H.O.R.A.S

Selamat Datang buat anda yang mengunjungi blog ini, Segala informasi dalam blog ini merupakan bantuan dari buku-buku, majalah, dan lain-lain
Semoga blog ini bermanfaat bagi anda ^^.


Kamis, 03 November 2011

Pengukuran Titik-Titik detail


PENGUKURAN BATAS DAN PEMETAAN DETAIL

            Dalam pembuatan peta yang dikenal dengan istilah pemetaan dapat dicapai  dengan melakukan pengukuran- pengukuran di atas permukaan bumi yang mempunyai bentuk tidak beraturan. Pengukuran-pengukuran dibagi dalam pengukuran yang mendatar untuk mendapat hubungan titik-titik yang diukur di atas permukaan bumi (Pengukuran Kerangka Dasar Horizontal) dan pengukuran-pengukuran tegak guna mendapat hubungan tegak antara titik-titik yang diukur (Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal) serta pengukuran titik-titik detail. Kerangka dasar pemetaan untuk pekerjaan rekayasa sipil pada kawasan yang tidak luas, sehingga bumi masih bisa dianggap sebagai bidang datar, umumnya merupakan bagian pekerjaan pengukuran dan pemetaan dari satu kesatuan paket pekerjaan perencanaan dan atau perancangan bangunan teknik sipil. Titik-titik kerangka dasar pemetaan yang akanditentukan tebih dahulu koordinat dan ketinggiannya itu dibuat tersebar merata dengan kerapatan tertentu, permanen, mudah dikenali dan didokumentasikan secara baik sehingga memudahkan penggunaan selanjutnya. pengukuran titik-titik detail untuk menghasilkan yang tersebar di permukaan bumi yang menggambarkan situasi daerah pengukuran (Purwaamijaya, 2008). 

            Pengukuran bidang tanah dapat dilakukan secara terestrial, fotogrametrik, atau metoda lainnya. Pengukuran terestris adalah pengukuran dengan menggunakan alat ukur theodolite berikut perlengkapannya seperti: pita ukur, baak ukur, electronik distance measurement (EDM), GPS receiver, dan lain sebagainya. Pengukuran dan pemetaan titik dasar diperlukan sebagai kerangka dasar referensi nasional. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa titik-titik ini diperlukan untuk pemetaan bidang tanah secara nasional, di mana letak, ukuran, luas dan dimensi lain dari suatu bidang tanah dapat diketahui dan direkonstruksi secara tepat dan akurat.Tingkatan titik dasar teknik dibagi menjadi lima tingkatan, yaitu: titik dasar orde 0, orde 1, orde 2, orde 3, dan orde 4. Titik dasar orde 0 dan 1 dilaksanakan dan dibangun oleh Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL). Titik dasar orde 2 dan 3 dilaksanakan oleh BPN Pusat, sedangkan titik dasar orde 3 dapat dilaksanakan oleh Kantor Wilayah BPN Propinsi, dan titik dasar orde 4 umumnya dilaksanakan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Pengukuran titik dasar teknik orde 2, 3, dan 4 dilaksanakan dengan menggunakan metoda pengamatan satelit atau metoda lainnya. Metoda yang dimaksud adalah penentuan posisi dengan Global Positioning System (GPS). Sedangkan penetapan titik dasar teknik orde 4 umumnya dilaksanakan melalui pengukuran terestris dengan cara perapatan dari titik-titik dasar orde 3. GPS adalah sistem penentuan posisi dan radio navigasi berbasis satelit yang dapat digunakan oleh banyak orang sekaligus (simultan) dan dalam segala keadaan cuaca, memberikan posisi dan kecepatan tiga dimensi secara teliti, dan juga informasi mengenai waktu, secara kontinyu di seluruh dunia. Dengan penghapusan Selective Availability (SA) pada sistem GPS oleh Amerika Serikat, maka ketelitian posisi absolut secara real time yang tinggi dapat meningkat secara signifikan (Oktaviory, 2008). 

            Pada pengukuran yang kita lakukan, kita harus membuat titik-titik bantu dan satu titik pasti. Titik pasti yang ada di kolam kita anggap adalah sebuah tiang. Dan titik-titik detailnya kita tandai dengan jalon. Dalam pembuatan peta ini dibutuhkan data-data yang mendukung  dalam pembuatan peta tersebut. Peta tersebut akan membuat informasi bentuk kolam Perpustakaan USU yang dijadikan sebagai objek pengukuran. 

Pada prinsipnya ada beberapa metode dan teknologi penentuan posisi yang dapat digunakan untuk merekontruksi batas persil tanah yang hilang. Di samping metode terestris yang berbasiskan pada pengukuran jarak dan sudut di permukaan bumi menggunakan theodolit dan pita ukur, metode penentuan posisi berbasiskan pada pengamatan jarak ke satelit GPS (Global Positioning System) juga sangat efektif dan efisien untuk digunakan. GPS adalah sistem satelit navigasi dan penentuan posisi yang dimiliki dan dikelola oleh Amerika menghancurkan dan menghilangkan batas-batas banyak persil tanah ataupun obyek-obyek lain yang dapat digunakan sebagai acuan keberadaan persilpersi (Hasanuddin, 2005). 

Pengukuran  darat  (terrestris)  baik dengan  pita  meteran,  total  station  maupun  GPS  dipandang  tetap  lebih  akurat  dibanding  pengkuran  kartometris  ataupun  foto  udara  dan  inderaja.    Yang  menjadi  masalah  pada  pengukuran terestris adalah pengukuran yang  tidak  sekaligus  sistematis  pada  areal  yang
luas,  sehingga  ketaktelitian  pada  suatu  lahan  berakibat  langsung  ketaktelitian  pada  areal  sekelilingnya.    Hal  ini  bisa  disebabkan  oleh  akurasi  pengukuran  itu  sendiri,  atau  oleh  proses  perhitungan  sesudahnya  yang  mencakup  reduksi  dan  transformasi  ke  sistem  koordinat  referensi  atau  proyeksi  yang  di- gunakan. Permasalahannya adalah, dalam  sertifikat  tanah,  angka-angka  ketaktelitian  ini  tidak  pernah  (atau  bahkan  mungkin  secara  hukum  tidak  boleh)  disebutkan (Amhari, 2001). 

            Pengukuran – pengukuran titik-titik poligon dilakukan dengan menggunakan alat teodolit dan rambu ukur, pengoperasiannya baik dilakukan di atas calon titik ikat topografi maupun titik bantu, metodenya dengan poligon tertutup dan terbuka dan sistem yang dipakai adalah tachymetri (penentuan jarak dan beda tinggi dengan cara optis dan rambu ukur. Titik ikat adalah titk yang diketahui koordinat dan ketinggiannya, sehingga dapat digunakan sebagai pedoman pemetaan topografi. Dalam perencanaan penentuan lokasi titik-titik diusahakan bahwa lokasi mudah dijangkau, dikenali dan didapat dilalui jalur poligon atas dasar pertimbangan tersebut  maka ditetapkan bahwa  lokasi-lokasi patok terdapat pada perpotongan antara buldozer dan jalur mineralisasi U  (Sularto, 2002).  

            Untuk pemetaan diperlukan adanya kerangka dasar. Kerangka dasar adalah sejumlah titik yang diketahui koordinatnya dalam sistem tertentu yang mempunyai fungsi sebagai pengikat dan pengontroll ukuran baru. Mengingat fungsinya, titik-titik kerangka dasar harus ditempatkan menyebar merata di seluruh daerah yang akan dipetakan dengan kerapatan tertentu. Mengingat pula pengukuran untuk pemetaan memerlukan waktu yang cukup lama, maka titik-titik kerangka dasar harus ditempatkan menyebar merata di seluruh daerah yang akan dipetakan dengan kerapatan tertentu. Mengingat pula pengukuran untuk pemetaan memerlukan waktu yang cukup lama, maka titik-titik kerangka dasar haris ditanam cukup kuat dan terbuat dari bahan yang tahan lama (Muhamadi, 2004). 

            Pelaksanaan pekerjaan pengukuran batas bidang tanah dapat dilakukan dengan dua cara yaitu metode pengukuran teristris dan metode identifikasi peta foto baik menggunakan peta foto udara maupun peta citra satelit. Pengukuran batas bidang tanah dengan me-tode identifikasi peta foto merupakan salah satu metode untuk mempercepat proses pendaftaran tanah yang dapat dilaksanakan dengan memperhatikan perkembangan kemajuan metodologi dan teknologi terkini. Bidang tanah adalah bagian permukaan bumi yang merupakan satuan bidang yang berbatas. Untuk melaksanakan pekerjaan pengukuran dan pemetaan kadastral diperlukan peralatan yang mema-dai dan memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang ada. Peralatan yang harus disiapkan untuk keperluan pengukuran dan pemetaan kadastral antara lain : 

1.      Alat ukur jarak yaitu alat ukur meteran dengan bahan yang kuat dan stabil
2.      Alat ukur Total Station
3.      Software Pengukuran dan Pemetaan yang telah ditetapkan oleh Badan Pertanahan Nasional
4.      Komputer Grafis Pentium IV
5.      Plotter ukuran A0 yang dapat mencetak di atas media drafting film dengan ketebalan 0,003” dua muka.
Apabila terdapat titik-titik batas yang tidak dapat diidentifikasi misalnya terhalang atau tertutup pohon sehingga sulit untuk menentukan posisi-nya pada peta foto, maka dilakukan pengukuran tambahan (suplesi) dengan cara mengikatkan pada detail-detail terdekat yang kelihatan se-hingga titik batas tersebut dapat ditentukan di peta (Sudarsono dan Nugraha, 2008). 

            Adapun tujuan dari  “Pengukuran Batas dan Pemetaan Detail” ini adalah untuk mengetahui cara pembuatan peta tematik.


METODOLOGI
Bahan dan Alat
Bahan
            Adapun bahan yang digunakan adalah :
1.      Kolam perpustakaan sebagai objek yang akan diukur batas dan ditentukan pemetaan detailnya.
2.      Kertas millimeter A1 sebagai kertas untuk menggambar peta kolam perpustakaan
Alat
            Adapun alat yang digunakan pada paktikum ini adalah :
1.      Pulpen sebagai alat untuk menuliskan data.
2.      Penggaris 50 cm dan 30 cm untuk digunakan sebagai alat pelurus.
3.      Busur untuk menentukan sudut.
4.      Kalkulator sebagai alat penghitung data.
5.      Pita ukur sebagai alat yang digunakan dalam mengukur jarak dan panjang.
6.      Clinometer sebagai alat untuk menentukan sudut azimuth

Prosedur
            Adapun prosedur ini adalah sebagai berikut :
1.      Ditentukan titik pasti.
2.      Ditentukan tempat alat dan ditandai dengan jalon.
3.      Ditempatkan alat I dan harus bisa dijangkau titik pasti yang menjadi objek pengukuran.
4.      Ditentukan pada objek titik detailnya.
5.      Diukur sudut azimuth pada alat I begitu juga jarak lapang dan sudut vertikal ke titik pasti.
6.      Diukur hal yang sama dari alat I ke titik-titik detail pada objek yang bisa terlihat pada posisi alat II.
7.      Diukur ke posisi alat II setelah pengukuran ke titik detail selesai.
8.      Dipindahkan alat ke posisi alat II.
9.      Diukur dari atau ke posisi alat II ke posisi alat I, selanjutnya ke titik-titik detail yang dapat dijangkau.
10.  Diukur ke posisi alat III setelah selesai semua titik detail diukur.
11.  Diukur seterusnya sampai posisi alat terakhir, mengukur ke posisi alat I (satu).
12.  Dimasukkan ke dalam tabel tiap-tiap hasil pengukuran.

Tabel I. Hasil Pengukuran Batas Dan Pemetaan Detail
Tanda Batas
Posisi Alat
Azimut
d (M)
Lx (M)
Sudut Vertikal
Beda Tinggi
Ket
Mi
Bi
Detail
0


































Keterangan :
Lx        = Jarak ke titik bantu
K(x)    

X         = Posisi alat
å x      = Jumlah alat
P          = Jarak Koreksi (jarak posisi alat)
d          = LX sin 2 a
BT       = LX sin 2 a                 


Pembahasan
            Dari tabel data yang kita peroleh dapat kita simpulkan bahwa setiap pembuatan titik-titik detail akan menghasilkan sebuah gambar pemetaan kolam. Hal ini dapat dibuktikan jika kita menggambarnya di kertas millimeter A1, meskipun pada saat kita menggambar kolam tersebut dengan titik-titik yang kita peroleh tidak bersatu. Untuk menyatukan gambar kita tersebut kita dapat menggunakan faktor koreksi. 

            Pada pembuatan peta kolam tersebut dibutuhkan ketelitian untuk menggambarnya sehingga bentuk kolam kita ketahui bentuknya. Selain itu karena titik-titik detail yang kita peroleh sangat banyak dan agak rumit untuk menyatukan semua titik-titik tersebut namun hal ini sangat berguna untuk membentuk profil, semakin rapat titik-titiknya maka semakin tampak bentuk permukaan kolam yang akan kita gambar. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Purwaamijaya (2008),  bahwa pengukuran-pengukuran dibagi dalam pengukuran yang mendatar untuk mendapat hubungan titik-titik yang diukur di atas permukaan bumi. 

            Penentuan posisi dengan menggunakan jalon pada saat pengukuran sangat penting karena dengan demikian kita dapat menentukan batas. Ketelitian dalam pembuatan peta kolam ini mencakup kesalahan-kesalahan akibat serangkaian pengukuran, kesalahan dalam data pengukuran, kesalahan yang umumnya terjadi pada saat melihat posisi jalon yang kita ukur sudut azimutnya, dan lain-lain. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Hasanuddin (2005), yang menyatakan bahwa Pada prinsipnya ada beberapa metode dan teknologi penentuan posisi yang dapat digunakan untuk merekontruksi batas persil tanah yang hilang. 

            Pada pengukuran yang dilakukan diperoleh jaraknya dari titik I-II adalah 35 m sedangkan sudut azimutnya sebesar 161,5, pada titik II-III jaraknya adalah 28,1 dan sudut azimutnya 70, pada titik III-IV jaraknya adalah 28,8 dan sudut azimutnya sebesar 27,5, pada titik IV-V jaraknya adalah 39,1 m dan sudut azimutnya sebesar 280,5, pada titik V-I jaraknya adalah 21,7 m dan sudut azimutnya sebesar 233. Dari data ini dapat kita simpulkan bahwa sudut azimut yang terbesar adalah pada titik IV-V sebesar 280,5 sedangkan sudut azimut terkecil adalah pada titik II-III sebesar 70. 

            Pada pengukuran batas dan pemetaan detail ini digunakan metode poligon tertutup. Poligon merupakan serangkaian garis berurutan yang panjang dan memiliki arah yang ditentukan dari lapangan . pengukuran poligon ini menetapkan stasiun-stasiun poligon. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Sularto (2002), yang menyatakan bahwa Pengukuran – pengukuran titik-titik poligon dilakukan dengan menggunakan alat teodolit dan rambu ukur, pengoperasiannya baik dilakukan di atas calon titik ikat topografi maupun titik bantu, metodenya dengan poligon tertutup dan terbuka dan sistem yang dipakai adalah tachymetri (penentuan jarak dan beda tinggi dengan cara optis dan rambu ukur. Stasiun-stasiun poligon ini dibagi menjadi 5 pada kolam yang akan diukur. Poligon tertutup ini dimulai dari satu titik dan kembali ke titik tersebut yakni titik I. Sebelum suatu bidang tanah diukur, kita harus membuat dan menetapkan tanda-tanda batas yakni jarak telah ditentukan untuk diukur adalah 24 maka untuk membuat titik-titik detainya kita bagi menjadi 1 meter, setiap 1 meter kita tandai dengan jalon atau patok (kayu kecil) setelah itu pengukuran dilakukan dengan menggunakan clinometer dan pita ukur. Pengukuran dengan clinometer  hanya dengan membaca sudut azimutnya saja. Sedangkan bila dilakukan dengan pengukuran teodolit maka perlu diukur bacaan belakang dan bacaan depan. 

            Pengukuran batas dan pemetaan detail ini sangat diperlukan dalam hal pembuatan peta . oleh karena itu  pelaksanaan pekerjaan pengukuran batas bidang tanah dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan metode terestris dan metode identifikasi peta foto. Setelah data didapatkan dari pengukuran  batas ini maka hasil data akan digambar dengan menggunakan busur, pensil, kertas milimeter A1, kertas kalkir , dan alat-alat menggambar lainnya.


KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
  1. Pemetaan dari suatu kolam sangat rumit karena menggunakan banyak titik-titik detail.
  2. Pembuatan peta kolam perpustakaan USU dengan menggunakan alat clinometer hanya dengan menentukan sudut azimuth dan menggunakan pita ukur untuk mengukur jaraknya.
  3. Penyatuan titik-titik detail akan menghasilkan gambar peta selain itu semakin banyak titik-titik detailnya maka akan semakin terlihat profil kolam tersebut.
4.  Sudut azimut yang terbesar adalah pada titik IV-V sebesar 280,5 sedangkan sudut azimut terkecil adalah pada titik II-III sebesar 70.
5.  Titik pasti ditandai dengan huruf P yakni sebuah tiang lampu yang berada di dekat kolam dan ada  128 titik detail.
6.  Sebuah pengukuran batas ditandai dengan jalon, sehingga setiap kelompok dapat melakukan pengukuran batas dan pemetaan detail.
7. Pengukuran batas dan pemetaan detail pada kolam Perpus USU menggunakan cara poligon tertutup





DAFTAR PUSTAKA
Amhar, F., Patmasari, T., dan Kencana, A. 2001. Aspek-Aspek Pemetaan Batas Wilayah Sebuah Tinjauan Komprehensif. Vol.8,No.1. http//: scribd.com/../aspek-aspek-pemetaan.pdf. [ 14 Oktober 2009]

Hasanuddin Z. Abidin, Irwan Meilano, Erna Heryani, Agung Budiwibowo, Samsul Bachri, Erwin Rommel, Busroni A. dan Yanto, 2005. Rekonstruksi Batas Persil Tanah di Aceh Pasca Tsunami : Beberapa Aspek dan Permasalahannya. http//:scribd.com_Rekonstruksi-Batas- Persil-Tanah-di-Aceh-Pasca–Tsunami.html  [14 Oktober 2009]

Muda, I. 2008. Teknik Survei dan Pemetaan. http//:scribd.com/../kelas-x-SMK-tekniksurveidanpemetaan.iskandar.pdf.DirektoratPembinaanSekolah Menengah Kejuruan. Jakarta. [14 Oktober 2009]

Oktaviory, D. 2008. Pemetaan dan Pengukuran .http://dennyoktaviory. co.cc             index2.php?option=com_content&do  [20 September 2009]

Sularto, P. 2002. Penentuan Titik Ikat Topografi Dengan Menggunakan Theodolit T1 di Efka dan Sekitarnya.. http//:digilib.batan.go.id/e-jurnal/artikel/eksplorium/..124../
priyo-s.pdf.  ITB Press. Bandung.

Sudarsono, B dan Nugraha, A. 2008. Pengukuran dan Pemetaan Kadastral dengan Metode Identifikasi Peta Foto. Teknik Vol.29 No.1. http//: bakosurtanal.go.id/../%pengukurandanpemetaankadastraldenganmetodeidentifikasipetafoto.pdf. [ 14 Oktober 2009]



Tidak ada komentar:

Posting Komentar