PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pengeringan kayu merupakan salah satu bagian terpenting dalam proses produksi pembuatan mebel. Untuk proses pengeringan kayu, biasanya digunakan pengeringan secara alami dengan bantuan sinar matahari. Dengan adanya mesin pengering kayu, proses produksi pembuatan mebel tidak akan membutuhkan waktu yang lama. Untuk itu, dibuatlah mesin pengering kayu otomatis. Pada mesin pengering kayu ini pengoperasiannya (terutama pada pengaturan suhu dan kelembaban) dilakukan secara otomatis. Pada tugas akhir ini dibuat mesin pengering kayu otomatis. Dengan alat ini, kondisi suhu dan kelembaban dapat diatur otomatis dan selalu dimonitor melalui LCD. Sebagai pemanas digunakan elemen pemanas yang nyalanya diatur mikrokontroler berdasarkan kondisi suhu yang dibaca sensor suhu Thermocouple jenis K. Selain itu digunakan kipas yang nyalanya juga diatur mikrokontroler berdasarkan kondisi kelembaban yang dibaca sensor suhu. Untuk monitoring dan pemilihan menu dilakukan melalui LCD dan tombol. Tombol di sini berfungsi memberikan masukan berupa pemilihan suhu dan kelembaban yang dibutuhkan untuk proses pengeringan kayu. Sedangkan LCD berfungsi menampilkan kondisi suhu dan kelembaban di dalam ruang pengering agar dapat diamati dengan mudah (Lesmana dan Hudha, 2008).
Penyusutan kayu merupakan Penyusutan dinding sel terjadi saat molekul‑molekul air terikat melepaskan diri dari molekul‑molekul selulosa berantai panjang dan molekul-molekul hemiselulosa yang kemudian bergerak saling mendekat. Banyaknya penyusutan yang terjadi umumnya sebanding dengan jumlah air yang keluar dari dinding sel. Pengembangan secara sederhana adalah kebalikan proses ini. Penyusutan longitudinal kayu normal dapat diabaikan dalam penggunaan praktek, sehingga papan gergajian dan produk‑produk papan gergajian dalam pemanfaatannya sebagai bahan bangunan menjadi sangat berguna. Biasanya penyusutan longitudinal terjadi dalam pengeringan dari keadaan segar ke kering tanur dengan besar sekitar 0,1‑0,2 % untuk kebanyakan spesies dan biasanya jarang melebihi 0,4%. Penyusutan tangensial justru terjadi lebih besar daripada penyusutan radial dengan kisaran antara satu setengah sampai tiga berbanding satu atau (1,5 – 3) : 1. Beberapa ciri anatomis diduga menjadi penyebab perbedaan ini, termasuk adanya jaringan parenkim jari‑jari, penoktahan yang rapat pada dinding radial, dominasi kayu musim panas/kayu akhir (latewood) dalam arah tangensial serta perbedaan‑perbedaan dalam jumlah zat dinding sel secara radial terhadap tangensial. Variasi dalam penyusutan contoh‑contoh uji yang berbeda pada spesies yang sama dan dibawah kondisi yang sama terutama disebabkan tiga faktor yaitu:
- Ukuran dan bentuk potongan kayu. Ini mempengaruhi orientasi serat dalam potongan dan keseragaman kandungan air di seluruh bagian tebal.
- Kerapatan contoh uji. Semakin tinggi kerapatan contoh uji semakin banyak kecenderungannya untuk menyusut.
- Laju pengeringan contoh uji. Di bawah kondisi pengeringan yang cepat, tegangan internal dapat terjadi karena perbedaan penyusutan. Hal ini sering mengakibatkan penyusutan akhir yang lebih kecil daripada kalau hal tersebut tidak terjadi, namun sebaliknya sejumlah spesies menyusut lebih banyak dari kondisi normal apabila dikeringkan di bawah kondisi suhu tinggi. (Trisnusatriadi, 2009).
Tujuan
Adapun tujuan dari kegiatan penelitian yang berjudul “Penentuan Kadar Air dan Susut” ini adalah untuk mengetahui perbandingan kembang dan susut pada objek yang diukur.
TINJAUAN PUSTAKA
Kadar air kayu adalah banyaknya air yang terdapat di dalam kayu atau produk kayu biasanya dinyatakan secara kuantitatif dalam persen (%) terhadap berat kayu bebas air atau berat kering tanur (BKT), namun dapat juga dipakai satuan terhadap berat basahnya. Rincian metode kering tanur ini diterangkan di dalam standar ASTM (American Society for Testing and Materials) D 2016. Apabila menggunakan metode kering tanur, kadar air dapat dihitung sebagai berikut : %KA={(berat dengan air – BKT)/BKT}x100, Berat kering tanur dijadikan sebagai dasar karena berat kering tanur merupakan indikasi dari jumlah substansi/bahan solid yang ada. Salah satu cara yang paling lazim untuk menentukan kadar air adalah dengan menimbang contoh uji basah dan mengeringkannya dalam tanur pada 103 ± 2oC untuk mengeluarkan semua air, kemudian menimbangnya kembali (Trisnusatriadi, 2009).
Pengeringan kayu adalah proses untuk mengeluarkan air yang terdapat didalam kayu. Untuk memperoleh kayu dengan kualitas yang baik, pengeringan kayu mutlak diperlukan. Pengeringan kayu bertujuan untuk :
1. Memperkecil kandungan air didalam kayu.
2. Mencegah serangan terhadap kayu oleh jamur dan serangga.
3. Meningkatkan kekuatan kayu.
4. Mempermudah pengerjaan.
Kadar air yang dikehendaki mencapai hingga dibawah 10 %. Keadaan tersebut tidak dapat dicapai jika pengeringan dilakukan secara alamiah saja, karena itu di perlukan pengeringan buatan. Hal ini menunjukkan bahwa dalam penggunaannya, kayu harus mempunyai spesifikasi tertentu untuk berbagai keperluan (Endratma, 2008).
Ketebalan dan suhu perendaman berpengaruh terhadap sifat penyerapan air kayu. Dengan ketebalan yang sama, perendaman pada suhu 60°C menghasilkan retensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan perendaman pada suhu ruang. Hal ini kemungkinan disebabkan karena komponen kimia kayu, yaitu hemiselulosa dan lignin pada dinding sel kayu mengalami pelunakan sehingga dapat menyerap air lebih banyak. Tetapi hal yang menarik adalah retensi contoh uji kayu yang direndam pada suhu ruang dengan ketebalan 3 cm lebih tinggi daripada yang direndam pada suhu 60°C dengan ketebalan 2 cm. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh ketebalan contoh uji kayu lebih dominan dibandingkan dengan pengaruh suhu perendaman (Suryanegara dan Dwianto. 2004).
Perubahan dimensi dinyatakan dalam persen dari dimensi maksimum kayu itu. Dimensi maksimum adalah dimensi sebelum adapenyusutan. Maka pengembangan dan penyusutan umumnya dinyatakan dalam persen dari volume atau ukuran kayu dalam keadaan basah atau diatastitik jenuh serat. Oleh karena itu besarnya perubahan dimensi yang mungkin terjadi pada sepotong kayu waktu dikeringkan dari kedaan basah perlu dipertimbangkan dalam pengerjaan dan penggunaan kayu. Sebab banyak jenis kayu memiliki angka penyusutan yang tinggi, jika kayu tersebut menjadi kering. Dalam penggunaan kayu dituntut syarat kestabilan dimensi kayu. Perubahan dimensi kayu tidak sama dalam ketiga arah: longitudinal, tangensial, dan radial. Dengan perkataan lain: kayu memiliki sifat anistropi. Perubahan dimensi meliputi pengembangan dan penyusutan. Masing-masing sama pentingnya. Tetapi umumnya perhatian lebih besar ditujukan kepada penyusutan dalam penggunaan kayu tersebut. Kayu menyusut lebih banyak dalam arah lingkaran tumbuh (tangensial), agak kurang kea rah melintang lingkaran tumbuh (radial) dan sedikit sekali dalam arah sepanjang serat (longitudinal). Untuk perubahan dimensi dalam arah longitudinal berkisar 0,1 – 0,2%, dalam arah radial angka penyusutan bervariasi antara 2,1 – 8,5%, sedangkan dalam arah tangensial angka penyusutan lebih kurang 2 kali angka penyusutan radial bervariasi antara 4,3 – 14% (Aji, 2007).
Proses pengeringan selesai, sample diambil kembali dari tumpukan untuk
ditentukan kualitas pengeringannya. Penilaian kualitas pengeringan yang dilakukan meliputi variasi kadar air antar papan dan variasi kadar air dalam penampang melintang papan yaitu selisih antara kadar air inti dengan kadar air permukaan papan. Untuk tujuan tersebut semua sampel diukur kadar airnya dengan menggunakan moisture meter pada posisi minimal 50 cm dari ujung kayu gergajian masing-masing pada kedalaman 1/6 tebal (untuk mengukur kadar air permukaan m1/6), 1/3 tebal (untuk mengukur kadar air rataan m1/3) dan 1/2 tebal (untuk mengukur kadar air inti m1/2). Dari pengukuran tersebut diperoleh kadar air rataan sampel (m1/3) dan selisih antara kadar air inti dengan kadar air permukaan papan (m1/2 - m1/6) atau dalam penelitian ini disebut dengan istilah “gradien kadar air” yang menggambarkan besarnya variasi kadar air dalam penampang melintang kayu papan) (Budiarso, 2000).
Kualitas pengeringan yang kurang baik sering terjadi disebabkan oleh penggunaan skedul pengeringan yang kurang tepat pada pengeringan campuran yang terdiri dari jenis-jenis kayu yang kerapatan dan atau ketebalannya sangat jauh berbeda. Dalam hal ini kayu yang berkerapatan tinggi dan tebal mengalami banyak cacat terutama pecah dalam dan kadar air akhir yang kurang seragam, ini dikarenakan perusahaan tidak mengikuti prosedur yang benar seperti tidak digunakan skedul pengeringan dari jenis kayu yang terberat dan ukuran kayu yang paling tebal.
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Adapun bahan yang digunakan adalah :
- Kayu keranji dan embacang sebagai objek yang akan diamati.
- Air untuk membasahi kayu keranji dan embacang sehingga diperoleh kadar air kayu
- Alat tulis sebagai alat untuk menuliskan hasil pengukuran
- Buku data sebagai temapt untuk menuliskan data hasil pengukuran
Adapun alat yang digunakan adalah :
- Kipas angin sebagai untuk mengeringkan kayu yang basah
- Desikator sebagai penetral suhu pada kayu yang diamati
- Ember sebagai sebagai wadah untuk membasahi kayu
- Alat timbang sebagai alat untuk mengetahui berat kayu
- Califer sebagai alat untuk mengukur bidang penampang pada kayu
- Kalkulator sebagai alat hitung
Prosedur Praktikum
Adapun prosedur praktikum ini adalah :
- Direndam sampel yang sudah ditandai arah longitudinal, radial, dan tangensialnya dalam air selama satu minggu untuk menyeragamkan kadar air awalnya.
- Setelah satu minggu direndam, kayu dikeringanginkan satu jam dan segera ditimbang untuk mendapatkan berat segar (BA)
- Diukur dimensi longitudinal, radial, dan tangensialnya untuk memperoleh dimensi awal.
- CU dikeringanginkan (dikipasangini) selama satu minggu agar diperoleh kondisi kering udara (KU).
- Diukur BKU dan DKU.
- Dimasukkan CU kedalam desikator selama satu minggu agar diperoleh kondisi KU konstan.
- Diukur BKU konstan dan DKU konstan.
- Dimasukkan ke dalam oven 50 0C selama dua hari kemudian diukur BKO 50 0C
- Dimasukkan ke dalam oven (103 ± 2) 0C selama 24 jam
- Diukur BKO dan DKO.
Hitung : a. KA segar
b. KA kering udara
c. KA kering udara konstan
d. KA kering oven : 50 0C dan 103 ± 2 0C
Hitung : a. Susut pada KA segar,
- Susut KU
- Susut KU konstan
- Susut KO 50 0C
- Susut kering tanur
b. Susut pada KU,
- Susut KU konstan
- Susut KO 50 0C
- Susut Kering tanur
11. Buat grafik hubungan antara Kadar air dan Persen penyusutan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar