PENDAHULUAN
Latar Belakang
Seiring dengan
peningkatan industri perkayuan di
Indonesia, ketersediaan kayu di hutan baik jumlah
maupun kualitasnya semakin terbatas. Hal ini
berpengaruh terhadap industri papan partikel yang
semakin sulit mendapatkan kayu yang solid berkualitas
baik. Salah satu alternatif menggantikan partikel
kayu adalah bambu.
Masalah serius yang
dihadapi oleh industri pengolahan kayu di Indonesia saat ini adalah kekurangan bahan baku kayu. Hal
ini terjadi karena kecepatan pemanfaatan
kayu tidak seimbang dengan kecepatan
pembangunan tegakan baru. Sementara itu kebutuhan kayu
untuk mebel, bahan bangunan dan keperluan lain terus meningkat seiring dengan pertambahan penduduk serta sebagai
pengganti kayu yang rusak, lapuk atau dimakan rayap.
Oleh karena itu perlu dicari bahan baku alternatif untuk industri pengolahan
kayu. Bambu merupakan salah satu bahan yang
dapat digunakan untuk tujuan tersebut. Pemanfaatan
bambu untuk papan partikel dapat mengurangi permintaan kayu untuk industri papan partikel (Widjaya, 2001).
Bambu
merupakan salah satu hasil hutan bukan kayu yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan, oleh karena itu
bambu termasuk tanaman serbaguna. Tanaman bambu
telah digunakan masyarakat sejak jaman dahulu antara lain untuk bahan bangunan, mebel, alat rumah tangga dan
barang kerajinan. Di Indonesia bambu dapat dijumpai
baik di daerah pedesaan maupun di dalam kawasan hutan. Semua jenis tanah dapat ditanami bambu kecuali tanah di
daerah pantai. Pada tanah ini kalaupun terdapat bambu,
pertumbuhannya lambat dan batangnya kecil. Tanaman
bambu dapat dijumpai mulai
dari dataran rendah sampai dataran tinggi, dari pegunungan berbukit dengan
lereng curam sampai landai (Sastrapraja, 1977).
Industri
pengolahan bambu di Indonesia, yang telah berkembang dan telah diekspor produknya adalah supit, mebel
dan barang kerajinan. Dari proses pengolahan bambu
tersebut maka diperoleh limbah berupa potongan bambu khususnya bagian pangkal dengan panjang ruas yang tidak
beraturan yang jumlahnya cukup banyak. Untuk meningkatkan
efisiensi pemanfaatan bambu maka limbah berupa potongan bamboo tersebut masih dapat dimanfaatkan
sebagai bahan baku papan partikel. Sebagaimana diketahui
bahwa salah satu keuntungan pembuatan papan partikel adalah dapat memanfaatkan berbagai macam bahan
berlignoselulosa dengan ukuran yang kecil sedangkan
produk yang dihasilkan dapat diperoleh dalam ukuran yang besar. Dalam tulisan ini disajikan hasil penelitian
pengaruh kadar perekat terhadap sifat papan partikel bamboo (Sulastiningsih dkk, 2007).
.Wax
atau lilin adalah salah satu zat aditif yang ditambahkan pada campuran untuk
meningkatkan sifat papan komposit yang dihasilkan. Dalam komposisi papan,
emulsi wax menimbulkan daya tahan air yang bagus dan stabilitas dimensi yang
tinggi pada papan. Kegunaan ini sangat penting untuk memberikan perlindungan
selama perendaman tidak sengaja dari papan selama atau dapat mengurangi
penyerapan air secara bertahap. Jenis wax yang digunakan adalah parafin, yaitu
lilin mineral yang merupakan produk sampingan dari industri minyak mentah.
Parafin memiliki titik leleh 48-55 0C (Maloney, 1993). Parafin yang digunakan
dalam papan partikel berkisar 0,25 % sampai 2 % dari massa partikel,
ditambahkan untuk memberikan suatu sifat katalis air pada papan (Kamil,
1970).
Tujuan
1.
Untuk membuat papan partikel dari bambu betung parafin
2.
Menguji sifat fisis papan partikel bambu betung parafin
3.
Membandingkan nilai hasil
pengujian papan partikel bamboo betung paraffin yang didapatkan semua kelompok
TINJAUAN PUSTAKA
Papan partikel adalah
papan buatan yang terbuat dari serpihan kayu dengan bantuan perekat sintetis
kemudian mengalami kempa panas sehingga memiliki sifat seperti kayu, tahan api
dan merupakan bahan isolasi serta bahan akustik yang baik (Dumanauw, 1993).
Menurut Badan Standar Nasional (1996) papan partikel adalah produk kayu yang
dihasilkan dari pengempaan panas antara campuran partikel kayu atau bahan
berlignoselulosa lainnya dengan perekat organik serta bahan perekat lainnya
yang dibuat dengan cara pengempaan mendatar dengan dua lempeng datar (Mulyadi,
2001).
Menurut
Haygreen dan Bowyer (1996), tipe partikel yang digunakan untuk bahan
baku pembuatan papan partikel adalah :
a. Pasahan (shaving),
partikel kayu kecil berdimensi tidak menentu yang dihasilkan apabila mengetam
lebar atau mengetam sisi ketebalan kayu.
b. Serpih (flake),
partikel kecil dengan dimensi yang telah ditentukan sebelumnya yang dihasilkan
dalam peralatan yang dikhususkan.
c. Biskit (wafer),
serupa serpih dalam bentuknya tetapi lebih besar. Biasanya lebih dari 0,025
inci tebalnya dan lebih dari 1 inci panjangnya.
d. Tatal (chips),
sekeping kayu yang dipotong dari suatu blok dengan pisau yang besar atau
pemukul, seperti dengan mesin pembuat tatal kayu pulp.
e. Serbuk gergaji (sawdust), berupa serpih yang
dihasilkan oleh pemotongan dengan gergaji.
f. Untaian (strand), pasahan panjang, tetapi
pipih dengan permukaan yang sejajar.
g. Kerat (silver), hampir persegi potongan
melintangnya dengan panjang paling sedikit 4 kali ketebalannya.
h. Wol kayu (excelsior), keratin yang panjang,
berombak, ramping juga digunakan sebagai kasuran pada pengepakan.
Bambu
betung (Dendrocalamus asper) memiliki sifat yang keras dan baik untuk
bahan bangunan. Perbanyakan bambu betung dilakukan dengan potongan batang atau
cabangnya. Jenis bambu ini dapat ditemukan di dataran rendah sampai ketinggian
2000 mdpl. Bambu ini akan tumbuh baik bila tanahnya cukup subur, terutama di
daerah yang beriklim tidak terlalu kering .Bambu betung adalah bambu yang kuat,
tingginya bisa mencapai 20-30 m dan diameter batang 8-20 cm. Bambu betung juga
banyak digunakan untuk bahan bangunan rumah maupun jembatan. Bambu betung bisa
dipanen pada umur 3-4 tahun dengan produksi sekitar 8 ton/ha. Kerapatan serat
bambu betung adalah 0,8 g/cm3 (
Krisdianto dkk, 2000)
Perekat
merupakan faktor yang paling menentukan dalam berbagai produk kayu olahan.
Perekat yang biasa digunakan untuk produk-produk kayu merupakan perekat untuk
kempa dingin. Selain itu, perekat yang mempunyai bahan dasar air atau dikenal
dengan perekat jenis water based merupakan perekat yang sangat diminati
saat ini. Disamping karena keamanan dalam penggunaannya, perekat water based
juga merupakan solusi tersendiri dimana semakin mahalnya bahan-bahan
organik yang bersumber dari minyak bumi. Isosianat dikenal sebagai diphenylmethane
di-isocyanate (MDI) biasanya digunakan dalam pembuatan produk papan
komposit (Prasetyo, 2007).
Pengempaan produk perekatan atau
rakitan perekatan bertujuan untuk menempelkan lebih rapat sehingga garis
perekat dapat terbentuk serata mungkin dengan ketebalan yang setipis mungkin.
Pengempaan di dalam proses perekatan dibagi ke dalam dua tipe, (1) pengempaan
dingin (repressing atau cold pressing), (2) hot pressing atau
pengempaan panas yang dijalankan dengan suhu dan tekanan tertentu. Pengempaan
dingin sebagai tahap akhir dari proses pematangan perekat memerlukan waktu yang
lama tetapi ongkos/biaya pengempaan murah, sedangkan pada sistem kempa panas,
waktu pengempaan akan menjadi pendek sehingga dapat menaikkan kapasitas
pengempaan sekaligus menaikkan produksi, tetapi memerlukan ongkos yang tinggi
untuk menaikkan suhunya (Putri MD, 2002).
Penilaian panjang, lebar, tebal dan siku terdapat pada semua
standar papan partikel. Dalam hal ini,
dikenal adanya toleransi yang tidak selalu sama pada setiap
standar. Dalam hal toleransi telah,
dibedakan untuk papan partikel yang dihaluskan kedua permukaannya, dihaluskan
satu permukaannya dan tidak dihaluskan permukaannya. Sifat fisisnya
adalah :
1. Kerapatan papan partikel ditetapkan
dengan cara yang sama pada semua standar, tetapi persyaratannya tidak selalu
sama. Menurut Standar Indonesia Tahun
1983 persyaratannya 0,50-0,70 g/cm3, sedangkan menurut Standar Indonesia Tahun
1996 persyaratannya 0,50-0,90 g/cm3. Ada standar papan partikel yang
mengelompokkan menurut kerapatannya, yaitu rendah, sedang, dan tinggi.
2. Kadar air papan partikel ditetapkan
dengan cara yang sama pada semua standar, yaitu metode oven (metode pengurangan
berat). Walaupun persyaratan kadar air
tidak selalu sama pada setiap standar, perbedaannya tidak besar (kurang dari
5%).
3. Pengembangan tebal papan partikel
ditetapkan setelah contoh uji direndam dalam air dingin (suhu kamar) atau
setelah direndam dalam air mendidih, cara pertama dilakukan terhadap papan
partikel interior dan eksterior, sedangkan cara kedua untuk papan partikel
eksterior saja.
(Sutigno, 1994).
Menurut
Maloney (1993), dibandingkan dengan kayu asalnya papan partikel
mempunyai beberapa kelebihan seperti:
a)
Papan partikel bebas dari mata kayu,
pecah dan retak.
b)
Ukuran dan penempatan papan partikel dapat disesuaikan dengan kebutuhan.
c)
Tebal dan kaya seragam serta mudah dikeiakan.
d)
Mempunyai sifat isotropis.
e) Sifat dan kualitasnya dapat diatur.
Sifat papan partikel dipengaruhi oleh bahan baku
kayun pembentuknya,
jenis perekat, dan formulasi
yang digunakan serta proses pembuatan papan partikel tersebut mulai dari persiapan bahan baku, pembentukan partikel, pengeringan partikel
penmpuran perekat dengan
partikel, proses kempa dan finishingnya, serta sifat bahan baku kayu sangat berpengaruh terhadap
sifat papan partikelnya Sifat kayu tersebut antara lain jenis dan
kerapatan kayu, bentuk dan ukuran bahan
baku kayu, penggunaan kulit
kayu, tip, ukuran dan geometri
partikel kayu, kadar air dan kandungan ekstraktifnya (Haygreen dan Bowyer, 1996).
Dalam pengujian
papan partikel melihat standart JIS 5908-2003. Untuk kerapatan standartnya
0,4-0,9 . KA standartnya 5-13%. Untuk DSA tidak ada . Dalam pengembangan tebal
maksimal 12%. Keteguhan patah minimal 80. Keteguhan lentur minimal 20000
(JSA.2003).
BAHAN DAN
METODE
Waktu dan Tempat
Praktikum yang berjudul simulasi pembuatan
papan partikel bambu betung dan pngujian sifat fisisnya dilakukan pada hari
kamis tanggal 6 Oktober 2010-selesai. Praktikum ini dilakukan di Laboratorium
Teknologi Hasil Hutan Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara Medan.
Bahan dan Alat
Adapun
bahan yang diguanakan ada dua sampel yaitu papan partikel dari bambu betung zat
adiktif parafin .Bahan yang lain adalah air. Kedua sampel tersebut adalah :
1.Sampel berukuran 10 x 10 cm
untuk pengukaran KA dan kerapatan
2.Sampel berukuran 5 x 5 cm untuk
pengukuran DSA dan pengembangan tebal
Adapun
alat yang digunakan adalah kalifer, mikrometer sekrup, cangkir , alat tulis,
oven, timbangan dan kamera digital.
Prosedur
Pengukuran
Kadar air dan Kerapatan
1.
Disiapkan bahan dan alat
2.
Diambil sampel papan
partikel bambu betung parafin ukuran 10 x 10 cm
3.
Ditimbang sampel tersebut.
Ini sebagai berat awal
4.
Ditentukan dimensi P, L dan
T pada papan partikel
5.
Diukur panjang dan lebar
menggunakan kalifer dan diukur tebal menggunakan micrometer sekrup. Ini untuk
mengukur kerapatan
6.
Dicatat data P,L dan T papan
tersebut. Panjang ada P1 dan P2, lebar ada L1 dan L2 sedangkan tebal ada
T1,T2,T3,T4
7.
Di oven sampel tersebut
selama 24 jam
8.
Dilihat perubahan berat
sebagai BKO. Ini untuk pengukuran kadar air
9.
Rumus untuk menghitung Kadar
Air dan Kerapatan adalah :
KA = BA-BKO x 10o
BKO
P = M
V
10. Dibuat grafik pengukuran kadar air dan kerapatan
Pengukuran
Daya Serap Air dan Pengembangan Tebal
1.
Disiapkan bahan dan alat
2.
Diambil sampel papan
partikel bamboo betung parafin berukuran 5 x 5 cm
3.
Ditimbang sampel tersebut.
Ini sebagai berat awal
4.
Ditentukan bagian P,L dan T
untuk pengukuran dimensi
5.
Diukur panjang dan lebar
menggunakan kalifer dan pengukuran tebal menggunakan mikrometer sekrup
6.
Direndam sampel papan
partikel selama 2 jam dan 24 jam
7.
Diukur kembali dimensi P,L
dan T untuk yang 2 jam dan 24 jam
8.
Dihitung dengan menggunakan
rumus :
DSA = B2-B1 x 100
B1
PT = T2-T1 x 100
T1
9.
Dibuat grafik pengukuran
daya serap air dan pengembangan tebal
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengukuran
Kadar Air
Dibawah ini
adalah grafik kadar air yang diperoleh:
Dalam pengukuran kadar
air dapat dilihat dari grafik 1 yaitu KA terbesar dan tertinggi terdapat pada
kelompok 5 sebesar 113,43%. Sedangkan yang terendah terdapat pada kelompok 6
sebesar 87,95. Hal ini karena sampel berukuran 10 x 10 cm pada kelompok 5 nilai
berat awalnya besar serta BKO sampelnya kecil sehingga selisih pengurangan
besar. Sedangkan untuk kelompok 6 memiliki KA paling rendah karena BA sampelnya
yang paling kecil diantara keempat kelompok itu. Untuk kelompok 4 sendiri nilai
KA sebesar 91,42%. Untuk kadar air nilainya cukup besar karena belum di oven
sampai berat konstan. Semua memakai metode oven untuk mendapatkan kadar air.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Sutigno (1994) yang menyatakan kadar air papan partikel ditetapkan
dengan cara yang sama pada semua standar, yaitu metode oven (metode pengurangan
berat). Untuk kadar air menurut JIS A
5908-2003 adalah 5-13%. Brarti untuk KA semua papan partikel tidak masuk
standart.
`
Pengukuran
Kerapatan
Dari
grafik 2 dapat dilihat bahwa nilai kerapatan yang paling besar terdapat pada
kelompok 6 sebesar 1,13 g/cm3 sedangkan kerapatan yang paling rendah
terdapat pada kelompok 8 sebesar 0,79 g/cm3 Hal ini karena pada
kelompok 6 jumlah pembagian dari massa yaitu berat awal dan volume yaitu
perkalian dari P,L dan T hasil pembagiannya besar. Hal ini karena dimensi
ukuran P, L dan T pada kelompok 6 nilainya paling besar. Sedangkan pada
kelompok 8 dimensi P, L dan T nilainya paling kecil. Untuk kelompok 4 nilai
kerapatan juga hampir paling kecil yaitu 0,798 g/cm3. Kerapatan
dipengaruhi oleh massa papan partikel, besar dimensi dan ketelitian orang yang
mengukurnya. Hal ini dipengaruhi juga oleh dimensi P, L dan T yang beragam
ukurannya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Maloney (1988) yang menyatakan dibandingkan dengan
kayu asalnya papan partikel
mempunyai beberapa kelebihan seperti tebal
dan kaya seragam serta mudah
dikerjakan. Untuk kerapatan menurut JIS
A 5908-2003 adalah 0,4-0,9. Dari data semua masuk JIS kecuali kelompok 6 dengan
nilai P= 1,13 g/cm3. Berarti papan partikel kelompok 6 tidak masuk
standart.
Pengukuran Daya Serap Air (DSA)
Untuk pengukuran daya serap air (DSA) dapat dilihat nilai DSA sampel yang
direndam 2 jam yang tertinggi terdapat pada kelompok 6 yaitu sebesar 28,13%.
Untuk sampel yang direndam selama 24 jam DSA tertinggi terdapat pada kelompok 5
sebesar 31,42%. Hal ini berarti mutu papan partikel punya kelompok 6 kurang
bagus karena DSA tinggi berarti papan gampang lapuk. Untuk papan partikel
kelompok 5 juga tidak sangat baik jika digunakan untuk produk eksterior. Hal
ini karena jika ditaruh di luar papan gmapang menyerap air sehingga cepak lapuk
papan tersebut. DSA dalam perendaman sampel selama 2 jam terendah terdapat pada
kelompok 8 sebesar 12,5% dan DSA dalam perendaman sampel selama 24 jam terendah
terdapat pada kelompok 6 sebesar 2,44. Hal ini berarti papan kelompok 8 mutunya
lumayan bagus karena DSA kecil. Papan kelompok 6 sendiri cocok untuk penggunaan
eksterior karena DSA kecil dalam perendaman sampel selama 24 jam. Kelompok 4
sendiri nilai DSA 2 jam 2,84% dan DSA 24 jam 23,8 %. Berarti kualitas papannya
kurang bagus untuk digunakan pada produk eksterior. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Maloney (1993)
yang menyatakan papan partikel
mempunyai beberapa kelebihan seperti: Ukuran
dan penempatan papan partikel
dapat disesuaikan dengan
kebutuhan.
Pengukuran
Pengembangan Tebal
Dalam grafik 4 grafik
pengembangan tebal dapat dilihat bahwa PT dengan waktu rendaman 2 jam terbesar
terdapat pada kelompok 4 sebesar 2,84%. Untuk sampel yang direndam selama 24
jam PT tertinggi terdapat pada kelompok 5 sebesar 5, 10%. Hal ini berarti papan
partikel kelompok 4 kurang bagus digunakan untuk produk konstruksi karena nilai
PT papannya besar. Sama halnya dengan papan partikel kelompok 5 memiliki mutu
yang terburuk karena PT pada rendaman 24 jam nilainya sangat besar. Pengembangan
tebal tinggi berarti papan gamapang retak dan pecah. Dari grafik 4 juga dapat
dilihat nilai PT terkecil pada rendaman 2 jam terdapat pada kelompok 6 sebesar
0,13% dan nilai PT terkecil pada rendaman 24 jam terdapat pada kelompok 8. Hal
ini berarti papan partikel kelompok 6
bagus karena nilai pengembangan tebalnya kecil. Papan partikel kelompok
8 pun cukup bagus karena tidak akan mudah gampang retak dan pecah. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Sutigno (1994) yang menyatakan pengembangan tebal papan partikel
ditetapkan setelah contoh uji direndam dalam air dingin (suhu kamar) atau
setelah direndam dalam air mendidih, cara pertama dilakukan terhadap papan
partikel interior dan eksterior, sedangkan cara kedua untuk papan partikel
eksterior saja.Untuk pengembangan tebal menurut JIS A 5908-2003 adalah maksimal
12%. Ini berarti menurut PT semua papan partikel masuk standart.
KESIMPULAN
DAN SARAN
Kesimpulan
1. Papan partikel yang dibuat memiliki BA yang
berbeda-beda
2. Papan partikel
terbaik terdapat pada kelompok 6 karena nilai daya serap air dan
pengembangan tebal nilainya kecil
3. Papan partikel yang terburuk terdapat pada
kelompok 5 karena nilai daya serap air dan pengembangan tebal nilainya sangat
besar
4. Kualitas papan partikel dipengaruhi besarnya
nilai kadar air, kerapatan, daya serap air dan pengembangan tebal
5. Papan partikel dengan nilai DSA kecil dan PT
kecil dapat digunakan untuk produk eksterior.
6. Papan partikel dengan nilai DSA kecil dan PT
kecil tidak dapat digunakan untuk produk eksterior.
Saran
Sebaiknya pada praktikum ini diberikan perlakuan sekaligus mencoba
penelitian kecil-kecilan untuk papan partikel. Hal ini tentu harus dibimbing
oleh asisten yang ahli. Ini sebagai latihan untuk melakukan penelitian nanti.
DAFTAR
PUSTAKA
Haygreen, J.G., & J.L. Bowyer. 1989.
Hasil Hutan dan Ilmu Kayu : Suatu Pengantar.Diterjemahkan oleh Sutjipto
A.Hadikusumo Gadjah Mada University Press.Yogyakarta
JSA.2003.JIS A
5908-2003 Particleboards. Japan
Kamil,R.N.1970. Prospek Pendirian
Industri Papan Wol Kayu Indonesia.
Pengumuman Lembaga Penelitian Hasil Hutan No.95.Bogor
Krisdianto,
G. Sumarni dan A. Ismanto. 2000. Sari Hasil Penelitian Bambu.
Pusat Penelitian Hasil Hutan. Bogor
Maloney, T. M. 1993. Modern
Particleboard and Dry Process Fiberboard Manufacturing. Miller Fremann, Inc. San Fransisco
Mulyadi. 2001 .Sifat-Sifat Papan
Partikel dari Limbah Kayu dan Plastik Polystyrene. IPB.Bogor
Prasetyo .2007.
Kekuatan Papan Partikel Terbuat dari Sekam Padi. Skripsi Teknik Mesin,.IST
AKPRIND. Yogyakarta
Putri, M.D.2002. Peningkatan Mutu Papan
Partikel dari Limbah Serbuk Gergaji Kayu Sengon (Paraserianthes facaltaria) dan Limbah Plastik Polyprophylene.
Skripsi Fakultas Kehutanan IPB.Bogor
Sastrapraja,S.,
E.A. Widjaja, S. Prawiroatmodjo dan S. Soenarko. 1977. Beberapa Jenis Bambu.
Lembaga Biologi Nasional. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Bogor.
Sulatiningsih, I.M., Jasni, & M.I.
Iskandar. 1999. Pengaruh Permentin Terhadap Sifat Mekanis dan
Keawetan Papan Partikel. Buletin Penelitian Hasil Hutan Pusat Litbang Hasil
Hutan dan Sosial Ekonomi Kehutanan, Bogor. Vol 16 (4). p. 225
Sutigno, P. 1994. Teknologi papan
partikel datar. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan dan Sosial
Ekonomi Kehutanan, Bogor
Widjaya, E.A.
2001. Identikit Jenis-jenis Bambu di Jawa. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Biologi, LIPI. Balai Penelitian Botani, Herbarium Bogoriense, Bogor. Indonesia
Sampel yang anda ambil dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan sampel berukuran 10 x 10 cm dan 5 x 5 cm, apakah ukuran tersebut sudah memenuhi kriteria berdasarkan standar indonesia tahun 1983 dan 1996, seperti data yang anda cantumkan sebelumnya ?
BalasHapusSebaiknya diproduksi saja...., nantinya bisa diketahui kelebihan dan kekurangannnya, jadi bukan hanya teori...atau cuman coba-coba..
BalasHapusterima kasih buat komentarnya
HapusSalam Rimba