H.O.R.A.S

Selamat Datang buat anda yang mengunjungi blog ini, Segala informasi dalam blog ini merupakan bantuan dari buku-buku, majalah, dan lain-lain
Semoga blog ini bermanfaat bagi anda ^^.


Selasa, 15 April 2014

Kandungan Bawang Merah



 SENYAWA KIMIA BAWANG MERAH

Bawang merah memiliki karakteristik senyawa kimia, yaitu senyawa kimia yang dapat merangsang keluarnya air mata jika bawang merah tersebut disayat pada bagian kulitnya dan senyawa kimia yang mengeluarkan bau yang khas (Lancaster dan Boland, 1990; Randle, 1997). Zat kimia yang dapat merangsang keluarnya air mata disebut lakrimator, sedangkan bau khas dari bawang merah disebabkan oleh komponen volatile (minyak atsiri). Minyak atsiri dihasilkan oleh proses biokimia flavor, dimana flavor memiliki prekursor atau bahan dasar yang bereaksi dengan enzim spesifik dari bawang merah yang kemudian menghasilkan berbagai jenis zat kimia antara lain lakrimator, minyak atsiri, asam piruvat, dan amonia (Lancaster dan Boland, 1990).
Bawang merah mengandung senyawa–senyawa yang dipercaya berkhasiat sebagai antiinflamasi dan antioksidan seperti kuersetin yang bertindak sebagai agen untuk mencegah sel kanker. Kuersetin, selain memiliki aktivitas sebagai antioksidan, juga dapat beraksi sebagai antikanker pada regulasi siklus sel, berinteraksi dengan reseptor estrogen (ER) tipe II dan menghambat enzim tirosin kinase. Kandungan lain dari bawang merah diantaranya protein, mineral, sulfur, antosianin, kaemferol, karbohidrat, dan serat (LIPI, 2010). Dari hasil skrining fitokimia, didapatkan hasil bahwa ekstrak umbi bawang merah (Allium cepa L.) mengandung senyawa flavonoid selain senyawa alkaloid, polifenol, seskuiterpenoid, monoterpenoid, steroid dan triterpenoid serta kuinon       (Soebagio, dkk., 2007).
Kulit bawang merah banyak ditemukan sebagai limbah petani bawang merah. Kandungan kimia aktif dimaksudkan sebagai komponen aktif biologi terhadap manusia maupun hewan dan tumbuhan. Kandungan kimia aktif biologi dapat bersifat racun jika digunakan pada dosis yang tinggi, dengan demikian secara in vivo kematian suatu hewan percobaan dapat dipakai sebagai alat pemantau penapisan awal kandungan kimia aktif suatu bahan alam terhadap ekstrak, fraksi maupun isolat. Namun pengujian ini masih bersifat umum oleh karena itu perlu dilakukan uji lain yang lebih terarah untuk mengetahui aktivitas spesifiknya (Meyer, 1982).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar