ANALISA
PETA
Sebelum hasil pengukuran digunakan untuk
membuat peta, lebih dahulu pengukuran harus diteliti akan kehalusannya untuk
maksud pembuatan peta. Penelitian dilakukan dengan menggambar poligon utama
dengan skala yang dua kali lebih besar daripada skala yang akan digunakan untuk
penggambaran peta, supaya kesalahan yang mungkin dibuat tampak lebih jelas.
Penggambaran poligon utama dilakukan diatas kertas yang berkotak-kotak. Untuk
dapat melokalisir kesalahan, maka poligon utama digambar antara tiap-tiap titik
tertentu yang digunakan pada pengukuran, yang dinamakan seksi. Maka hanya seksi
yang salah saja yang harus diukur kembali (Wongsotjitro, 2006).
Gambar. Analisa Peta |
Titik-titik
yang bersama-sama membangun kerangka dasar baik horizontal maupun vertikal.
Titik ini disebarkan ke seluruh sektor daerah pengukuran dengan ketelitian yang
setara. Titik ikat ini dapat dianggap sebagai wakil pemetaan di wilayah
sekitarnya. Dengan demikian ketelitian pemetaan dari masing-masing sektor yang
membentuk gambaran daerah tersebut menjadi sama tinggi (Sinaga, 1992).
Sebagaimana diketahui bahwa
garis kontur yang terdapat pada peta rupabumi produksi BAKOSURTANAL tersebut
merupakan hasilinterpolasi dari titik-titik ketinggian hasil
pengukuran lapangan.
Keterbatasan dalam penjelajahan lapangan untuk pengukuran titik ketinggian
tersebut menyebabkan hasil pengukurannya juga hanya terbatas pada wilayah yang
mudah untuk dijangkau saja, sedangkan wilayah yang sulit dijangkau akan diekstrapolasi. Hal
ini menyebabkan tingkat ketelitiannya juga akan terbatas. Di tempat yang
mudah dijangkau ketelitiannya akan cukup baik sementara daerah yang sulit
dijangkau ketelitiannya akan rendah (Manalu, dkk, 2005).
Garis ketinggian pada peta
membentuk garis yang berbelok-belok dan tertutup serta merupakan rangkaian dari
titik-titik. Kegunaan dari garis ketinggian adalah untuk mengetahui berapa
tingginya suatu tempat dari permuka an laut. Model tiga dimensi mempermudah
pembacaan kontur pada suatu tempat di atas permukaan bumi karena langsung
terlihatketinggian tiap garis ketinggiannya, dari pada membaca model dua
dimensi seperti pada gambar 2. Untuk mencapai hal tersebut, data input yang
berupa peta topografi dianalisa dan diproses menjadi output model objek tiga
dimensi (Rostianingsih, dkk, 2004).
Kontur
adalah garis khayal yang menghubungkan titik-titik yang berketinggian sama dari
permukaan laut, sifat-sifat garis kontur adalah :
- Satu garis kontur mewakili satu ketinggian tertentu.
- Garis kontur berharga lebih rendah mengelilingi garis kontur yang lebih tinggi.
- Garis kontur tidak berpotongan dan tidak bercabang.
- Interval kontur biasanya 1/2000 kali skala peta.
Dalam koordinat grid, kedudukan suatu
titik dinyatakan dalam ukuran jarak terhadap suatu titik acuan. Untukwilayah
Indonesia, titik acuan nol terdapat disebelah barat Jakarta (60 derajat LU, 68
derajat BT). Garis vertikaldiberi nomor urut dari selatan ke utara, sedangkan
garis horizontal diberi nomor urut dari barat ke timur
Adapun tujuan
“Analisa Peta” ini adalah untuk memperkirakan kelas lereng suatu areal
berdasarkan peta yang dianalisa.
BAHAN DAN METODA
Bahan dan Alat
Adapun bahan yang digunakan adalah :
- Peta kontur sebagai bahan yang akan diamati datanya.
- Dot grid sebagai bahan untuk mempermudah dalam penghitungan luas dalam 1 petak.
- Buku panduan sebagai bahan panduan praktikan dalam pengerjaan data analisa peta.
Adapun alat yang digunakan adalah :
- Cat kayu faber castel sebagai bahan pewarna untuk membedakan kemiringan lapangan.
- Pensil sebagai untuk menggambarkan peta.
- Kalkulator sebagai alat penghitung analisa peta.
- Pulpen sebagai sebagai alat tulis.
- Penggaris sebagai sebagai alat pelurus.
- Penghapus sebagai penghapus data yang salah.
Prosedur Praktikum
- Ditentukan titik pasti dan dibuat salin sumbu dari titik pasti.
- Dibuat kotak-kotak dengan ukuran 2 x 2 cm.
- Dinomori kotak-kotak tersebut, kemudian ditarik garis diagonal dari masing-masing kotak.
- Ditarik garis lurus dari titik hasil perpotongan garis diagonal dari masing-masing kotak ke garis kontur terbanyak .
- Dicari beda tinggi dengan rumus :
∆H =
- Dihitung persentase klasifikasi kemiringan lapangan dengan rumus :
Y =
Dengan : Y =
% klasifikasi kemiringan lapangan
∆H =
Beda tinggi
M =
Faktor skala
X =
Jarak dari titik pusat ke garis yang tegak lurus
- Diwarnai peta sesuai dengan klasifikasi kemiringan lapangan yang diperoleh.
- Dihitung luas areal dari setiap kotak.
- Dimasukkan data-data ke dalam tabel.
Tabel I.
Data Hasil Analisa Peta
No
|
No.
petak
|
Koordinat
|
Beda Tinggi (∆H)
|
Jarak Antar Garis Kontur (X)
|
Kemiringan lapangan (Y)
|
Kelas lereng
|
Warna lereng
|
|
X
|
Y
|
|||||||
1
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Tabel II.Data Hasil Klasifikasi Kemiringan
Lapangan
No.Kelas
|
Kelas
Lereng
|
Warna
Lereng
|
Luas
(Ha)
|
Luas
(%)
|
1
|
Datar
|
Hijau
|
53,75
|
7,63
|
2
|
Landai
|
Kuning
|
286,5
|
40,65
|
3
|
Sedang
|
Biru
|
300,5
|
42,64
|
4
|
Curam
|
Merah
muda
|
55,5
|
7,88
|
5
|
Sangat
curam
|
Merah
tua
|
8,5
|
1,21
|
Total
|
704,75
|
100
|
Kesimpulan Perlakuan:
Titik-titik yang berketinggian sama dari permukaan laut dan memiliki sifat
yang tidak bercabang serta berpotongan dengan garis lain. Jadi apabila kita
menemukan garis yang bercabang pada suatu peta maka dapat kita simpulkan bahwa
itu bukanlah kontur melainkan sungai. Karena kontur merupakan rangkaian titik
yang membentuk garis yang saling bersambung. Sering kali praktikan terjebak
dengan gambar pada analisa peta sehingga dalam pembuatan kontur haris dilihat
dengan jelas dan lebih awal menandai sungai dengan pensil sehingga dalam
perhitungan dan pembuatan kontur didapat hasil yang diinginkan.
Skala
peta yang kita gunakan adalah 1:10000 yang artinya bahwa setiap 1 cm di peta
mewakili 10000 cm di lapangan. Skala peta sangat penting dalam pembuatan suatu
peta karena skala peta merupakan pembanding jarak pada peta denagn jarak
sebenarnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Takasaki
(2005), yang menyatakan bahwa Penentuan skala peta didasarkan pada tingkat
ketelitian dan banyaknya informasi yang dibutuhkan mengenai keadaan daerah yang
dipetakan, pada ukuran gambar-gambar yang harus dimasukkan dalam peta dan pada
tujuan dari pemetaan tersebut.
Oleh
karena itu dalam penganalisaan peta ini dibutuhkan ketelitian dalam mengamati
peta yaitu mampu membedakan mana garis yang berbentuk sungai dan garis yang
merupakan sebuah kontur.
DAFTAR PUSTAKA
Asep. 2007.
Navigasi Tutorial. http://images.asep7809.multiply.com attachment/0/.
/NavigasiTutorial-pdf?. [30 Oktober 2009].
Kiswanto, G.
2004. Optimasi Proses pemesinan milling 3-axis Pada Permukaan Kontur Dengan
Segmentasi Model faset 3D Berdasarkan Pola dan Arah Pemesinan. http://akademik.unsri.ac.id/download/journal/files/../153-caj-unsri.pdf. Universitas Sriwijaya Press.
Palembang. [2 Oktober 2009]
Harsanugraha,
W dan Julzarika, A. 2008. Analisa Pemodelan Tsunami Dengan Pembuatan Peta
Kerawanan dan Jalur Evakuasi Dari Turunan SRTM90 (Studi Kasus : Kota Padang). Http://crs.itb.ac.id/media/mapin/pdf/wawan.pdf. Institut Teknik Bandung
Press. Bandung. [1 Oktober 2009]
Sinaga, I.
1992. Pengukuran dan Pemetaan Pekerjaan Konstruksi. Pustaka Sinar Harapan.
Jakarta.
Manalu, J.,
Kustiyo., Parsa, M., dan Surlan.2005. Pembuatan Kontur Dari Data DEM
SRTM Untuk Inventarisasi Sumber Daya Alam. Http://oc.its.ac.id/ambilfile.php?idp=486. Lembaga Penerbangan Dan
Antariksa Nasional. Jakarta. [30 Oktober 2009]
Romenah. 2005.
Pengetahuan Peta. http://elcom.umy.ac.id/elschool//../file.
/PENGETAHUAN%20PETA.pdf. Tin Geografi. Jakarta. [1 Oktober 2009]
Rostianingsih,
S., Gunadi, K., dan Handoyono, I. 2004. Pemodelan Peta Topografi Ke Objek Tiga
Dimensi. http://dusiit2.petra.ac id/ejournal/index.php
inf/article/../15439/15431. Jurnal Informatika Vol.5 No.1. Universitas Kristen
Petra Press. Bandung. [30 Oktober 2009]
Takasaki. M.
2005. Pengukuran Topografi dan Teknik Pemetaan. PT Pradnya Paramita. Jakarta.
Wongsotjitro, S. 2006. Ilmu Ukur Tanah. Penerbit
Kanisius. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar