PRIORITAS
MENOLONG SESAMA
Di
dalam keadaan yang tidak darurat, kita pun diajar oleh Firman Tuhan untuk
memberikan bantuan dengan urutan prioritas sebagai berikut :
- Keluarga
Prioritas untuk menolong
sesama harus ditujukan pertama-tama kepada anggota keluarga sendiri :
anak-anak, istri, orang tua, kakek, dan
nenek. Sangat tidak menjadi kesaksian yang harum, jika kita menolong
kesana-kemari namun ternyata keluarga sendiri tidak tercukupi kebutuhannya.
Memenuhi kebutuhan pokok keluarga sendiri jangan dianggap sebagai mementingkan diri
sendiri, tetapi harus dipandang dengan positif sebagai sikap yang bertanggung
jawab dari seorang ayah, ibu, atau dari seorang anak.
Awalnya sebagai orang tua,
ayah harus bekerja keras seperti yang ditunjukkan oleh Yakub untuk memenuhi
seluruh kebutuhan keluarganya (Kej 30:25-26). Atau seperti istri yang cakap
yang mempersiapkan makanan dan pakaian bagi keluarganya (Ams 31: 10-31).
“Seperti Bapa sayang kepada anak-anaknya, demikian
Tuhan sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia (Mzmr 103:13)”
Bapa harus sayang kepada anak-anaknya, dalam hal ini termasuk
memenuhi kebutuhan hidup yang pokok bagi mereka, yaitu makanan, sandang, papan,
serta pendidikan. Pemenuhan kebutuhan ini harus diutamakan, sebagaimana Tuhan
juga memelihara anak-anakNya.
Pada gilirannya, anak-anak harus merawat orang tua mereka yang
sudah tua dan tidak mampu lagi bekerja, seperti yang dijelaskan ayat dibawah
ini ketika Rasul Paulus berbicara tentang janda-janda tua yang perlu diurus
oleh anak atau cucu mereka.
“Tetapi jikalau seorang
janda mempunyai anak atau cucu, hendaknya mereka itu pertama-tama belajar
berbakti kepada kaum keluarganya sendiri dan membalas budi orang tua dan nenek
mereka, karena itulah yang berkenan kepada Allah.. Tetapi jika ada seseorang
yang tidak memeliharakan sanak saudaranya aalagi seisi rumahnya, orang itu
murtad dan lebih buruk dari orang yang tidak beriman (1 Tim 5:4,8)”
Memenuhi terlebih dahulu
kebutuhan pokok keluarga sendiri, tidak berarti otomatis menutup peluang untuk
memberi kepada orang lain karena Firman Tuhan mengajarkan kepada kita untuk
belajar memberi sesuai kemampuan kita. Dan untuk dapat memberi di dalam kondisi
apapun, kita harus berani belajar berkata “cukup” untuk diri sendiri.
- Orang-orang seiman
Tingkatan selanjutnya di
dalam memberi, jika anggota keluarga sudah diurusi, maka tujuan berikutnya
adalah orang-orang yang seiman. Mengapa kita harus memerhatikan saudara-saudara
seiman terlebih dahulu ? prinsipnya sama seperti dengan keluarga sendiri.
Saudara seiman haruslah yang terlebih dahulu mendapatkan pertolongan karena
hubungan saudara seiman adalah hubungan keluarga besar di dalam Kristus. Dan di
dalam keluarga besar Kristus, hukum Kristus harus dijalankan, yaitu hukum
kasih. Saling tolong menolong di dalam keluarga Kristus ini merupakan kesaksian
yang indah bagi orang-orang luar.
- Semua orang lain
Setelah kebutuhan untuk keluarga dan saudara-saudara seiman
terpenuhi, maka Firman Tuhan mengajar orang-orang percaya untuk juga peduli
kepada kebutuhan orang-orang lainnya. Kita memberikan bantuan kepada
orang-orang lain ini bukan untuk tujuan penginjilan tetapi sebagai ketaatan
kepada Firman Tuhan dan juga sebagai wujud kasih kita kepada sesama manusia
sebagai sesama ciptaan Tuhan yang ada dalam kesusahan dan perlu pertolongan.
“ Dan janganlah kamu lupa berbuat baik dan memberi bantuan, sebab
korban-korban yang demikianlah yang berkenan kepada Allah (Ibr 13:16)”
INDAHNYA
BERBAGI
By : SPIRIT
HANDBOOK
8 Prinsip
Utama Dalam Memberi
Tuhan ingin
kita memiliki gaya hidup memberi. Ada begitu banyak Firman Tuhan menasihatkan
bahkan memerintahkan hal itu. Dari sekian banyak pernyataan tersebut, secara
umum ada 8 prinsip yang diajarkan
Alkitab dalam hal memberi :
- Memberi dengan kasih (1 Kor 13 : 3)
Paulus mengatakan
bahwa sekalipun kita memberi semua yang kita miliki, tapi jika tidak
didasari oleh kasih, maka itu sia-sia.
Kita dapat memberi tanpa mengasihi (kita bahkan bisa memberi dengan maksud
menghina), tetapi kita tidak dapat mengasihi tanpa memberi. Memberi dengan kasih
berbicara tentang motivasi dan sikap hati. Jadi mari lihat adakah kasih dalam
tindakan dan hati kita ?
- Memberi tanpa pamrih (2 Kor 8:2)
Yesus
pernah berkata, “ Berilah maka kamu akan diberi “ (Luk 6:38). Namun apakah
memberi itu seperti sebuah investasi ? jika kita memberi sekian juta, itu pasti
akan lebih baik daripada sekian ribu karena kita pasti akan menerima kembali
minimal dalam 7 digit. Apakah demikian aturannya ? tapi, bagaimana dengan Yesus
yang justru lebih memuji janda yang memberi hanya beberapa peser ? (Mrk 12 :
43). Ya , jangan sampai dasar motivasi kita memberi hanyalah supaya diberi
(apalagi diberi lebih banyak dari yang kita berikan). Yesus mengatakan bahwa
kita akan diberi jika kita memberi. Hal itu adalah janji dan juga peringatan agar
kita tidak perlu khawatir untuk memberi.
- Memberi dengan kerelaan (2 Kor 8:12 ; 9:7)
Memberi
dengan kerelaan adalah memberi sebagai wujud ketaatan kita kepadaNya. Namun,
ketaatan ini bukan didorong oleh hokum, tapi anugerah Tuhan. Ya, jika saat ini
kita memberi, maka itu adalah respons kita atas anugerah Tuhan yang telah lebih
dulu memberikan nyawaNya untuk kita.
- Memberi dengan sukacita (2 Kor 9:7)
Memberi
dengan tanpa pamrih dan rela hati saja ternyata tidak cukup. Tuhan juga ingin
kita bersukacita saat kita memberi. Mengapa sukacita itu penting ? karena saat
kita memberi pada orang lain yang membutuhkan, itu sama artinya kita menaati
perintah Tuhan. Dan Tuhan suka jika kita melakukan perintahNya dengan sukacita,
bukan bersungut-sungut atau terpaksa.
- Memberi dengan kesadaran ( 2 Kor 8:3-4)
Memberi
dengan kesadaran berarti kita yang proaktif, bukan karena kita diminta atau
dipaksa (oleh seseorang, situasi, atau oleh Tuhan sendiri). Jemaat di Makedonia
adalah contoh untuk sikap ini. Mereka bahkan “mendesak” (bukan terdesak) untuk
bias memberi , bahkan memberi “lebih dari kemampuannya”.
- Memberi dengan penuh pengorbanan (2 Kor 8:2-3)
Kapan
kita harus memberi ? Firman Tuhan mengajarkan bahwa setiap saat kita bisa
memberi, tanpa harus menunggu sudah berkecukupan bahkan berlebihan. Jika kita
hanya menunggu sudah cukup, maka yang ada kita tidak akan pernah memberi karena
kita tidak akan pernah merasa cukup. Saat kekurangan pun, itu bukan halangan
kita untuk memberi. Janda miskin di bait Allah, jemaat Makedonia, janda di
sarfat (1 Raj 17), dan lain-lain adalah teladan akan hal ini. Mereka mau
memberi meski sebenarnya mereka sendiri juga dalam keadaan kekurangan. Dan
Tuhan tidak akan tinggal diam melihat hati yang seperti ini.
- Memberi dengan tulus (Mark 12:42-44)
Kemampuan
seharusnya bukan menjadi alasan apakah kita akan memberi atau tidak. Tapi
memberi ditentukan oleh sikap ketulusan hati kita. Yang Jelas, Tuhan pada
dasarnya memang tidak melihat seberapa besar pemberian kita, tapi motivasi dan
sikap kita.
- Memberi tanpa mengharap pujian (Mat 6:1)
Yesus
menjelaskan ini dengan gambaran bahwa saat tangan kanan kita memberi, maka
tangan kiri kita jangan sampai tahu. Namun, pada dasarnya ini bukan bicara soal
teknis, tapi sekali lagi sikap kita. Sebenarnya tidak masalah ketika kita
memberi lalu kita harus mencantumkan nama kita. Sebaliknya, biarpun kita
memberi dengan tidak mencantumkan nama, tapi kita berharap akan ada pujian atas
perbuatan kita itu, maka itu bukan sikap yang Tuhan mau. Ingat, perbuatan
memberi yang kita lakukan pada orang lain pun pada dasarnya tidak lepas dari
hubungan kita dengan Tuhan. Biarlah Tuhan saja yang akan dimuliakan dan kita
hanyalah alatNya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar