H.O.R.A.S

Selamat Datang buat anda yang mengunjungi blog ini, Segala informasi dalam blog ini merupakan bantuan dari buku-buku, majalah, dan lain-lain
Semoga blog ini bermanfaat bagi anda ^^.


Kamis, 03 November 2011

Pengukuran Geodesi 2


PEMBUATAN BELOKAN
            Dalam setiap ilmu pengetahuan, pengukuran menghasilkan deskripsi kuantitatif dari suatu proses dan produk yang membuat kita memahami tingkah laku dan hasil. Dan akan semakin berkembang jika kita memilih teknik dan utilitas yang lebih baik untuk mengendalikan dan memaksimalkan kinerja suatu proses, produk dan resources (sumber) yang ada. Karena seorang engineer tidak dapat dikatakan sebagai  engineer sejati, sampai kita dapat membangun pondasi yang solid untuk mengukur berbasiskan teori. (Pfleeger et al., 1997).  

     Lord Kelvin mengartikan ketika kalian dapat mengukur  apa yang kalian katakan dan mengekspresikannya dalam angka-angka, maka kalian mengetahui sesuatu tentang itu. Tetapi jika kalian tidak dapat mengukur dan mengekspresikan sesuatu dengan angka-angka, pengetahuan tersebut tidak lengkap dan belum mencukupi dengan baik.  J. C. Maxwell mengatakan bahwa mengukur berarti mengetahuiProses pengukuran adalah proses memetakan properti atau hubungan empiris ke model formal. Pengukuran dimungkinkan dengan adanya isomorphism antara :
  1. Hubungan empiris diantara properti suatu obyek dan kejadian yang ada padanya. 
  1. Properti dari model formal  yang terdiri dari angka dan perubahan operator.
Ini berarti, bahwa  kita disebut mengukur jika  kita  mengukur atribut dari sesuatu. Pengukuran harus dapat membuat kita dapat menyebutkan dengan pasti dalam bentuk angka-angka dan simbol dari suatu atribut entitas yang dideskripsikan tersebut. Angka-angka sangat berguna dan sangat penting dalam meringkas sesuatu. Dan mengukur itu tidak hanya sekedar angka-angka saja, tapi juga mendefinisikan pemetaan entitas dan atribut dalam bentuk pertanyaan.   (Nuijten, 2007)

            Bila harus menentukan tempat beberapa titik dan titik itu semuanya letak diatas satu garis lurus, maka tempat titik-titik itu dapat dinyatakan dengan jarak dari suatu titik yang letak diatas garis lurus itu pula. Titik yang diambil sebagai dasar untuk menghitung jarak-jarak dinamakan titik nol. Karena titik-titik dapat letak di sebelah kiri dan di sebelah kanan titik nol. Maka haruslah diberi tanda kepada jarak-jarak untuk dapat membedakan dua macam jarak. Umumnya kepada titik-titik yang letak disebelah kanan titik nol, diberi jarak dengan tanda positif  dan kepada titik yang letak disebelah kiri titik nol, diberi jarak dengan tanda negatif. Pengukuran-pengukuran dibagi dalam pengukuran yang mendatar untuk mendapat hubungan mendatar titik – titik yang diukur di atas permukaan bumi dan pengukuran-pengukuran tegak guna mendapat hubungan tegak antara titik-titik yang diukur (Wongsotjitro, 2006).   

            Pada bagian ini tidak perlu panjang lebar dijelaskan tentang Pemetaan Partisipatif, yang penting  diperhatikan pada bagian ini adalah mempertegas kembali visi gerakan pemetaan partisipatif  dengan turunan yang jelas dan targetan-targetan yang harus ditentukan dalam setiap fase gerakan  Pemetaan Partisipatif (Trajektory). Artinya, jika hendak mengaitkan visi kedepan gerakan pemetaan partisipatif dengan penguatan komunitas perempuan sebagai pengelola sumberdaya alam, sangat sederhana yang harus direncanakan oleh para pelaku gerakan ini adalah menyusun trajectory agar gerakan ini dapat terukur keberhasilannya dan teridentifikasi berbagai kelemahannya. 

Gambar. Pembuatan Belokan

          Namun sebelum sampai kesitu, konsepsi tentang gerakan pemetaan partisipatif inipun perlu dibedah bersama, apakah pemetaan partisipatif ini memang sudah menjadi sebuah gerakan atau hanya satu komponen gerakan rakyat secara keseluruhan? Tanpa bermaksud mengulang-ulang sejumlah diskusi yang sudah ada, untuk dapat disebut sebuah gerakan, pemetaan partisipatif masih harus menempuh jalan panjang. Sejumlah kenyataan dapat diuraikan satu persatu, dan  dapat ditarik pelajaran pentingnya bahwa pada kenyataannya PP sesungguhnya adalah sebuah  metode, dan secara efektif dipergunakan (pertama kali) oleh komunitas-komunitas yang melakukan advokasi untuk isu-isu konservasi, perkembangan terkininya adalah komunitas-komunitas petani yang berhadapan dengan sengketa tanah structural dimana mereka memperkuat kerangka advokasinya dengan menggunakan metode PP (Safitri, 2006). 

            Konstruksi interblok adalah konstruksi perkerasan lentur yang menjadikan interblok sebagai bahan lapis permukaan, sedangkan lapisan pondasi (base dan sub-base) memiliki persyaratan dan fungsi yang sama dengan perkerasan lentur jalan lainnya. Interblok atau yang lebih dikenal sebagai  Concrete Blok Pavement (CBP), pertama kali diperkenalkan di Negeri Belanda awal tahun 1950 sebagai pengganti konstruksi perkerasan jalan yang memakai batu dari tanah liat yang dibakar (Van der Vlist 1980). Secara umum, bentuk interblok yang indah, serta mahalnya aspal sebagai bahan perkerasan lentur dan biaya konstruksi dan perawatan perkerasan lentur jalan, menyebabkan perencana jalan memilih konstruksi interblok sebagai konstruksi inovatif perkerasan lentur jalan.  Konstruksi interblok memiliki prinsip yang sama  dengan perkerasan lentur jalan dengan 3 (tiga)  lapisan, di dalam mendistribusi beban lalu-lintas, suhu  perkerasan dan ketebalan dari masing-masing lapisan.  Di dalam metoda perkerasan lentur dengan 3 (tiga)  lapisan, memiliki: 

a.  Lapisan Permukaan (Surface Course)
b.  Lapisan Pondasi Atas (Base Course)
c.  Lapisan Pondasi Bawah (Sub-base Course), dan
d.  Lapisan tanah dasar. 

Kekuatan dan ketahanan serta bentuk yang indah, membuat Konstruksi Interblok menjadi cocok untuk dipergunkan di daerah komersial, di daerah pemerintahan dan di daerah industri. Kurang lebih 50 tahun yang lalu, telah dilakukan penelitian mendalam terhadap konstruksi interblok di seluruh dunia Konstruksi interblok yang memiliki kekuatan dan  kekokohan yang baik, serta tahan beberapa bahan  kimia, membuatnya dapat dipergunakan di daerah –  daerah yang memiliki beban barang dan peralatan  yang amat berat (ultra-heavy duty areas), seperti:  kawasan industri, daerah bongkar-muat kontainer,  terminal penumpang bandara, daerah perparkiran (Ferry, 2006). 

            Penggunaan konstruksi perkuatan pada tanah lunak pertama kali dengan  menggunakan  steel mesh dibawah konstruksi timbunan pada daerah pasang surut di Perancis. Perbandingan antara timbunan diatas tanah gambut di Afrika dengan dan tanpa kekuatan. Konstruksi perkuatan  pada timbunan diatas gambut dengan memasang instrumentasi yang menyatakan bahwa selain woven polypropylene fabric, tegangan tarik semua jenis geotextile yang diambil contohnya dari pemasangan setahun sebelumnya berkurang antara 25% sampai 36% dari tegangan tarik awalnya, meskipun tidak berpengaruh banyak pada fungsinya. Penggunaan berbagai jenis geotextile pada 17 lokasi proyek US Army Corps of Engineer di Amerika  Serikat pada tanah yang sangat lunak. 

         Penggunaan metoda elemen hingga pada design konstruksi timbunan diatas tanah lunak dengan perkuatan pertama kali. Tanah timbunan dimodelkan sebagai linier-elastis, sedangkan tanah lunak dimodelkan sebagai anisotropic elastic perfectly plastic. Metoda perencanaan konstruksi timbunan diatas tanah lunak dengan metoda elemen.  Metoda perencanaan dengan analisa keseimbangan batas  (limit equilibrium) untuk konstruksi timbunan diatas tanah lunak dengan  perkuatan geotextile. Metoda ini dimaksudkan untuk mencari tegangan yang diperlukan oleh geotextile pada modus keruntuhan yang ditinjau untuk menjaga stabilitas konstruksi. Perumusan yang dipergunakan adalah kaidah yang berlaku pada bidang Mekanika Tanah sehingga memudahkan dalam memahami metoda ini. (Djarwadi, 2006). 

              Pada penelitian sebelumnya, dijelaskan bahwa kendaraan dapat mengalami kondisi  understeer, oversteer, dan netral pada kendaraan. Pada gerakan belok kendaraan sudut slip pada roda depan dan roda belakang (αf dan αr) sangat dominan mempengaruhi stabilitas belok dari sebuah kendaraan. Ada daerah batasan kwadran II dan III pada kendaraan sehubungan dengan besarnya sudut  side slip (β) yang terbentuk pada body kendaraan tersebut yang mempengaruhi kualitas belok sebuah kendaraan. Artinya bahwa kendaraan dengan sudut side slip (β) berada pada kwadran III, mudah untuk berbelok karena radius beloknya kecil, sedangkan kendaraan yang berada pada kwadran ke II sudut  side slipnya (β) kendaraan akan cendrung mengalami  understeer atau susah untuk dibelokkan. Kondisi  Ackerman adalah kondisi yang ideal pada sebuah kendaraan karena kecepatannya rendah dan radius beloknya yang kecil.  Pada kondisi sudut belok roda depan 250, terlihat bahwa pada sudut slip roda belakang 0 derajat, sudut side slip yang terjadi pada kendaraan juga menurun setelah 10 derajat juga semakin menurun, artinya kemampuan belok kendaraan semakin menurun.

              Pada sudut slip roda belakang 10 derajat mengalami penurunan, setelah sudut belok roda depan 10 derajat mengalami peningkatan, ini artinya setelah sudut slip roda depan 10 derajat kemampuan belok semakin baik, namun kemungkinan oversteer lebih dominan. Begitu juga pada sudut slip roda belakang 15 derajat mengalami hal yang sama dengan  sudut slip roda belakang 10 derajat, kemungkinan oversteer lebih tinggi dibanding yang sudut slip roda belakang 10 derajat. Menurut peneliti lainnya dikatakan bahwa sudut belok roda depan sebagai fungsi dari kecepatan, artinya bahwa batas kecepatan sebuah kendaraan menentukan seberapa besar sudut belok maksimum yang seharusnya terjadi pada kendaraan tersebut, karena jika melampaui akan menyebabkan kendaraan tersebut berada pada region skid. Jadi setiap kecepatan pada sebuah kendaraan, batas sudut belok roda depan maksimumnya merupakan suatu ketetapan supaya kendaraan stabil. (Jonoadji dan Siahaan, 2008). 

            Dalam merencanakan jalan-jalan tidaklah mungkin untuk menghubungkan dengan garis lurus dua arah yang harus dihubungkan. Oleh karena itu dua garis lurus itu harus dihubungkan dengan membuat belokan. Dalam menentukan busur-busur lingkaran kita mengenal apa yang disebut dengan titik-titik utama dan titik detail. Titik utama adalah titik yang paling dibutuhkan dalam pembuatan peta dan titik detail adalah titik pembantu dalam pembuatan peta. 

            Adapun tujuan yang berjudul “Pembuatan Belokan” ini adalah untuk mengetahui cara menghubungkan dua arah yang saling berhubungan, sehingga perpindahan jalur yang satu dengan yang lainnya dapat berjalan dengan baik.


METODOLOGI
Bahan dan Alat
Bahan
            Adapun bahan yang digunakan adalah :
  1. Data pembuatan belokan sebagai data untuk membuat jalan.
  2. Buku panduan sebagai bahan pemandu praktikan dalam praktikum Geodesi dan Kartografi.
  3. Kertas milimeter A untuk menggambar belokan yang akan dihitung datanya.

Alat
            Adapun alat yang digunakan adalah :
  1. Busur sebagai alat untuk menentukan sudut.
  2. Pensil sebagai alat untuk menggambar pembuatan belokan.
  3. Kalkulator sebagai alat hitung data yang diperoleh.
  4. Penggaris sebagai alat untuk menggambar lurusan pembuatan belokan.
  5. Pulpen sebagai alat tulis dalam pembuatan belokan.

Prosedur
            Adapun prosedur dari Pembuatan Belokan adalah :
1.      Ditentukan azimuth ab (αab )
2.      Ditentukan titik belokan Ti (T1a) dan ditentukan titik S
3.      ST1 = ST2 = R tan ½ β
4.      ½ β = 900 – ½ α
5.      Ditentukan αba dari titik S (αba = 1800 + αab)
6.      Ditentukan αsc dengan rumus : αsc = αba – α
7.      Dibidik T2 dari B sejauh αsc (T2=T1)
8.      Ditentukan titik utama M dan S (SM = R tan ½ β tan ¼ β)
9.      PTB = β/3600 x 2 π r
10.  Ditentukan titik - titik detail :
      T1a’ = k cos ½ θ
      aa’ = k sin ½ θ
      ab’ = bc’ = cd’ = ……k cos θ
      bb’ = cc’ = dd =….k sin θ
      θ = sudut detail (θ = β / BTD)


Metode Perlakuan
            Adapun metode yang dipakai dalam praktikum ini adalah metode perpanjangan tali busur.



Pembahasan
            Dalam pembuatan belokan ini akan dipergunakan metode perpanjangan tali busur. Pembuatan busur dilapangan dijumpai pada waktu membuat jalan raya, jalan kereta api, saluran air untuk pengairan, dan sebagainya. Dengan demikian untuk menghubungkan dua arah yang saling berpotongan maka digunakanlah busur lingkaran supaya perpindahan dari arah yang satu ke arah yang lain berjalan dengan lancar. Dari busur lingkaran ini akan ditentukan titik-titiknya dengan jumlah yang cukup hingga letak busur lingkaran itu dilapangan dapat terlihat dengan jelas. 

Didalam praktikum ini, kita akan dapat mengetahui titik utama dalam pusat lingkaran, sehingga titik detail dan sudut detail juga harus dicari agar terbentuk belokan yang kita cari. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wongsotjitro (2006) yang menyatakan bahwa Pengukuran-pengukuran dibagi dalam pengukuran yang mendatar untuk mendapat hubungan mendatar titik – titik yang diukur di atas permukaan bumi. Dengan demikian penggabungan titik-titik detail akan menghasilkan belokan apabila antara titik yang satu dengan yang lainnya kita hubungkan. Pembuatan belokan ini dapat kita hitung karena data-data telah diketahui. 

Perhitungan data-data yang diperoleh agar dapat menggambar belokan dibutuhkan ketelitian yang tinggi. Kita melakukan perhitungan data-data belokan dengan menggunakan kalkulator dan angka-angka yang diperoleh dibulatkan dua angka dibelakang koma, walaupun demikian sudut yang dihitung tidak boleh dibulatkan. Sewaktu dilakukan penggambaran belokan di kertas milimeter A2 banyak gambar yang diperoleh yang tidak sesuai karena ada yang tidak pas mengenai T (belokan yang diperoleh berlebihan atau melewati garis T2) dan ada yang tidak mengenai T2 (belokan yang diperoleh tidak melewati T2). Hal ini dikarenakan pada saat penggambaran ada terdapat faktor-faktor yang mem pengaruhi si pengukur (penggambar belokan) yakni sewaktu menggambar si penggambar menggunakan mata pensil yang terlalu tebal, si penggambar tidak tahu dalam menggambar sudut atau matanya rabun sehingga ada kesilapan sewaktu menentukan sudut, posisi menggambar juga menentukan gambar belokan yang kita peroleh. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Nuijten (2007) yang menyatakan bahwa pengukuran menghasilkan deskripsi kuantitatif dari suatu proses dan produk yang membuat kita memahami tingkah laku dan hasil. Oleh karena itu pengukuran yang akurat akan menentukan gambar belokan yang kita gambar. Pengukuran harus dapat membuat kita dapat menyebutkan dengan pasti dalam bentuk angka-angka dan simbol dari suatu atribut entitas yang dideskripsikan tersebut. Angka-angka sangat berguna dan sangat penting dalam meringkas sesuatu.

            Pembuatan belokan harus dilakukan secara teliti agar tidak membahayakan para pengguna jalan misalnya si pengemudi dalam mengendarai motor dengan kecepatan yang tinggi. Pada saat si pengemudi akan menjumpai titik belokan maka dia harus mengurangi kecepatannya sehingga dengan mudah si pengemudi dapat berpindah dari satu arah ke arah yang lain. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Jonoadji dan Siahaan (2008) yang menyatakan bahwa kendaraan dapat mengalami kondisi  understeer, oversteer, dan netral pada kendaraan Jadi setiap kecepatan pada sebuah kendaraan, batas sudut belok roda depan maksimumnya merupakan suatu ketetapan supaya kendaraan stabil. 

            Pada perhitungan data-data belokan maka hasilnya dapat diperoleh ST1 = ST2 = 52,3 cm,  SM =  38,7 cm,   PTB =40,75 cm dan banyak titik detail yang dibutuhkan dalam pembuatan belokan diperlukan sebanyak 8 titik detail. T1a’ = 4,94 cm, aa' = 0,78 cm, αba = 2140,dan αsc = 180. oleh karena itu perhitungan dapat dilakukan sebanyak tiga kali untuk memastikan keakuratannya.


KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
  1. Pada pembuatan data belokan dapat kita lihat bahwa sudut dan jarak menentukan sebuah bentuk ukuran yang kita ukur.
  2. Pembuatan belokan sangat berguna bagi kehutanan karena berfungsi dalam pembuatan jalan, jalan kereta api dan jalan saluran air untuk pengairan.
  3. Kesulitan dalam pengukuran data belokan adalah untuk menentukan sudut dibutuhkan ketelitian yang tinggi dalam menggunakan busur dan juga pengukuran jarak harus menggunakan belebas yang memiliki nomor (angka) yang jelas.
  4. Banyak titik detail dari analisa data adalah sebanyak 8 titik detail dan sudut detail sebesar 17,9 0
  5. Pada saat penggambaran belokan di kertas millimeter, titik P tidak ketemu, gambar belokan terbentuk walaupun antara T1 dan T2 tidak ketemu.
  6. Dari hasil perhitungan diperoleh yakni ST1 = ST2 = 52,3 cm,  SM =  38,7 cm,   PTB =40,75 cm dan banyak titik detail yang dibutuhkan dalam pembuatan belokan diperlukan sebanyak 8 titik detail.


DAFTAR PUSTAKA
Djarwadi, D. 2006. Konstruksi Jalan Diatas Tanah Lunak Dengan Perkuatan Geotextile. http://petra.ac.id/kts06/papers/25-kts-GE-04.pdf. Universitas Gadjah Mada Press. Yogyakarta.

Ferry, F. 2006. Keberadaan Konstruksi Interblok Sebagai Konstruksi Perkerasan Lentur Jalan. http://jurnalsipiluph.files.wordpress.com/2006/12/vol3-no2-naskah-6.pdf. Vol.3, No.2. Universitas Pelita Harapan Press. Tangerang. 

Jonoadji dan Siahaan. 2008. Studi Perbandingan Karakteristik Analisa Kinematika Akibat Pengaruh Sudut Belok Roda Depan Yang Variabel Terhadap Stabilitas Kendaraan.http://fportfolio.petra.ac.id/../studi%20perbandingan20karakteritik %20analisa%20kinematika. UGM Press. Yogyakarta.

Nuijten, H. 2007. Mengukur dan Meletakkan Ukuran. http://oasen.ni/.../mengukur%20dan%20meletakkan%20ukuran%20(measuring%20an..). OASEN drinkwater. Pontianak.

Safitri, H. 2006. Pilihan itu berdasarkan ’Belokan-Belokan” yang Disediakan. http://Images.agrarianrc.multiply.multiplycontent.com/.../HS-pilihan %20 itu %20berdasarkan%20belokan%20yang%20disediakn. Tim Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif. Jakarta.

Wongsotjitro, S. 2006. Ilmu Ukur Tanah. Penerbit Kanisius. Jakarta.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar