PENGUKURAN BATAS DAN PEMETAAN DETAIL
Dalam pembuatan peta yang dikenal dengan
istilah pemetaan dapat dicapai dengan
melakukan pengukuran- pengukuran di atas permukaan bumi yang mempunyai bentuk
tidak beraturan. Pengukuran-pengukuran dibagi dalam pengukuran yang mendatar
untuk mendapat hubungan titik-titik yang diukur di atas permukaan bumi
(Pengukuran Kerangka Dasar Horizontal) dan pengukuran-pengukuran tegak guna
mendapat hubungan tegak antara titik-titik yang diukur (Pengukuran Kerangka
Dasar Vertikal) serta pengukuran titik-titik detail. Kerangka dasar pemetaan
untuk pekerjaan rekayasa sipil pada kawasan yang tidak luas, sehingga
bumi masih bisa dianggap sebagai bidang datar, umumnya merupakan bagian
pekerjaan pengukuran dan pemetaan dari satu kesatuan paket pekerjaan
perencanaan dan atau perancangan bangunan teknik sipil. Titik-titik kerangka
dasar pemetaan yang akanditentukan tebih dahulu koordinat dan ketinggiannya itu
dibuat tersebar merata dengan kerapatan tertentu, permanen, mudah dikenali dan
didokumentasikan secara baik sehingga memudahkan penggunaan selanjutnya.
pengukuran titik-titik detail untuk menghasilkan yang tersebar di permukaan
bumi yang menggambarkan situasi daerah pengukuran (Purwaamijaya, 2008).
Pengukuran
bidang tanah dapat dilakukan secara terestrial, fotogrametrik, atau metoda
lainnya. Pengukuran terestris adalah pengukuran dengan menggunakan alat ukur
theodolite berikut perlengkapannya seperti: pita ukur, baak ukur, electronik distance measurement (EDM),
GPS receiver, dan lain sebagainya. Pengukuran dan pemetaan titik dasar
diperlukan sebagai kerangka dasar referensi nasional. Secara sederhana dapat
dijelaskan bahwa titik-titik ini diperlukan untuk pemetaan bidang tanah secara nasional,
di mana letak, ukuran, luas dan dimensi lain dari suatu bidang tanah dapat
diketahui dan direkonstruksi secara tepat dan akurat.Tingkatan titik dasar
teknik dibagi menjadi lima tingkatan, yaitu: titik dasar orde 0, orde 1, orde
2, orde 3, dan orde 4. Titik dasar orde 0 dan 1 dilaksanakan dan dibangun oleh
Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL). Titik dasar orde
2 dan 3 dilaksanakan oleh BPN Pusat, sedangkan titik dasar orde 3 dapat dilaksanakan
oleh Kantor Wilayah BPN Propinsi, dan titik dasar orde 4 umumnya dilaksanakan
oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Pengukuran titik dasar teknik orde 2, 3,
dan 4 dilaksanakan dengan menggunakan metoda pengamatan satelit atau metoda
lainnya. Metoda yang dimaksud adalah penentuan posisi dengan Global Positioning
System (GPS). Sedangkan penetapan titik dasar teknik orde 4 umumnya
dilaksanakan melalui pengukuran terestris dengan cara perapatan dari
titik-titik dasar orde 3. GPS adalah sistem penentuan posisi dan radio navigasi
berbasis satelit yang dapat digunakan oleh banyak orang sekaligus (simultan)
dan dalam segala keadaan cuaca, memberikan posisi dan kecepatan tiga dimensi
secara teliti, dan juga informasi mengenai waktu, secara kontinyu di seluruh
dunia. Dengan penghapusan Selective
Availability (SA) pada sistem GPS oleh Amerika Serikat, maka ketelitian
posisi absolut secara real time yang tinggi dapat meningkat secara signifikan
(Oktaviory, 2008).
Pada
pengukuran yang kita lakukan, kita harus membuat titik-titik bantu dan satu
titik pasti. Titik pasti yang ada di kolam kita anggap adalah sebuah tiang. Dan
titik-titik detailnya kita tandai dengan jalon. Dalam pembuatan peta ini
dibutuhkan data-data yang mendukung
dalam pembuatan peta tersebut. Peta tersebut akan membuat informasi
bentuk kolam Perpustakaan USU yang dijadikan sebagai objek pengukuran.
Pada prinsipnya ada
beberapa metode dan teknologi penentuan posisi yang dapat digunakan untuk merekontruksi
batas persil tanah yang hilang. Di samping metode terestris yang berbasiskan
pada pengukuran jarak dan sudut di permukaan bumi menggunakan theodolit dan
pita ukur, metode penentuan posisi berbasiskan pada pengamatan jarak ke satelit
GPS (Global Positioning System) juga sangat efektif dan efisien untuk
digunakan. GPS adalah sistem satelit navigasi dan penentuan posisi yang dimiliki
dan dikelola oleh Amerika menghancurkan dan menghilangkan batas-batas banyak
persil tanah ataupun obyek-obyek lain yang dapat digunakan sebagai acuan
keberadaan persilpersi (Hasanuddin, 2005).
Pengukuran darat
(terrestris) baik dengan pita meteran, total
station maupun GPS
dipandang tetap lebih
akurat dibanding pengkuran
kartometris ataupun foto
udara dan inderaja.
Yang menjadi masalah
pada pengukuran terestris adalah
pengukuran yang tidak sekaligus
sistematis pada areal
yang
luas,
sehingga ketaktelitian pada
suatu lahan berakibat
langsung ketaktelitian pada
areal sekelilingnya. Hal
ini bisa disebabkan
oleh akurasi pengukuran
itu sendiri, atau
oleh proses perhitungan
sesudahnya yang mencakup
reduksi dan transformasi
ke sistem koordinat
referensi atau proyeksi
yang di- gunakan. Permasalahannya
adalah, dalam sertifikat tanah,
angka-angka ketaktelitian ini tidak pernah
(atau bahkan mungkin
secara hukum tidak
boleh) disebutkan (Amhari, 2001).
Pengukuran
– pengukuran titik-titik poligon dilakukan dengan menggunakan alat teodolit dan
rambu ukur, pengoperasiannya baik dilakukan di atas calon titik ikat topografi
maupun titik bantu, metodenya dengan poligon tertutup dan terbuka dan sistem
yang dipakai adalah tachymetri (penentuan jarak dan beda tinggi dengan cara
optis dan rambu ukur. Titik ikat adalah titk yang diketahui koordinat dan
ketinggiannya, sehingga dapat digunakan sebagai pedoman pemetaan topografi.
Dalam perencanaan penentuan lokasi titik-titik diusahakan bahwa lokasi mudah
dijangkau, dikenali dan didapat dilalui jalur poligon atas dasar pertimbangan
tersebut maka ditetapkan bahwa lokasi-lokasi patok terdapat pada perpotongan
antara buldozer dan jalur mineralisasi U
(Sularto, 2002).
Untuk
pemetaan diperlukan adanya kerangka dasar. Kerangka dasar adalah sejumlah titik
yang diketahui koordinatnya dalam sistem tertentu yang mempunyai fungsi sebagai
pengikat dan pengontroll ukuran baru. Mengingat fungsinya, titik-titik kerangka
dasar harus ditempatkan menyebar merata di seluruh daerah yang akan dipetakan
dengan kerapatan tertentu. Mengingat pula pengukuran untuk pemetaan memerlukan
waktu yang cukup lama, maka titik-titik kerangka dasar harus ditempatkan menyebar
merata di seluruh daerah yang akan dipetakan dengan kerapatan tertentu.
Mengingat pula pengukuran untuk pemetaan memerlukan waktu yang cukup lama, maka
titik-titik kerangka dasar haris ditanam cukup kuat dan terbuat dari bahan yang
tahan lama (Muhamadi, 2004).
Pelaksanaan pekerjaan pengukuran
batas bidang tanah dapat dilakukan dengan dua cara yaitu metode pengukuran
teristris dan metode identifikasi peta foto baik menggunakan peta foto udara
maupun peta citra satelit. Pengukuran batas bidang tanah dengan me-tode
identifikasi peta foto merupakan salah satu metode untuk mempercepat proses
pendaftaran tanah yang dapat dilaksanakan dengan memperhatikan perkembangan
kemajuan metodologi dan teknologi terkini. Bidang tanah adalah bagian permukaan
bumi yang merupakan satuan bidang yang berbatas. Untuk melaksanakan pekerjaan
pengukuran dan pemetaan kadastral diperlukan peralatan yang mema-dai dan
memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang ada.
Peralatan yang harus disiapkan untuk keperluan pengukuran dan pemetaan
kadastral antara lain :
1. Alat ukur jarak yaitu alat ukur
meteran dengan bahan yang kuat dan stabil
2. Alat ukur Total Station
3. Software Pengukuran dan Pemetaan
yang telah ditetapkan oleh Badan Pertanahan Nasional
4. Komputer Grafis Pentium IV
5. Plotter ukuran A0 yang dapat
mencetak di atas media drafting film dengan ketebalan 0,003” dua muka.
Apabila terdapat titik-titik
batas yang tidak dapat diidentifikasi misalnya terhalang atau tertutup pohon
sehingga sulit untuk menentukan posisi-nya pada peta foto, maka dilakukan
pengukuran tambahan (suplesi) dengan cara mengikatkan pada detail-detail terdekat
yang kelihatan se-hingga titik batas tersebut dapat ditentukan di peta
(Sudarsono dan Nugraha, 2008).
Adapun tujuan dari “Pengukuran Batas dan Pemetaan Detail” ini
adalah untuk mengetahui cara pembuatan peta tematik.
METODOLOGI
Bahan dan Alat
Bahan
Adapun bahan yang digunakan adalah :
1.
Kolam perpustakaan sebagai objek yang akan diukur batas
dan ditentukan pemetaan detailnya.
2.
Kertas millimeter A1 sebagai kertas untuk
menggambar peta kolam perpustakaan
Alat
Adapun alat yang digunakan pada
paktikum ini adalah :
1.
Pulpen sebagai alat untuk menuliskan data.
2.
Penggaris 50 cm dan 30 cm untuk digunakan sebagai alat
pelurus.
3.
Busur untuk menentukan sudut.
4.
Kalkulator sebagai alat penghitung data.
5.
Pita ukur sebagai alat yang digunakan dalam mengukur
jarak dan panjang.
6.
Clinometer sebagai alat untuk menentukan sudut azimuth
Prosedur
Adapun prosedur ini adalah sebagai
berikut :
1.
Ditentukan titik pasti.
2.
Ditentukan tempat alat dan ditandai dengan jalon.
3.
Ditempatkan alat I dan harus bisa dijangkau titik pasti
yang menjadi objek pengukuran.
4.
Ditentukan pada objek titik detailnya.
5.
Diukur sudut azimuth pada alat I begitu juga jarak
lapang dan sudut vertikal ke titik pasti.
6.
Diukur hal yang sama dari alat I ke titik-titik detail
pada objek yang bisa terlihat pada posisi alat II.
7.
Diukur ke posisi alat II setelah pengukuran ke titik
detail selesai.
8.
Dipindahkan alat ke posisi alat II.
9.
Diukur dari atau ke posisi alat II ke posisi alat I,
selanjutnya ke titik-titik detail yang dapat dijangkau.
10. Diukur
ke posisi alat III setelah selesai semua titik detail diukur.
11. Diukur
seterusnya sampai posisi alat terakhir, mengukur ke posisi alat I (satu).
12. Dimasukkan
ke dalam tabel tiap-tiap hasil pengukuran.
Tabel I.
Hasil Pengukuran Batas Dan Pemetaan Detail
Tanda Batas
|
Posisi Alat
|
Azimut
|
d (M)
|
Lx (M)
|
Sudut Vertikal
|
Beda Tinggi
|
Ket
|
|||
Mi
|
Bi
|
Detail
|
0
|
“
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Keterangan :
Lx = Jarak ke titik bantu
K(x) =
X =
Posisi alat
å x = Jumlah alat
P =
Jarak Koreksi (jarak posisi alat)
d =
LX sin 2 a
BT = LX sin 2 a
Pembahasan
Dari tabel data yang kita peroleh
dapat kita simpulkan bahwa setiap pembuatan titik-titik detail akan
menghasilkan sebuah gambar pemetaan kolam. Hal ini dapat dibuktikan jika kita
menggambarnya di kertas millimeter A1, meskipun pada saat kita menggambar kolam
tersebut dengan titik-titik yang kita peroleh tidak bersatu. Untuk menyatukan
gambar kita tersebut kita dapat menggunakan faktor koreksi.
Pada pembuatan peta kolam tersebut
dibutuhkan ketelitian untuk menggambarnya sehingga bentuk kolam kita ketahui
bentuknya. Selain itu karena titik-titik detail yang kita peroleh sangat banyak
dan agak rumit untuk menyatukan semua titik-titik tersebut namun hal ini sangat
berguna untuk membentuk profil, semakin rapat titik-titiknya maka semakin
tampak bentuk permukaan kolam yang akan kita gambar. Hal ini sesuai dengan
pernyataan yang dikemukakan oleh Purwaamijaya (2008), bahwa pengukuran-pengukuran dibagi dalam pengukuran
yang mendatar untuk mendapat hubungan titik-titik yang diukur di atas permukaan
bumi.
Penentuan posisi dengan menggunakan
jalon pada saat pengukuran sangat penting karena dengan demikian kita dapat
menentukan batas. Ketelitian dalam pembuatan peta kolam ini mencakup
kesalahan-kesalahan akibat serangkaian pengukuran, kesalahan dalam data
pengukuran, kesalahan yang umumnya terjadi pada saat melihat posisi jalon yang
kita ukur sudut azimutnya, dan lain-lain. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang
dikemukakan oleh Hasanuddin (2005), yang menyatakan bahwa Pada prinsipnya ada
beberapa metode dan teknologi penentuan posisi yang dapat digunakan untuk merekontruksi
batas persil tanah yang hilang.
Pada pengukuran yang dilakukan
diperoleh jaraknya dari titik I-II adalah 35 m sedangkan sudut azimutnya
sebesar 161,5, pada titik II-III jaraknya adalah 28,1 dan sudut azimutnya 70,
pada titik III-IV jaraknya adalah 28,8 dan sudut azimutnya sebesar 27,5, pada
titik IV-V jaraknya adalah 39,1 m dan sudut azimutnya sebesar 280,5, pada titik
V-I jaraknya adalah 21,7 m dan sudut azimutnya sebesar 233. Dari data ini dapat
kita simpulkan bahwa sudut azimut yang terbesar adalah pada titik IV-V sebesar
280,5 sedangkan sudut azimut terkecil adalah pada titik II-III sebesar 70.
Pada pengukuran batas dan pemetaan
detail ini digunakan metode poligon tertutup. Poligon merupakan serangkaian
garis berurutan yang panjang dan memiliki arah yang ditentukan dari lapangan .
pengukuran poligon ini menetapkan stasiun-stasiun poligon. Hal ini sesuai
dengan pendapat yang dikemukakan oleh Sularto (2002), yang menyatakan bahwa
Pengukuran – pengukuran titik-titik poligon dilakukan dengan menggunakan alat
teodolit dan rambu ukur, pengoperasiannya baik dilakukan di atas calon titik
ikat topografi maupun titik bantu, metodenya dengan poligon tertutup dan
terbuka dan sistem yang dipakai adalah tachymetri (penentuan jarak dan beda
tinggi dengan cara optis dan rambu ukur. Stasiun-stasiun poligon ini dibagi
menjadi 5 pada kolam yang akan diukur. Poligon tertutup ini dimulai dari satu
titik dan kembali ke titik tersebut yakni titik I. Sebelum suatu bidang tanah
diukur, kita harus membuat dan menetapkan tanda-tanda batas yakni jarak telah
ditentukan untuk diukur adalah 24 maka untuk membuat titik-titik detainya kita
bagi menjadi 1 meter, setiap 1 meter kita tandai dengan jalon atau patok (kayu
kecil) setelah itu pengukuran dilakukan dengan menggunakan clinometer dan pita
ukur. Pengukuran dengan clinometer hanya
dengan membaca sudut azimutnya saja. Sedangkan bila dilakukan dengan pengukuran
teodolit maka perlu diukur bacaan belakang dan bacaan depan.
Pengukuran batas dan pemetaan detail
ini sangat diperlukan dalam hal pembuatan peta . oleh karena itu pelaksanaan pekerjaan pengukuran batas bidang
tanah dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan metode terestris dan metode
identifikasi peta foto. Setelah data didapatkan dari pengukuran batas ini maka hasil data akan digambar
dengan menggunakan busur, pensil, kertas milimeter A1, kertas kalkir , dan alat-alat
menggambar lainnya.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
- Pemetaan dari suatu kolam sangat rumit karena menggunakan banyak titik-titik detail.
- Pembuatan peta kolam perpustakaan USU dengan menggunakan alat clinometer hanya dengan menentukan sudut azimuth dan menggunakan pita ukur untuk mengukur jaraknya.
- Penyatuan titik-titik detail akan menghasilkan gambar peta selain itu semakin banyak titik-titik detailnya maka akan semakin terlihat profil kolam tersebut.
4. Sudut
azimut yang terbesar adalah pada titik IV-V sebesar 280,5 sedangkan sudut
azimut terkecil adalah pada titik II-III sebesar 70.
5. Titik pasti
ditandai dengan huruf P yakni sebuah tiang lampu yang berada di dekat kolam dan
ada 128 titik detail.
6. Sebuah
pengukuran batas ditandai dengan jalon, sehingga setiap kelompok dapat
melakukan pengukuran batas dan pemetaan detail.
7. Pengukuran batas dan pemetaan detail pada kolam
Perpus USU menggunakan cara poligon tertutup
DAFTAR PUSTAKA
Amhar, F., Patmasari, T., dan Kencana, A. 2001.
Aspek-Aspek Pemetaan Batas Wilayah Sebuah Tinjauan Komprehensif. Vol.8,No.1.
http//: scribd.com/../aspek-aspek-pemetaan.pdf. [ 14 Oktober 2009]
Hasanuddin Z. Abidin, Irwan Meilano,
Erna Heryani, Agung Budiwibowo, Samsul Bachri, Erwin Rommel, Busroni A. dan Yanto, 2005. Rekonstruksi Batas Persil Tanah di Aceh
Pasca Tsunami : Beberapa Aspek dan Permasalahannya. http//:scribd.com_Rekonstruksi-Batas-
Persil-Tanah-di-Aceh-Pasca–Tsunami.html [14 Oktober 2009]
Muda, I. 2008. Teknik Survei dan
Pemetaan. http//:scribd.com/../kelas-x-SMK-tekniksurveidanpemetaan.iskandar.pdf.DirektoratPembinaanSekolah
Menengah Kejuruan. Jakarta.
[14 Oktober 2009]
Oktaviory, D. 2008. Pemetaan dan Pengukuran .http://dennyoktaviory.
co.cc
index2.php?option=com_content&do
[20 September 2009]
Sularto, P. 2002. Penentuan Titik Ikat Topografi Dengan Menggunakan
Theodolit T1 di Efka dan Sekitarnya..
http//:digilib.batan.go.id/e-jurnal/artikel/eksplorium/..124../
priyo-s.pdf. ITB Press. Bandung.
Sudarsono, B dan Nugraha, A. 2008. Pengukuran dan Pemetaan Kadastral
dengan Metode Identifikasi Peta Foto. Teknik Vol.29 No.1. http//:
bakosurtanal.go.id/../%pengukurandanpemetaankadastraldenganmetodeidentifikasipetafoto.pdf. [ 14
Oktober 2009]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar