H.O.R.A.S

Selamat Datang buat anda yang mengunjungi blog ini, Segala informasi dalam blog ini merupakan bantuan dari buku-buku, majalah, dan lain-lain
Semoga blog ini bermanfaat bagi anda ^^.


Sabtu, 08 November 2014

Tanaman Teh (Camellia sinensis)



Tanaman teh (Camellia sinensis ) merupakan salah satu jenis tanaman yang banyak dibudidayakan di Indonesia, terutama di daerah dataran tinggi. Tanaman teh tersebut, sebagaimana tanaman lainnya, tidak luput dari serangan hama. Jenis hama utama yang menyerang tanaman teh antara lain dari golongan tungau. Beberapa spesies tungau yang telah diketahui banyak menyerang perkebunan-perkebunan teh di Indonesia adalah Acaphylla theae, Polypagotarsonemus latus, Calacarus carinatus dan Brevipalpus phoenicis (Anonim, 1992).

Di Jawa dan Sumatera, tungau jingga (Brevipalpus phoenicis) merupakan tungau hama tanaman teh yang sangat merugikan. Tingkat kerugian ekonomi tersebut dicapai apabila dalam setiap daun teh berisi 24 tahap telur, larva, nimfa dan dewasa B. phoenicis. Kerugian yang ditimbulkan meliputi kerusakan areal perkebunan hingga sekitar 50% dan menurunnya pertumbuhan pucuk daun teh yang mencapai 30%. Di Kenya, tungau jingga bahkan dikatakan sebagai tungau hama utama tanaman teh yang menimbulkan kerugian yang sangat besar        (Schuster and Murphy, 1991).

Besarnya tingkat kerugian produk teh dapat menjadi lebih meningkat apabila perkebunan teh hanya mengandalkan penggunaan berbagai jenis pestisida dalam upayanya mengendalikan berbagai jenis jamur, serangga dan tungau. Dampak penggunaan pestisida meliputi dampaknya terhadap produk teh itu sendiri serta lingkungan. Kontaminasi pestisida dalam dosis tinggi akan menurunkan kualitas produk teh dan kualitas tanah, air dan berbagai komoditas disekitarnya, baik komoditas yang dikonsumsi setempat maupun komoditas eksport selain the (Widayat, 1989).

Telah dikemukakan bahwa penggunaan pestisida berdampak terhadap produk teh dan lingkungannya. Selain itu, pestisida yang telah lama dipergunakan oleh perkebunan teh dapat mempengaruhi hubungan alamiah mangsa-pemangsa. Pada umumnya, kemampuan mentoleransi pestisida dan tingkat resurjensi tungau hama termasuk tungau jingga (mangsa), sangat tinggi (McMurtry dan Croft, 1997). Sebaliknya, A. deleoni yang merupakan predator tungau jingga, sangat rentan terhadap berbagai pestisida yang diaplikasikan. Mortalitas yang besar pada A. deleoni menyebabkan pengendalian hayati alamiahnya terganggu dan menurun drastis. Akibatnya, pada suatu saat tertentu, populasi tungau jingga akan sangat meningkat (resurjensi), sedangkan populasi tungau predatornya, A. deleoni sangat rendah (McMurtry and Croft, 1997).

Tungau predator A. deleoni berpotensi besar sebagai tungau predator bagi tungau B. phoenicis. Dikemukakan keduanya bahwa tungau predator A. deleoni lebih banyak memilih tahap telur dari tungau hama B. phoenicis dibandingkan tahap hidup tungau hama lainnya, dengan rata-rata 5 butir telur selama 24 jam. Meskipun demikian, tahap larva tungau hama menjadi pilihan predasi ke 2 dengan rata-rata predasi mencapai 3 individu, sedangkan tahap nimfa dan dewasa juga dipredasi dengan rata-rata masing-masing mencapai 2 dan 1 individu selama 24 jam (Evans and Till.1996).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar