H.O.R.A.S

Selamat Datang buat anda yang mengunjungi blog ini, Segala informasi dalam blog ini merupakan bantuan dari buku-buku, majalah, dan lain-lain
Semoga blog ini bermanfaat bagi anda ^^.


Kamis, 03 November 2011

Kontur PETA



PEMBUATAN KONTUR

            Ilmu ukur tanah merupakan ilmu terapan yang mempelajari dan menganalisis bentuk topografi permukaan bumi beserta obyek-obyek di atasnya untuk keperluan pekerjaan-pekerjaan konstruksi. Ilmu Ukur Tanah menjadi dasar bagi beberapa mata kuliah lainnya seperti rekayasa jalan raya, irigasi, drainase dan sebagainya. 

Kebutuhan atas peta, baik untuk pembangunan, perjalanan, kesenangan maupun aksesori sudah making meningkat seiring dengan perkembangan kemajuan teknologi serta keinginan manuasia untuk menjelajah dan melakukan perjalanan dalam mencari informasi maupun menambah kekayaan informasi diluar habitat yang ditempati. Salah satu komponen ini adalah gambaran dari bumi baik seutuhnya maupun sebagian yang di letakkan dalam format analog maupun digital. Kita ketahui banyak macam peta yang ada seperti peta rupa bumi, peta tematik peta citra dan lain sebagainya yang pada intinya menyajikan  informasi perihal lokasi, penjelasan dan asosiasi atas lokasi tersebut yang meliputi hal-hal sebagai berikut:  Gambaran perihal liputan lahan maupun fungsi dari liputan  lalannya yang berupa liputan tumbuhan (hutan, belukar, padang rumput dsb.), liputan unsur air (laut, danau, rawa, sungai dsb.), liputan mengenai semua yang berhubungan dengan segala sesuatu buatan manusia (kota, bangunan, jalan dsb.) serta tambahan informasi yang diperlukan untuk memperjelas penyajian peta tersebut yang berupa keterangan nama, simbol-simbol, garis ketinggian serta hal-hal yang dianggap perlu untuk di tampilkan diatas peta yang dibuat (Mastra, 2006)

Informasi ketinggian ataupun kelas lereng lahan saat ini hanya dibuat berdasarkan garis kontur yang terdapat pada peta rupabumi produksi Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL). Sebagaimana  diketahui bahwa garis kontur  yang terdapat pada peta rupabumi produksi BAKOSURTANAL tersebut merupakan hasil interpolasi dari titik-titik ketinggian hasil pengukuran lapangan. Keterbatasan dalam penjelajahan lapangan untuk pengukuran titik ketinggian tersebut menyebabkan hasil pengukurannya juga hanya terbatas pada wilayah yang mudah untuk dijangkau saja, sedangkan wilayah  yang sulit dijangkau  akan diekstrapolasi. Hal ini menyebabkan tingkat ketelitiannya juga akan terbatas. Di tempat yang mudah dijangkau ketelitiannya akan cukup baik sementara daerah yang sulit dijangkau ketelitiannya akan rendah.  Bahan yang  digunakan dalam kegiatan pembuatan kontur  ini  antara lain CD-ROM,  disket, alat tulis. Peralatan yang digunakan  adalah seperangkat PC dengan software ER_Mapper 6.4, ArcView 3.2, ArcInfo, peralatan survei, internet dan lain-lain. (Manalu, dkk, 2005). 

Penelitian ini mencakup pengolahan data pengukuran GPS yang menerapkan beberapa GPS, diarahkan untuk koreksi data, serta melakukan interpretasi data. penyempurnaan metode navigasi dan survai, baik untuk memudahkan penelitian maka digunakan dalam skala regional maupun global. Oleh karena software “Ms. Excel 2000” untuk pengolahan data itu sistem GPS mempunyai banyak keistimewaan dan “Surfer 6 for Windows” untuk pembuatan dibanding dengan alat-alat navigasi dan survai peta topografi lahan. yang bersifat konvensional (Massinai, 2005).

Peta topografi adalah peta yang memiliki informasi tentang ketinggian permukaantanah pada suatu tempat terhadap permukaan laut, yang digambarkan dengan garis-garis kontur. Informasi topografi yang terdapat pada peta topografi dapat digunakan untuk membuat model tigadimensi dari permukaan tanah pada peta tersebut. Dengan model tiga dimensi maka objek pada peta dilihat lebih hidup seperti pada keadaan sesungguhnya di alam, sehingga untuk menganalisa suatu peta topografi dapat lebih mudah dilakukan. Dalam perkembangan GIS, banyak aplikasi yang dapat ditangani antara lain adalah bidang sumber daya alam untuk perencanaan tata guna tanah [1].  Peta topografi merupakan peta yang memuat informasi umum tentang keadaan permukaan tanah beserta informasi ketinggiannya menggunakan garis kontur, yaitu garis pembatas bidang yang merupakan tempat kedudukan titik-titik dengan ketinggian sama terhadap bidang referensi (pedoman/acuan) tertentu. (Rostianingsih dan Gunadi, 2004). 

Gambar 1. Kontur Gunung

            Penelitian tinggi GPS teliti yang dilaksanakan di BAKOSURTANAL tahun 2005 ini diharapkan adalah sebagai langkah awal aplikasi strategi pemanfaatan tinggi GPS tanpa ”pelibatan” data geoid teliti. Penelitian ini menitikberatkan pada perbandingan antara selisih/beda tinggi elipsoid (∆h) terhadap nilai tinggi yang dianggap ”benar” yaitu beda tinggi ortometrik (∆H) yang diperoleh dari pengukuran sipat datar. Semakin kecil penyimpangan atau deviasi ∆h terhadap ∆H pada titik/pilar TTG (Tanda Tinggi Geodesi) yang diamati oleh kedua metode pengukuran sipat datar dan GPS maka bisa dikatakan bahwa penentuan tinggi secara teliti dengan GPS semakin baik. (Lestariya dan Ramdani, 2006).

Sesuai dengan tujuan pembangunannya, teknologi satelit navigasi GPS telah menjadi satu teknologi yang relatif mudah dan murah untuk mewujudkan posisi geografis dan waktu. Walaupun, tentu ada suatu keterbatasan antara biaya yang diinvestasikan dengan ketelitian (presisi,  precision, internal accuracy) dan ketepatan (akurasi, accuracy, reliability) yang akan diperoleh (Seeber 1993, p. 324-326). Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hasil survai GPS terutama adalah  jenis peralatan dan metoda pengukuran serta  metoda pengolahan data yang digunakan. GPS mulai dari yang paling teliti (dan paling mahal) untuk  keperluan ilmiah sampai yang paling seadanya (dan paling murah) untuk keperluan hiburan. Dalam rangka pembangunan informasi spasial, GPS dapat berperan mulai dari realisasi referensi koordinat dengan survai yang sangat teliti sampai pada kegiatan pematokan yang merupakan aplikasi hasil analisis informasi spasial (Setyadji, 2006). 

Pengukuran darat (terrestris) baik dengan pita meteran, total statiun maupun GPS dipandang tetap lebih akurat dibanding pengkuran kartometris ataupun foto udara dan inderaja.  Yang menjadi masalah pada pengukuran terestris adalah pengukuran yang tidak sekaligus sistematis pada areal yang luas, sehingga ketaktelitian pada suatu lahan berakibat langsung ketaktelitian pada areal sekelilingnya.  Hal ini bisa disebabkan oleh akurasi pengukuran itu sendiri, atau oleh proses perhitungan sesudahnya yang men-cakup reduksi dan transformasi ke sistem koordinat referensi atau proyeksi yang di-gunakan. bergelombang. Sasaran utama yang diinginkan dari metode ini adalah DEM untuk menghasilkan garis kontur.  Jadi yang terutama dibutuhkan adalah DEM untuk menghasilkan garis kontur.  Selanjutnya posisi sungai bisa didekati lebih dahulu dengan melihat garis konturnya.  Masalahnya untuk membuat titik-titik input DEM yang rapat pada volume foto yang sangat besar, pekerjaan ini tidak ekonomis.  Sebagai alternatif jalan keluar, DEM didekati dulu dengan titik-titik Triangulasi Udara (AT) yang mau tidak mau memang harus diukur dan dihitung untuk bisa mengerjakan keseluruhan proyek.  Yang penting di sini, harus ada uji coba secara sampling sejauh mana diferensi antara DEM dari titik-titik AT dan DEM dari pengukuran stereo pada daerah yang terbatas.  Bila toleransi ini masih dibolehkan pada skala 1:50.000 maka berarti DEM dari AT ini sudah mencukupi dan pekerjaan ini akan jauh lebih efisien.  (Amhar, dkk, 2001). 

Gambar 2. Bagian Garis-Garis Kontur

            Dengan memahami bentuk-bentuk tampilan garis kontur pada peta, maka dapat diketahui bentuk ketinggian permukaan tanah, yang selanjutnya dengan bantuan pengetahuan lainnya bisa diinterpretasikan pula informasi tentang bumi lainnya.

            Adapun tujuan perlakuan yang berjudul “Pembuatan Kontur” ini adalah agar mahasiswa dapat memahami cara pembuatan peta kontur.

           
METODA
Bahan dan Alat
Bahan
Adapun bahan yang digunakan adalah :
1.      Kebun binatang sebagai objek yang akan diukur batas dan ditentukan konturnya.
2.      Kertas millimeter A1 sebagai kertas untuk menggambar peta kontur kebun binatang.
3.      Data pembuatan kontur sebagai bahan petunjuk menggambar kontur.
4.      Buku data sebagai wadah menulis data kontur.
Alat
            Adapun alat yang digunakan adalah :
1.      Pulpen sebagai alat untuk menuliskan data.
2.      Penggaris 50 cm dan 30 cm untuk digunakan sebagai alat pelurus.
3.      Busur untuk menentukan sudut vertikal.
4.      Kalkulator sebagai alat penghitung data.
5.      Clinometer sebagai alat untuk menentukan sudut azimuth

Prosedur Perlakuan
            Adapun prosedur adalah sebagai berikut :
  1. Dicatat data pembuatan kontur dalam kertas data.
  2. Dihitung interval, jumlah titik dan jarak antar titik kontur dengan data yang telah tersedia.
  3. Dilakukan penggambaran dalam kertas grafik A, dengan arah utara sebagai acuan.
  4. Ditentukan posisi alat I dalam penggambaran pada kertas grafik A2.
  5. Ditarik garis dari titik sesuai dengan derajat yang telah diketahui kearah titik P sesuai dengan tinggi yang telah ditentukan pada data yang telah tersedia.
  6. Ditarik garis dari titik satu kea rah titik a, b, dan c sesuai dengan derajat dan ketinggiannya.
  7. Ditarik garis dari titik I ke II sesuai dengan derajat dan ketinggiannya, kemudian ditarik lagi dari titik II ke titid d, e, f sesuai derajat dan ketinggiannya pula.
  8. Kemudian titik-titik yang memiliki ketinggian yang sama dihubungkan, sementara titik-titik yang tidak mempunyai ketinggian yang sama ditarik ke arah luar.

Tabel I. Data Pembuatan Kontur
Tempat alat
Titik Batas
Sudut Azimuth
Sudut Vertikal (α)
Jarak (m)
Beda Tinggi (m)
Tinggi (m dpl)
Ket.Alat
M (0)
Detail (0)






























Gambar 3. Pengukuran dan Penentuan Garis Kontur

Interval Kontur
Interval kontur adalah jarak tegak antara dua garis kontur yang berdekatan. Jadi juga merupakan jarak antara dua bidang mendatar yang berdekatan. Pada suatu peta topografi interval kontur dibuat sama, berbanding terbalik dengan skala peta. Semakin besar skala peta, jadi semakin banyak informasi yang tersajikan, interval kontur semakin kecil. Indeks kontur adalah garis kontur yang penyajiannya ditonjolkan setiap kelipatan interval kontur tertentu; mis. Setiap 10 m atau yang lainnya.
Dari data yang diperoleh setelah dilakukan penggambaran maka dapat kita lihat bahwa sifat-sifat kontur adalah sebagai berikut : Garis-garis kontur saling melingkari satu sama lain dan tidak akan saling berpotongan, Pada daerah yang curam garis kontur lebih rapat dan pada daerah yang landai lebih jarang, Pada daerah yang sangat curam, garis-garis kontur membentuk satu garis, Garis kontur pada curah yang sempit membentuk huruf V yang menghadap ke bagian yang lebih rendah. Garis kontur pada punggung bukit yang tajam membentuk huruf V yang menghadap ke bagian yang lebih tinggi, Garis kontur pada suatu punggung bukit yang membentuk sudut 90° dengan kemiringan maksimumnya, akan membentuk huruf U menghadap ke bagian yang lebih tinggi, Garis kontur pada bukit atau cekungan membentuk garis-garis kontur yang menutup-melingkar, Garis kontur harus menutup pada dirinya sendiri, Dua garis kontur yang mempunyai ketinggian sama tidak dapat dihubungkan dan dilanjutkan menjadi satu garis kontur.
Dalam penarikan antara kontur yang satu dengan kontur yang lain didasarkan pada besarnya perbedaan ketinggian antara ke dua buah kontur yang berdekatan dan perbedaan ketinggian tersebut disebut dengan „interval kontur“ (contour interval). Untuk menentukan besarnya interval kontur tersebut ada rumus umum yang digunakan yaitu :
Interval Kontur = 1/2000 x penyebut skala (dalam meter).
semakin besar perbedaan angka ketinggian antara dua buah titik ketinggian tersebut, maka semakin banyak dan rapat kontur yang melalui kedua titik tersebut, yang berarti daerah tersebut lerengnya terjal, sebaliknya semakin kecil perbedaan angka ketinggian antara dua buah titik ketinggian tersebut, maka semakin sedikit dan jarang kontur yang ada, berarti daerah tersebut lerengnya landai atau datar.
            Unsur dasar peta ; Untuk dapat menggali informasi sebanyak-banyaknya, pertama kali kita harus cek informasi dasar di peta tersebut, seperti judul peta, tahun peta itu dibuat, legenda peta dan sebagainya. Disamping itu juga bisa dianalisa ketinggian suatu titik (berdasarkan pemahaman tentang kontur), sehingga bisa diperkirakan cuaca, dan vegetasinya.


DAFTAR PUSTAKA
Amhar, F., Patmasari, T dan Anas, K. 2001. Aspek-aspek Pemetaan Batas Wilayah Sebuah Tinjauan Komprehensif. http:// bakosurtanal.go.id/upl_ document/aspek_taswil.pdf . Vol. 8 No. 1, Agustus 2001 [25 November 2009]


Mastra, R. 2006. Beberapa Catatan Dalam Pembuatan Peta Tematik Dengan Bentuk Map dan Street Guide untuk Referensi Navigasi. http://bakosurtanal.go.id/igte2nd/.../Full%20paper_IGTE_Riadika.pdf . Universitas Pancasila Press. Jakarta Selatan. [24 November 2009]

Massinai, A. 2005. Penerapan Navstar GPS Untuk Pemetaan Topografi. http://oc.its.ac.id/ambilfile.php?idp=498.  Institut Teknologi Sepuluh Nopember Press. Surabaya. [24 November 2009]

Manalu, J., Kustiyo., Parsa, M., dan Surlan. Pembuatan Kontur dari Data DEM SRTM untuk Inventarisasi Sumber Daya Alam.http://oc.its.ac.id /ambilfile.php?idp=498.Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional. Jakarta. [23 November 2009]

Rostianingsih, S dan Gunadi, K. 2004. Pemodelan Peta Topografi ke Objek Tiga Dimensi.http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/inf/article/.../15439.JURNAL INFORMATIKA Vol. 5, No. 1, Mei 2004: 14 – 21. Universitas Kristen Petra Press. Jakarta. [23 November 2009]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar