apakah rumah yang disurvei terkategori rumah sehat atau tidak berdasarkan criteria dan kelengkapan rumah sehat.


TINJAUAN PUSTAKA

Gambaran Umum
Pembentukan gedung memanfaatkan segala sesuatu yang dapat menurunkan suhu dan perlindungan terhadap sinar panas matahari sehingga ruang di dalamnya menjadi nyaman. Gedung sebaiknya dilengkapi dengan atap sengkuap yang luas dan tingginya tidak melebihi 3 lantai agar tidak merugikan gedung tetangga. Pada organisasi denah perlu diperhatikan, bahwa ruang-ruang tidak selalu dapat diatur secara optimal, sehingga harus diperhatikan juga orientasi jendela terhadap matahari (kamar tidur tidak menghadap be barat). Ruang yang mengakibatkan tambahan panas (dapur) sebaiknya dipisahkan sedikit dari rumah. Ruang yang menambah kelembapan (kamar mandi, ruang cuci) harus direncanakan dengan penyegaran udara yang baik dan pertukaran udara yang tinggi sehingga tidak akan tumbuh cendawan kelabu.
Atap sebaiknya berbentuk pelana sederhana (tanpa jurai luar dan dalam) sehingga mudah dibuat rapat air hujan dengan atap sengkuap yang luas. Atap yang paling bagus menahan panas adalah atap dengan ruang atap yang penghawaannya berfungsi baik, atau atap bertanaman yang dapat meresapkan air hujan maupun mengatur iklim ruang dalam.
Kelembapan tanah yang naik juga mengakibatkan masalah pada lapisan dinding. Lapisan dengan cat dapat menimbulkan kesulitan yang mirip dengan plesteran dinding yang kedap air. Jika trasraam tidak kedap maka kelembapan naik sampai kuda-kuda atap. Cat sintetik bersifat agak kedap air dan memungkinkan saluran air sebanyak 2-9 g/m2h saja, sedangkan cat perekat atau cat kapur mengizinkan 15-17 g/m2h tembus.
Setiap rumah dan lingkungannya dipengaruhi oleh tanah dan lingkungan di sekitarnya, misalnya:
1.    Curah hujan – Dapat mengakibatkan pembusukan dan jamur
2.    Erosi, banjir, dan tanah longsor – Dapat merusak atau menghancurkan bangunan
3.    Angin – Dapat merusak rumah,atap dan dapat menimbulkan rasa tidak nyaman
4.    Suhu udara – Dapat pula menimbulkan rasa tidak nyaman
5.    Jenis tanah dan bebatuan – Dapat membuat rumah menjadi tidak stabil
6.    Pepohonan – Dapat menimpa bangunan dan akar-akarnya dapat merusak fondasi
7.    bangunan
8.    Kurangnya persediaan air – Membuang-buang tenaga dan waktu (saat mengangkut air)
9.    Nyamuk dan serangga beracun – Dapat menimbulkan masalah kesehatan yang serius dan rayap dan semut – Dapat merusak bangunan
Semua faktor-faktor tersebut dapat menjadi pertimbangan untuk meringankan pekerjaan, meningkatkan kualitas rumah dan lingkungan tempat tinggal, serta mengurangi atau mencegah masalah-masalah yang timbul di kemudian hari.
Kuda-kuda menggunakan material kayu dengan atap menggunakan seng. Metoda sambungan yang dipergunakan sangat sederhana, hal ini untuk memudahkan masyarakat dalam mencontoh. Untuk memperkuat hubungan antara batang dan menjaga stabilitasnya, maka hubungan antara batang membentuk segitiga. Hubungan antara kuda-kuda yang satu dengan kuda-kuda lainnya menggunakan batang pengaku dan batang pengaku di badan bangunan yang biasa disebut dengan batang lintel Beberapa aspek yang perlu diperhatikan adalah sambungan antar batang horisontal jangan terletak pada titik buhul, hal ini untuk menghindari terjadinya lendutan, harus dihamai antara sambungan tarik dan sambungan tekan. Plafon pada overstek menggunakan kisi-kisi ukuran 2/3, hal ini dikamsudkan untuk memberikan sirkulasi udara yang lebih baik, mengingat atap yang dipergunakan adalah seng yang cukup panas.
Hubungan antara masa pakai bahan bangunan dan struktur bangunan akan mempengaruhi pilihan struktur dan penggunaan bahan bangunan. Bahan bangunan apapun yang dipilih sebagai bagian struktur (sebaiknya tahan minimal 60 tahun), bagian sekunder, atau bagian perlengkapan/utilitas yang tahan hanya sekitar 5-20 tahun selalu harus dipertimbangkan masa pakainya (life span). Desain struktur yang berkesinambungan (lihat: Steiger, Peter. Bauen mit dem Sonnen-Zeit-Mass. Karlsruhe 1988. hlm. 17+35) selalu mempertimbangkan masa pakai dan masalah perawatan.
Beberapa Pembangunan berkelanjutan tercapai dengan perhatian pada sembilan patokan rumah ekologis sebagai rumah sehat tersebut di atas. Dengan perhatian khusus pada etika lingkungan masalah efek samping yang merugikan tetangga atau manusia yang lain dapat dihindarkan. Pertanggungjawaban setiap manusia terhadap lingkungan serta pengaruh pembangunan berkelanjutan dapat diukur dengan jejak ekologis (ecological footprint). Jejak ekologis tersebut mengukur kebutuhan bahan baku alam yang digunakan oleh setiap bangsa dan setiap orang.
Jejak ekologis menghitung luasnya tanah subur, air tawar, lautan, dan banyaknya energi yang tidak terbarukan dan yang dibutuhkan manusia untuk memenuhi kebutuhan atas pangan, sandang, papan, serta mobilitas. Jejak ekologis dari semua penduduk bumi pada saat ini mencapai 2.2 hektar, sedangkan luasnya lahan subur di dunia mencapai 1.8 hektar per orang. Hal ini berarti bahwa cara kehidupan masa kini telah melebihi kemampuan bumi dan mengancam keberlanjutan kehidupan pada planet ini.



DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kehutanan. 2008. Pemanfaatan Kayu. Jakarta.

Haygreen, J. G. dan J. L. Bowyer. 1982. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu, Suatu Pengantar. UGM – Press. Yogyakarta.

Pandit dan Ramdan. 2002. Anatomi Kayu. ITB : Bandung



Tidak ada komentar:

Posting Komentar