PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kayu
sebagai bahan pokok bangunan konstruksi bangunan sampai dengan saat ini relatif
belum tergantikan secara signifikan oleh material lain, terutama bagi
konstruksi bangunan yang mempunyai kompleksitas sederhana. Beberapa komponen
struktur dari bangunan tersebut tetap memerlukan kayu sebagai bahan pokoknya.
Sehingga kebutuhan pasokan kayu masih tetap tinggi, sedang di lain pihak
ketersediaannya semakin berkurang, terutama kayu kelas tinggi. Keadaan ini
merupakan peluang bagi pasokan kayu kurang dikenal. Kayu kelas rendah terdiri
dari jenis – jenis kayu tercampur yang sebelumnya kurang dikenal atau jenis
kayu yang sudah dikenal namun jumlahnya sedikit. Selain dari itu, kayu tersebut
mempunyai karakteristik kelas awet dan kelas kuatnya yang rendah yaitu kelas
kuat III atau kurang. Sebagian besar kayu demikian adalah jenis – jenis kayu
cepat tumbuh, dari hutan produksi atau hutan rakyat (Prayogo, 2006).
Kayu merupakan bahan
mentah yang mudah diproses untuk dijadikan barang lain. Dengan kemajuan
teknologi, kayu sebagai bahan mentah mudah diproses menjadi barang lain. Kayu
tidak mempunyai sifat-sifat spesifik yang tidak bisa ditiru oleh bahan-bahan
lain.misalnya kayu mempunyai sifat elastis, ulet, mempunyai ketahanan terhadap
pembebanan yang tegak lurus dengan seratnya atau sejajar seratnya dan masih ada
sifat-sifat lain lagi. Sifat-sifat seperti ini tidak dipunyai oleh bahan–bahan
baja, beton, atau bahan-bahan lain yang bisa dibuat oleh manusia (Iswanto,
2007)
Bahan
konstruksi adalah bahan yang dipergunakan untuk mendukung bebandalam arti
memerlukan analisa/perhitungan yang cukup cermat, dan untuk kayu mencakup
bahan-bahan untuk kuda-kuda, jembatan, tiang pancang dan sebagainya.Penggunaan
kuda-kuda kayu dapat menghemat biaya sekitar 40-50% dibandingkan jika
menggunakan baja. Diperkirakan sekitar 80% konsumsi kayu diperuntukkan pada
bangunan rumah/gedung, sedangkan yang 20% untuk perancah, jembatan, dermaga dan
lain-lain. Penggunaan kayu untuk pembangunan jembatan dan tiang pancang tidak lebih
dari 5%. Jika kita akan bicara tentang kayu sebagai bahan struktur bangunan,
maka yang harus diperhatikan antara lain adalah kekuatan dan keawetan kayu,
karena tujuan umum para pemilik bangunan maupun perencana adalah
membangun/mempunyai gedung yang aman dan kuat konstruksinya, biaya
konstruksinya murah, umur bangunan cukup lama serta biaya pemeliaraannya ringan
(Abdurachman dan Nurwati, 2009).
Tujuan
Tujuan dari Praktikum
Penggunaan dan Proteksi Bangunan Berkayu yang berjudul Sambungan Kayu ini adalah
untuk mengetahui jenis – jenis sambungan kayu, mengetahui alat sambung yang
digunakan dan tata letak sambungan pada bagian bangunan.
TINJAUAN PUSTAKA
Sambungan adalah lokasi
sederhana yang menghubungkan dua bagian atau lebih menjadi satu dengan bentuk
tertentu pada ujung perlekatannya. Komponen pembentuk sambungan adalah kayu
yang akan disambung, alat sambung (fastener)
dan alat pelat sambung (Connector plate).
Dalam melakukan penyambungan, agar sambungan kayu
awet dan kuat harus diperhatikan hal-hal berikut:
1. Kayu
yang akan disambung harus merupakan pasangan yang cocook,tidak longgar agar
tidak saling bergeser dan tidak terlalu kencang.
2. Penyambungan
kayu juga tidak boleh merusak kayu seperti salah dalam mengebor karena dapat
menjadi awal dari pelapukan, salah dalam menggergaji dan kayu tidak boleh
dipukul-pukul langsung, tetapi harus di beri bantalan dahulu.
3. Sesudah
bentuk sambungan dibuat atau sudah jadi, terlebih dahulu pada sambungan ini
diberi bahan pengawet seperti meni atau ter. Tujuannya agar tidak mudah lapuk
karena daerah sambungan biasanya mudah kemasukan air
4. Sebaiknya
sambungan kayu terlihat dari luar agar mudah dikontrol dan diperbaiki bila ada
kerusakan
(Pranata,2004).
Sambungan kayu tanpa
alat-alat sambungan merupakan cara menyambung kayu tertua. Semua gaya disalurkan dari kayu
yang satu ke kayu yang lain. Penggunaan alat-alat sambung sederhana seperti
pengikatan, paku, pasak, kelam atau besi trip berfungsi sebagai pengaman pada
titik letak sambungan tersebut. Sambungan perekat merupakan sambungan bidang
yang sangat kuat. Jangan manggabungkan kekuatan sambungan perekat dengan alat
sambung yang lain misalnya lem dan paku. Pada saat sambungan menerima beban,
sambungan langsung menerima beban tersebut, sedangkan alat sambungan yang lain
baru menerima beban penuh sesudah terjadi pergeseran sedikit (Frick, 2004).
Alat-alat sambung kayu
telah mengalami perbaikan dan perkembangannya selama bertahun-tahun. Saat ini,
sambungan dapat dirancang dengan akurasi yang sama dengan bagian lain dari
suatu struktur. Alat-alat sambung ini terdiri dari paku, sekrup, lag screw, dowel, pin beralur (drift pin), baut beralur (drift bolt) dan baut. Sedangkan pada
alat-alat sambung yang lain adalah paku khusus, kokot (Staple),Paku sumbat kayu (Timber
rivet), cincin belah (split ring),
plat geser (shear plate) Spike grid, toothed shet-stell plate, plat klem (clamping plate), framing
anchor, joist ,purlin hanger dan
sebagainya (Faherty, 1997).
Umumnya alat – alat
sambung pengikat kayu terbuat dari logam dan memiliki kekuatan yang tinggi
sehingga kerusakan pada alat sambung pengikatnya sendiri tidak menjadi
perhatian. Persyaratan utamanya adalah kuat pengangannya, yaitu kemampuannya
untuk meneruskan tegangan dari satu elemen ke elemen lainnnya tanpa menimbulkan
kerusakan. Kuat pegang berhubungan dengan sifat kekuatan struktural dan kondisi
kayu. Diperkirakan sekitar 75.000 alat sambung atau pengikat, utamanya paku,
digunakan di setiap rumah. Paku umumnya digunakan untuk menahan beban yang
ringan, seperti pada konstruksi rangka ringan, diafragma dan dinding geser (shear wall). Sementara itu, baut
digunakan untuk menahan beban dengan jarak relatif besar yang perlu diteruskan
melalui sebuah sambungan, juga digunakan pada konstruksi kayu berat dan
konstruksi rangka ringan untuk mengantisipasi beban yang besar (Hoadley, 2000).
Sambungan dengan paku
memiliki beberapa kelebihan dibandingkan sambungan dengan baut. Hal ini terkait
antara lain dengan efisiensi paku yang lebih besar, perlemahan yang diberikan
relatif kecil yaitu kira-kira 10% sehingga sering diabaikan, lebih kaku dan
pengerjaannya relatif lebih mudah bila kayu yang akan dikerjakan tidak terlalu
keras dan bagian yang disambung tidak terlalu tebal sehingga tidak perlu dibor
terlebih dahulu. Meskipun baut banyak dipakai, sebetulnya dianggap tidak begitu
baik karena efisiensinya rendah dan deformasinya besar. Baut lebih mudah
dipasang karena tidak memerlukan pembuatan alur dan elemen yang telah disambung
tidak perlu dipisahkan (Yap, 1984).
Konstruksi kuda-kuda kayu
umumnya merupakan suatu konstruksi penyanggah atau pendukung utama dari atap.
Konstruksi kuda-kuda kayu mempunyai syarat tidak boleh berubah bentuk, terutama
jika sudah berfungsi. Beban-beban atap yang harus diterima konstruksi kuda-kuda
kayu melalui gording-gording yang sedapat mungkin disalurkan / diterima tepat
pada titik buhul. Dengan demikian rangka batang dapat bekerja sesuai dengan
perhitungan besarnya gaya
batang dan juga batang tersebut tidak terjadi tegangan lentur melainkan hanya
terdapat tegangan normal tekan dan tarik (Frick, 1982).
Macam – macam sambungan
kayu terdiri atas:
- Sambungan ke arah panjang.
Sambungan ini untuk
memperoleh panjang kayu yang dibutuhkan, dapat dua batang atau lebih.
- Sambungan menyudut.
Sambunga ini terdiri dari
beberapa batang kayu yang posisinya tidak dalam satu garis lurus, misalnya
untuk membentuk konstruksi rangka batang.
- Sambungan ke arah lebar.
Sambungan ini banyak
dipakai untuk menyambung papan – papan pada arah lebarnya untuk memperoleh
bidang permukaan yag luas, misalnya untuk papan lantai dan dinding penyekat.
- Sambungan bersusun.
Sambungan ini terdiri
beberapa batang kayu yang disusun menjadi satu kesatuan untuk memperoleh tinggi
dan kekakuan yang besar.
- Sambungan dengan pengunci.
Sambungan dengan penngunci
dibuat apabila pada satu titik sambungan ada lebih dari dua batang kayu.
(Puspantoro, 1992).
METODOLOGI
Waktu dan Tempat
Praktikum
Penggunaan dan Proteksi Bangunan Berkayu yang berjudul Sambungan Kayu ini
dilaksanakan pada hari Jumat, tanggal 11 Maret 2011. Praktikum ini dilaksanakan
di gedung pemerintahan yakni di Departemen Kehutanan Balai Pemantauan
Pemanfaatan Hutan Produksi (BP2HP) Wilayah II Medan di Jln. Sisingamangaraja, Medan.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum
ini adalah kamera digital. Bahan yang digunakan adalah bangunan pemerintahan
yang memiliki sambungan kayu sebagai objek pengamatan dan bahan kuliah tentang
sambungan kayu.
Prosedur
- Dikunjungi tempat yang terbuat dari bahan kayu
- Dilakukan pengamatan terhadap bangunan kayu yang memiliki sambungan
- Didokumentasikan sambungan – sambungan yang ada pada bangunan
- Dibuat laporan sambungan kayu
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman dan Nurwati, H. 2009. Mutu
Beberapa Jenis Kayu Tanaman untuk Bahan Bangunan Berdasarkan Sifat Mekanisnya. Prosiding
PPI Standardisasi 2009 - Jakarta,
19 November 2009. Jakarta.
Faherty, KF. 1997. Mechanical
Fastener and Connectors. Dalam Wood
Engineering and Construction Handbook.
Editor. McGraw Hill. New York.
Frick, H. 1982 . Ilmu konstruksi Bangunan
Kayu. Kanisius Press. Yogyakarta.
Frick, H., dan Moediartianto. 2004. Ilmu Konstruksi Bangunan Kayu
Edisi Baru. Kanisius, Press. Jakarta.
Hoadley, RB. 2000. Understanding
Wood a Craftsman guide to wood
Technology. The Taunton
Press. New York.
Iswanto, D.2007. Kajian
Terhadap Struktur Rangka Kayu Atap Rumah Tahan Gempa . Enclosure Volume 6
No. 1. Medan.
Pranata, R. M.H. 2004.
Pengaruh Bentuk Sambungan Terhadap Sifat Mekanis LVL (Laminated Veneer Lumber) Produksi PT. Putra Sumber (PSUT). Skripsi
Jurusan Teknologi hasil Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
Prayogo, I. 2006. Prospek Pemanfaatan
Kayu Kelas Rendah untuk Bahan Bangunan di Jawa Timur. Jurnal Pondasi vol. 12.
Juni. 2006. Surabaya.
Puspantoro, B. 1992. Konstruksi Bangunan Gedung, Sambungan Kayu Pintu
Jendela. Penerbit Andi Offset. Yogyakarta.
Yap, KHF. 1984. Konstruksi
Kayu. Binacipta. Bandung.
Teman-teman PEH ku 2008 SINABUNG ^^ |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar