Motto Menanam
Tetapi sebelum memasuki bahasan
Pemeliharaan, akan saya coba memaparkan sedikit tentang penanaman. Kunci
keberhasilan penanaman di areal HTI , terutama untuk jenis-jenis fast growing (seperti Acacia, Eucalyptus, Gmelina, Paraserianthes,
dll) ataupun slow growing (seperti Jati, Pinus, Mahoni, Meranti,
Kapur, Jelutung, dll) adalah bibit yang sehat dan kondisi tanah saat
penanaman. Bibit siap tanam sudah dibahas dalam tulisan sebelumnya,
diameter pangkal batang dan bebas hama penyakit merupakan syarat utama
Bibit Siap Tanam (BST) . Diameter bibit berkorelasi positif dengan
perakaran dan persen batang berkayu (mengandung lignin) pada bibit .
Kondisi tanah saat penanaman sangat penting diperhatikan, terutama
kelembaban (kandungan air tanah). Kondisi bibit yang ditumbuhkan di
Pembibitan (nursery) mendapat asupan air dari penyiraman setiap hari,
tetapi takkala bibit di tanam di lapangan, maka akar bibit yang harus
segera menemukan air tanah agar bibit dapat tumbuh dengan baik. Pada
masa inilah, bibit akan dihadapankan pada kondisi lapangan yang relatif
sangat berbeda jauh dengan kondisi selama di pembibitan.
Kondisi air tanah, pada musim
hujan mungkin tidak akan menjadi masalah pada saat penanaman. Tetapi hal
itu juga tidak langsung menjamin bibit dapat tumbuh dengan baik apabila
pelaksanaan penanaman tidak dilaksanakan dengan benar. Kesalahan yang
sering terjadi pada saat penanaman adalah :
- tidak melakukan penyiraman bibit sebelum di tanam
- lubang tanam dangkal, yang menyebabkan tidak seluruh akar tertimbun baik oleh tanah, dapat juga mengakibatkan perakaran menjadi miring (tidak tegak lurus)
- akar bibit tertekuk membentuk huruf J
- lobang tanam ditutup dengan bongkahan-bongkahan tanah yang berukuran besar dan menyebabkan adanya air pocket (kandung udara di dalam lobang tanam). Air pocket akan menyebabkan kondisi perakaran tidak bersentuhan langsung dengan partikel tanah dan menyebabkan kekeringan akar.
- akar bibit bersentuhan langsung dengan pupuk dasar, yang dapat mengakibatkan terjadinya plasmolisis (terjadinya penyerapan air dari konsentrasi tinggi – pupuk – dari konsentrasi yang lebih rendah – air di dalam sel-sel akar).
- Penimbunan bibit menggunakan partikel lain selain partikel tanah (misalnya seresah dedaunan/ranting-ranting, atau rerumputan). Hal ini akan mengakibatkan akar kesulitan mendapatkan pori-pori tanah yang mengandung air.
- Terjadinya cekungan pada titik penanaman yang mengakibatkan tertampungnya air hujan dan menyebabkan kondisi perakaran dalam kondisi an-aerob ( kekurangan oksigen)
Untuk penanaman dimusim kemarau
(kering), seharusnya kita dapat melakukan pengecekan kondisi air tanah
(kelembaban tanah). Atau agar lebih aman , keharusan menggunakan Water Retention Gel yang banyak diperdagangkan akan sangat membantu kesegaran bibit pasca penanaman di musim kering.
Pasca penanaman, hal yang harus
kita lakukan adalah melakukan pemeriksaan tingkat kemampuan hidup
(Survival rate- SR) . Sebaiknya dilakukan 2-3 minggu pasca penanaman dan
langsung melakukan penyulaman terhadap bibit-bibit yang mati. Tidak ada
gunanya melakukan penyulaman setelah tanaman lebih dari 2 bulan sejak
tanam , karena umumnya bibit sulaman itu tidak akan mempu mengejar
ketertinggalannya, dan akhirnya akan tetap tumbuh tertekan.
Setelah bibit di tanam di
lapangan, tindakan selanjutnya adalah melakukan pemeliharaan tanaman
dengan tepat waktu dan tepat metode. Hal yang paling krusial dalam
pemeliharaan tanaman umur < 12 bulan adalah Pengendalian Gulma dan
Pemupukan Lanjutan. Pengendalian Gulma seharusnya dilaksanakan sesegera
mungkin takkala penutupan gulma di lapangan sudah > 30% . Hal ini
akan mempermudah pengendalian gulma , menghemat biaya, menghemat tenaga
kerja dan lebih memberikan kondisi lingkungan terbaik bagi pertumbuhan
tanaman. Tidak ada patokan umur tanaman yang harus dikendalikan gulmanya
, yang menjadi patokan adalah bagaimana menekan penutupan gulma
serendah mungkin setiap saat sampai tajuk tanaman saling menutup.
Sebenarnya, secara praktek di lapangan, tanaman fast growing seperti A.mangium, A.crassicarpa, Eucalyptus spp. , Gmelina atau Sengon (Paraserianthes)
yang ditanam dengan jarak tanam 3x2 m (Kerapatan 1666 pohon/ha) atau
3x3 m (kerapatan 1111 pohon/.ha) sudah akan mampu menutup tajuknya pada
umur 6-8 bulan. Memang Eucalyptus lebih lama menutup tajuknya dibandingkan Acacia spp dan Gmelina
, tetapi seharusnya jika penanaman dilaksanakan dengan benar, pemupukan
lanjutan sesuai dosis dan waktu, maka rata-rata pada umur 8-10 bulan
sudah menutup tajuknya. Penutupan tajuk ini adalah salah satu metode
pengendalian gulma yang paling praktis, karena umumnya gulma akan
tertekan pertumbuhannya karena kekurangan cahaya matahari.
Metode pengendalian gulma dapat
dilakukan dengan berbagai cara. Yang paling sering dilakukan adalah buka
piringan pada tanaman dibawah 3 bulan, tebas (slashing) menggunakan
parang atau babat, atau dengan menggunakan herbisida. Inti dari
pengendalian gulma adalah menekan pertumbuhan gulma sampai kondisi
lingkungan terbaik untuk pertumbuhan tanaman. Semakin lama kita
membiarkan gulma tumbuh maka kerugian yang ditimbulkan adalah :
- gulma menjadi pesaing dalam penyerapan unsur hara dan air
- gulma menjadi inang/tempat hidup berkembangnya hama dan patogen
- gulma mengeluarkan zat allelopati yang dapat mengganggu pertumbuhan tanama pokok
- gulma yang terlambat dikendalikan akan membentuk alat-alat perbanyakan yang semakin sulit untuk dikendalikan (misalnya gulma akan berbunga, membentuk akar rhizoma yang lebih banyak, dsb)
- gulma menjalar (seperti mikania, liana, dll) akan menutupi tajuk tanaman dan dapat mematikan tanaman
Oleh karena itu, penekanan
populasi gulma sampai tingkat terendah adalah konsep yang harus
dilaksanakan di lapangan, agar tanaman dapat berkembang tumbuh sesuai
yang diharapkan. Hasil penelitian menunjukkan keberadaan gulma di
lapangan sampai penutupan 50% selama 3 bulan sudah akan mengurangi
tingkat pertumbuhan tanaman pokok rata-rata sebesar 30% dari yang
seharusnya. Apabila tanaman pokok selama 12 bulan tanpa pengendalian
gulma maka akan berkurang produktivitasnya hampir 60-70 % dari tingkat
pertumbuhan yang seharusnya.
Setelah tanaman berumur 12 bulan, biasanya gulma di lantai hutan tanaman HTI fast growing
sudah berkurang secara otomatis akibat penutupan tajuk. Walaupun
demikian, pada berbagai kondisi lapangan, masih diperlukan pengendalian
gulma yang disesuakan dengan kondisi lapangan, terutama apabila
kerapatan gulma > 50% dan ditemukan gulma-gulma berbahaya seperti
alang-alang dan mikania/liana.
Pemeliharaan tanaman selain
pengendalian gulma adalah pemupukan lanjutan. Tentunya dosis, waktu
pemupukan dan jenis pupuk lanjutan setiap tanaman berbeda-beda sesuai
dengan kebutuhannya dan sesuai dengan kondisi tapak penanamannya.
Bagaimanapun, tanaman di bawah umur 12 bulan dipastikan membutuhkan
pupuk susulan karena pada masa ini pertumbuhan vegetatif tanaman sangat
cepat dan dipastikan membutuhkan unsur hara yang besar. Dosis , jenis
dan waktu pemupukan seharusnya didasarkan kepada penelitian terpadu dan
harus dipatuhi apabila sudah dituliskan di dalam Standar Operating
Procedure (SOP). Waktu pemupukan yang paling tepat adalah ketika kondisi
gulma pada level yang paling rendah.
Selain Pengendalian Gulma dan
Pemupukan Lanjutan, pemeliharaan untuk tanaman HTI fast growing umumnya
adalah kegiatan Singling (Penunggalan Batang) pada jenis Acacia spp. dan Monitoring Serangan Hama Penyakit.
Singling sangat penting dilaksanakan karena batang ganda (multistem) menimbulkan berbagai kerugian terutama multistem akan meningkatkan proporsi kayu juvenil yang tidak termanfaatkan dalam industri pulp . Selain itu multistem umumnya akan menyebabkan diameter batang lebih kecil yang secara langsung akan mempengaruhi besaran volume individu pohon.
DISHUTBUN Kab.SAMOSIR |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar