PENGUKURAN SIPAT DATAR MEMANJANG
Salah satu dasar pekerjaan di dalam ilmu ukur wilayah
adalah penentuan jarak antara 2 titik pada permukaan bumi. Pada jarak yang
terbatas, jarak antara dua titik pada elevasi yang berbeda biasanya digunakan
jarak horizontalnya. Alat penyipat datar berfungsi menjaga agar kedua ujung
pita ukur terletak pada 1 garis horizontal, terutama banyak digunakan pada
tanah miring dan bergelombang. Pengukuran jarak pada areal dengan kemiringan
(slope) 1-2 persen jarak miringnya dapat langsung diambil sebagai jarak
horizontal, sedangkan pada areal dengan kemiringan 3-10 % harus dikoreksi atau
dilakukan dengan cara terpotong-potong. Pada metode dengan cara
terpotong-potong, setiap kali pengukuran horizontal tidak dipergunakan seluruh
panjang pita ukur (Mulkan dan Sumaryanto, 1995).
Gambar 1. Metode Pengukuran Dengan Theodolit |
Metode-metode baku dan urutan yang telah ditentukan harus
diikuti dalam mengatur alat sipat datar, transit, dan teodolit. Kedudukan yang
benar daripada bagian-bagiannya dicapai dengan mengendorkan dan mengetatkan mur
dan sekrup pengatur tertentu, memakai jarum-jarum khusus. Menyempurnakan tiap
pengaturan pada percobaan pertama adalah membuang waktu karena beberapa
pengaturan berpengaruh pada yang lain. Sebuah alat sipat datar teratur
membentuk bidang bidik horizontal bila teropong diputar mengelilingi sumbu I.
Garis-garis pokok pada alat sipat datar adalah (1) garis bidik, (2) garis arah
nivo, (3) sumbu penopang nivo (4) sumbu I (Brinker dan Wolf, 1997).
Metode sipat datar prinsipnya adalah Mengukur tinggi
bidik alat sipat datar optis di lapangan menggunakan rambu ukur. Hingga saat
ini, pengukuran beda tinggi dengan menggunakan metode sipat datar optis masih
merupakan cara pengukuran beda tinggi yang paling teliti. Sehingga ketelitian
kerangka dasar vertikal (KDV) dinyatakan sebagai batas harga terbesar perbedaan
tinggi hasil pengukuran sipat datar pergi dan pulang. Maksud pengukuran tinggi
adalah menentukan beda tinggi antara dua titik. Beda tinggi h diketahui antara
dua titik a dan b, sedang tinggi titik A diketahui sama dengan Ha dan titik B
lebih tinggi dari titik A, maka tinggi titik B, Hb = Ha + h yang diartikan
dengan beda tinggi antara titik A clan titik B adalah jarak antara dua bidang
nivo yang melalui titik A dan B. Umumnya bidang nivo adalah bidang yang
lengkung, tetapi bila jarak antara
titik-titik A dan B dapat dianggap sebagai Bidang yang mendatar.. Cara
menghitung tinggi garis bidik atau benang tengah dari suatu rambu dengan
menggunakan alat ukur sifat datar (waterpass). Rambu ukur berjumlah 2 buah
masing-masing di dirikan di atas dua patok yang merupakan titik ikat jalur
pengukuran alat sifat optis kemudian di letakan di mistar-mistar yang dipasang
diatas titik-titik, sedang diketahui bahwa garis bidik adalah garis lurus yang
menghubungkan dua titik potong benang atau garis diagframa dengan titik tengah
lensa objektif teropong. Garis bidik
teropong harus sejajar dengan garis arah nivo. Garis bidik adalah Garis lurus
yang menghubungkan titik tengah lensa objektif dengan titik potong dua garis
diafragma, dimana pada garis bidik pada teropong harus sejajar dengan garis
arah nivo sehingga hasil dari pengukuran adalah hasil yang teliti dan tingkat
kesaIahannya sangat keciI. Alat-alat yang biasa digunakan dalam pengukuran
kerangka dasar vertikal metode sipat datar optis adalah: Alat Sipat Datar Pita Ukur
Rambu Ukur Statif Unting – Unting Dll (Purwarnijaya, 2008).
Gambar 2. Pengukuran sipat datar memanjang |
Sebagai pembanding, data GPS jaringan lokal juga diproses
dengan perangkat lunak commercial TGO (Trible Geomatics Office) version 1.3.
Namun demikian, daat tinggi (absolute) GPS yang diperoleh dari proses ini
memiliki standar deviasi yang jauh lebih kasar, yakni bervariasi antara 66-225
mm. Data sipat datar dihitung secara manual dengan memperhitungkan koreksi-koreksi
yang diperlukan untuk mendapatkan tinggi dalam sistem ortometrik. Standar
deviasi untuk nilai tinggi (absolut) ortometrik ini bervariasi dari 20-30
mm (Lestariya dan Ramdani, 2006).
Dengan demikian pengukuran sipat datar memanjang ini
sangat perlu dilakukan untuk mengetahui keadaan apakah datar atau tidak suatu
tanah dan mengetahui profil tanah hutan Tridarma yang kita ukur.
Adapun tujuan dari perlakuan yang
berjudul Pengukuran Sipat Datar Memanjang ini adalah untuk mengetahui profil antara
dua buah titik pada permukaan bumi.
METODOLOGI
Bahan dan Alat
Bahan
Adapun bahan yang digunakan adalah :
- Buku data sebagai tempat untuk menuliskan data-data penting.
- Lokasi / wilayah sebagai objek yang akan diamati profilnya dan diukur.
Alat
Adapun alat yang digunakan adalah :
- Pulpen sebagai alat untuk menulis data.
- Kalkulator sebagai alat untuk menghitung data yang diperoleh.
- Rambu ukur sebagai alat bantu dalam menggunakan teodolit.
- Pita ukur sebagai alat yang digunakan dalam mengukur jarak dan panjang.
- Teodolit sebagai alat yang digunakan dalam pengukuran sipat datar memanjang pada suatu daerah.
- Jalon sebagai alat bantu dalam pengukuran yakni menandakan stasiun-stasiun.
Prosedur Percobaan
Adapun prosedur ini adalah sebagai
berikut :
- Ditentukan garis sejauh 30 m kearah mana saja.
- Dibuat titik A sebagai titik awal dan titik B sebagai titik akhir.
- Dari jarak 30 m tersebut dibagi menjadi 3 bagian.
- Pada tiap bagian diberi tanda dengan jalon.
- Dibuat stasiun-stasiun antara sesuai dengan kebutuhan dan profil tanah yang diukur.
- Diletakkan alat antara 2 buah titik utama.
- Dibuat jarak dan tinggi tanah. Jarak yang diukur adalah jarak kedepan, jarak kebelakang, tinggi kedepan, tinggi kebelakang.
- Dipindahkan alat ke stasiun berikutnya setelah pengukuran distasiun I selesai dan dilakukan hal yang sama.
- Dimasukkan hasil pengukuran kedalam tabel berikut :
Tabel I.
Pengukuran Sipat Datar Memanjang
Stasiun
|
Posisi alat
|
Hasil
Pengukuran
|
Hasil
Perhitungan
|
Ket
|
|||||
Bi
|
Mi
|
Dbi
|
Dmi
|
BT
|
TDPL
|
TGB
|
|||
Gambar 2. Langkah-Langkah Pengukuran |
Keterangan :
Bi : Tinggi bacaan Belakang
Mi : Tinggi bacaan Depan
Dbi : Jarak bacaan Belakang
Dmi : Jarak bacaan ke Depan
BT : Beda tinggi
TDPL : Tinggi di atas Permukaan Laut
TGB : Tinggi Baris Balik
Dimana rumus
yang dipergunakan adalah :
BT =
Bi - Mi
TDPL =
TDPL + BT
TGB =
TDPL + Bi
Kesimpulan :
1. Pada saat pengukuran sipat datar memanjang
, jarak yang ditentukan yakni 30 m dibagi menjadi beberapa stasiun. Dengan
demikian akan mempermudah dalam penggambaran profil tanah.
2. Untuk mempermudah pengukuran jarak dan
tinggi maka digunakan rambu ukur dan pita ukur.
3. Apabila keadaan tanah dalam satu stasiun
adalah datar maka profil tanah jika digambar akan lurus (tidak berkelok-kelok).
4. Profil tanah yang berlekuk (tidak rata)
akan memberikan beda tinggi dengan tanah yang datar.
5. Pengukuran yang telah dilakukan memperoleh
bahwa rata-rata TDPL adalah 35,5
6. Dari hasil didapat TGB
·
TGB
1= 36,3
·
TGB
2= 37,3
·
TGB
3= 38,57
·
TGB
4= 39,87
Saran :
Pada
kegiatan pengukuran sipat datar memanjang ini dibutuhkan ketelitian dalam menentukan
posisi penggambaran objek sehingga didapat profil tanah yang sesuai dengan
keadaan lapangan.
DAFTAR PUSTAKA
Brinker, R dan Wolf, P. 1997. Dasar-Dasar Pengukuran Tanah. Penerbit
Kanisius. Jakarta.
Lestariya, A dan Ramdani, D. 2006. Analisis Koperatif Penentuan Tinggi
Dengan GPS Dan Sipat Datar.
http//:bakosurtanal.go.id/../penentuan%20tinggi%20dengan%20
GPS%20dan%20sipat%20datar.pdf.
[13 Oktober 2009]
Mulkan, S dan Sumaryanto, E. 1995. Ilmu Ukur Wilayah. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.
Purnaarwijaya, I. 2008. Teknik Survei
dan Pemetaan. http//:scribd.com/../kelas-x-SMK-tekniksurveidan
pemetaan.iskandar.pdf Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar