LAPORAN PRAKTIKUM LAPANGAN
SISTEMATIKA HEWAN
PENGAMATAN SATWA
MAMALIA
OLEH :
Rohana Simanjuntak
1.1 Latar Belakang
Pada suatu kehidupan sering terjadi komunitas dapat dengan mudah diamati
dan seringkali perubahan itu berupa pergantian satu komunitas oleh komunitas
lain. Dapat kita lihat misalnya pada sebidang kebun jagung yang setelah panen
ditinggalkan dan tidak ditanami lagi. Disitu akan bermunculan berbagai jenis
tumbuhan gulma yang membentuk komunitas. Apabila lahan itu dibiarkan cukup
lama, dalam komunitas yang terbentuk dari waktu ke waktu akan terjadi
pergantian komposisi jenis (Resosoedarmo,1990).
Sebagian
besar komunitas biotik disekitar kita, maka akan terkesan oleh tumbuhan oleh
tumbuhan dan hewan yang dapat kita lihat dengan mata bugil, seperti tumbuhan
yang ada di sekitar kita. Secara berangsur-angsur penanaman diperluas kearah
barat, kedaerah-daerah yang semakin kering. Kemudian pada tahun 1930 terjadilah
kekeringan yang hebat, suatu kejadian yang khas dipadang rumput. Dengan
hilangnya lapisan rumput dan musnahnya tanaman pertanian oleh kekeringan, angin
meniup tanah sehingga terjadi angin debu yang hebat dan akhirnya terbentuklah
daerah tandus (Sastrodinoto, 1980).
Proses
perubahan dalam komunitas yang berlangsung menuju ke satu arah secara teratur
disebut suksesi. Suksesi terjadi sebagai akibat dari modifikasi lingkungan
fisik dalam komunitas atau ekosistem. Proses suksesi berakhir dengan sebuah
komunitas atau ekosistem yang disebut klimaks. Dikatakan bahwa dalam tingkat
klimaks ini komunitas telah mencapai homeostatis. Ini dapat diartikan bahwa
komunitas sudah dapat mempertahankan kestabilan internalnya sebagai akibat dari
tanggap (respon) yang terkoordinasi dari komponen-komponennya terhadap setiap
kondisi atau rangsangan yang cenderung mengganggu kondisi atau fungsi normal
komunitas. Jadi bila suatu komunitas telah mencapai klimaks, perubahan yang
searah tidak terjadi lagi ( Resosoedarmo,1990).
1.2 Permasalahan
Di
dalam kehidupan yang kita alami sering terjadi kesenjangan-kesenjangan dalam
beradaptasi terhadap lingkungan, hal ini disebabkan karena kerusakan yang
menyebabkan timbulnya individu-individu baru yang berbeda maupun hampir sama
dengan tumbuhan yang sebelumnya.
1.3 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari percobaaan ini
adalah :
- Untuk mengetahui jumlah spesies
yang tumbuh pada suksesi
- Untuk mengetahui jenis spesies
- Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi suksesi
1.4. Hipotesa
Perubahan-perubahan yang sering terjadi di dalam lingkungan dalam
jangka waktu yang singkat, dikarenakan bila komunitas itu telah mengalami
kerusakan/gangguan, baik yang disengaja maupun karena faktor alam itu sendiri..
1.5. Manfaat
Adapun manfaat percobaan ini adalah untuk mengetahui perlakuan yang
mengakibatkan terjadinya suksesi, seperti penggundulan, migrasi kompetisi dan
lain- lain dan untuk mengetahui tahap- tahap suksesi tumbuhan.
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1. Pendahuluan Suksesi
Perubahan langsung dalam komposisi
komunitas dan asosiasi biologis serta sifat-sifat ekosistem lingkungan yang disebut
suksesi. Suksesi primer terjadi pada tempat-tempat yang baru terbentuk,
misalnya abu vulkanik yang belum mempengaruhi biotik apapun. Suksesi sekunder
terjadi kepada saat ekosistem mengalami gangguan atau kerusakan, misalnya karena
pembakaran, tetapi komposisi biotik yang sudah ada sebelumnya mempengaruhi
penyebab proses. Suksesi disebut autotrofik, bila jaring-jaring makanan
bergantung pada organism fotosintetik, misalnya hutan yang terbentuk setelah
terjadi kebkaran atau bekas tanah yang sebelumnya sudah ada tanamannya. Suksesi
Heterotrofik jaring-jaring makanan bergantung pada pembentukkan bahan-bahan organik,
misalnya dalam pencemaran suatu harus oleh limbah organik atau dalam
balok-balok yang lapuk. Dapat ditambahkan dalam susesi klasifikasi ini, suatu pengenaan suksesi allogenik
lebih banyak dipengaruhi oleh perubahan-prubahan dalam variabel-variabel
lingkungan ekstrinsik daripada keberadaan organisme-organisme. Sebagai contoh hutan dataran rendah yang terendam karena
naiknya air tanah. Sebaliknya suksesi autogenik, disebabkan oleh mereka dari variable-variabel lingkungan
instrinsik. Vegetasi yang terdapat di alam kebanyakan komunitas hutan
mempunyai suatu pola yang jelas. Di dalam komunitas hutan, daun-daun,
cabang-cabang dan bagian lain dari bermacam- macam pohon, semak dan lain-lain
tumbuhan membentuk beberapa lapisan. Masing-masing lapisan memiliki produsen,
konsumen dan makhluk pembusuk lain yang khas. Mikroklimat tiap lapisan pun
berlainan. Hal ini dapat dipahami karena cahaya, angin, dan hujan yang diterima
lapisan ini juga berbeda. Selain dari lapisan tumbuhan, permukaan tanah hutan
juga merupakan tempat hidup. Pada permukaan tanah hutan terdapat daun-daun,
ranting- ranting dan kayu yang membusuk. Zona-zona ini memiliki organisme yang
khas, demikian juga organisme yang ditemukan diperbatasan. Jumlah dan banyaknya
spesies sering kali lebih besar dalam suatu ekoton daripada komunitas
tetangganya. Disini terdapat suatu komunitas yang terdiri dari mikroorganisme,
lumut dan paku- pakuan. Juga terdapat bermacam-macam kumbang, kutu daun,
belalang dan mungkin ular ( Sastrodinoto, 1980).
2.2. Jenis-Jenis Suksesi
2.2.1 Suksesi Primer
Suksesi
primer terjadi bila komunitas asal terganggu. Gangguan ini mengakibatkan
hilangnya komunitas asal tersebut secara total sehingga di tempat komunitas
asal terbentuk habitat baru. Gangguan ini dapat terjadi secara alami, misalnya
tanah longsor, letusan gunung berapi, endapan Lumpur yang baru di muara sungai,
dan endapan pasir di pantai. Gangguan dapat pula karena perbuatan manusia
misalnya penambangan timah, batubara, dan minyak bumi. Contoh yang terdapat di
Indonesia adalah terbentuknya suksesi di Gunung Krakatau yang pernah meletus
pada tahun 1883. Di daerah bekas letusan gunung Krakatau mula-mula muncul pioner
berupa lumut kerak (liken) serta tumbuhan lumut yang tahan terhadap penyinaran
matahari dan kekeringan. Tumbuhan perintis itu mulai mengadakan pelapukan pada
daerah permukaan lahan, sehingga terbentuk tanah sederhana. Bila tumbuhan
perintis mati maka akan mengundang datangnya pengurai. Zat yang terbentuk karma
aktivitas penguraian bercampur dengan hasil pelapukan lahan membentuk tanah
yang lebih kompleks susunannya. Dengan adanya tanah ini, biji yang datang dari
luar daerah dapat tumbuh dengan subur. Kemudian rumput yang tahan kekeringan
tumbuh. Bersamaan dengan itu tumbuhan herba pun tumbuh menggantikan tanaman
pioner dengan menaunginya. Kondisi demikian tidak menjadikan pioner subur tapi
sebaliknya. Sementara itu, rumput dan belukar dengan akarnya yang kuat terns
mengadakan pelapukan lahan.Bagian tumbuhan yang mati diuraikan oleh jamur
sehingga keadaan tanah menjadi lebih tebal. Kemudian semak tumbuh. Tumbuhan
semak menaungi rumput dan belukar maka terjadilah kompetisi. Lama kelamaan
semak menjadi dominan kemudian pohon mendesak tumbuhan belukar sehingga
terbentuklah hutan. Saat itulah ekosistem disebut mencapai kesetimbangan atau
dikatakan ekosistem mencapai klimaks, yakni perubahan yang terjadi sangat kecil
sehingga tidak banyak mengubah ekosistem itu. Pada masa
awal dapat saja komunitas yang terbentuk tersusun oleh tumbuhan terna seperti
badotan, rumput pahit, rumput teki, dan sebagainya. Tetapi beberapa tahun
kemudian di tempat yang sama, yang terlihat adalah komunitas yang sebagian
besar tersusun oleh tumbuhan perdu dan pohon seperti kirinyu, senduduk, laban,
dan sebagainya, atau dapat pula hanya terdiri atas alang-alang. Bila tidak
terjadi gangguan apa pun selama proses tersebut berjalan akan terlihat bahwa
perubahan itu berlangsung ke satu arah (Irwan, 1992).
2.2.2 Suksesi Sekunder
Suksesi sekunder terjadi bila suatu komunitas mengalami
gangguan, balk secara alami maupun buatan. Gangguan tersebut tidak merusak
total tempat tumbuh organisme sehingga dalam komunitas tersebut substrat lama
dan kehidupan masih ada. Contohnya, gangguan alami misalnya banjir, gelombang
taut, kebakaran, angin kencang, dan gangguan buatan seperti penebangan hutan
dan pembakaran padang rumput dengan sengaja. Contoh komunitas yang menimbulkan
suksesi di Indonesia antara lain tegalan-tegalan, padang alang-alang, belukar
bekas ladang, dan kebun karet yang ditinggalkan tak terurus(
Ewusie, J. Y. 1990).
2.3. Kerusakan Pada Populasi Tumbuhan
Bossman (1932)
mengamati di Afrika bagian selatan bahwa kebakaran menyebabkan kerusakan pada
padang rumput hanya di daerah dengan curah hujan kurang dari 750 mm setahun. Di
Australia, Burbidge (1943) melaporkan bahwa
Triodia pungens biasanya mati oleh kebakaran didaerah pedalaman, tetapi
tidak demikian disepanjang pantai. Sejumlah corak yang khas pada spesies
tertentu juga menentukan tingkat kerusakan akibat kebakaran pada spesies itu.
Salah satu diantaranya ialah keadaan fenologi spesies itu. Aldous (1943)
menyatakan bahwa pada umumnya kalau daun baru tumbuhan tahunan mencapai ukuran
penuh, maka bagian terpenting dari persediaan makanannya sudah terhisap dari
organ bawah tanah, sehingga kebakaran yang merusak daun pada tahap ini paling
merusak tu,buhan itu. Robocker dan Miller (1995) mengamati bahwa ketika
kebakaran melanda penanaman campuran spesies rumput di Wisconsin, maka spesies
yang memulai pertumbuhannya dini menjadi rusak, sedangkan yang tumbuhnya lambat
tidak rusak. Pada padang rumput tengah benua di Afrika Utara sering tampak
bahwa Poa pratensis yang genusnya
berasal dari daerah utara dan memulai pertumbuhannya dini, secara selektif
dirusak oleh api. Bentuk pertumbuhan merupakan cirri lain pada tumbuhan yang
dapat mengurangi parahnya kerusakan oleh kebakaran dan spesies dengan bentuk
pertumbuhan berlainan mungkin mengalami kerusakan berbeda pula oleh pembakaran
yang sama. Blaisdell (1953) megamati di Idaho bagian timur bahwa rerumputan
berakar rizoma dan rerumputan stepa semusim dirangsang oleh pembakaran,
sedangkan kebakaran yang sama itu juga merusak tumbuhan setengah perdu daerah
itu. Begitu pula, di Sabana Brazil bagian tengah, Rachid-Edward (1996)
mengamati bahwa banyak spesies rumput dan tumbuhan ternalain terhindar dari
kerusakan oleh kebakaran yang sering terjadi karena dedaunan mati membentuk
peindung disekeliling kuncup yang tahan dari musim ke musim.(Yanney.1990).
Wilayah
pesisir dan lautan, ditinjau dari berbagai macam peruntukkannya, merupakan
wilayah yang sangat produktif. Tingginya produktivitas primer (seperti
estruaria, hutan bakau, padang lamun, dan terumbu karang) di wilayah pesisir,
memungkinkan tingginya produktivitas sekunder (ikan dan hewan-hewan laut
lainnya). Sehingga wilayah ini mampu menyumbang devisa yang tiak sedikit. Namun
dibalik potensi devisa tersebut, aktivitas-aktivitas yang ada, dalam rangka
memamfaatkan potensi yang terkandung di wilayah pesisir sering kali tumpang
tindih. Sehingga tidak jarang pemamfaatan sumber daya tersebut justru
menurunkan atau merusakkan potensi yang ada. Sebagai contoh, adanya limbah
buangan, baik dari pemukiman maupun aktivitas industry walaupun limbah ini
mungkin tidak mempengaruhi tumbuhan atau hewan penyusun ekosisitem pesisir di
atas, namun kemungkinan ia akan mempengaruhi biota penyusun lainnya. Logam
berat misalnya, mungkin tidak berpengaruh terhadap kehidupan tumbuhan bakau
(mangrove), akan tetap sangat berbahaya bagi kehidupan ikan dan udang-udangnya (crustaceae) yang hidup di hutan
tersebut (Bryan,1997). Setiap organism pendukung di subsistem ekosisitem
pesisir mempunyai daya tahan terhadap lingkungan yang spesifik. Organisme yang
tahan bahan pencemar akan tetap survive, sedangkan yang tidak tahan akan punah.
Disamping itu perubahan atau penurunan kualitas lingkungan fisik, kimia, air,
seperti salinitas, suhu air, level penetrasi cahaya, nutrient, di wilayah
pesisir akan menurunkan produktivitas ekosistem pesisir tersebut. Berkaitan
dengan dasar pemikiran tersebut, dengan melihat aktivitas yang ada di daerah
pesisir dan lautan serta kondisi subsistem pesisir, maka ha inni dapat dipakai
sebagai petunjuk pengelolaan lingkungan di wilayah pesisir(Supriharyono, 2000).
2.4. Tipe-Tipe Seleksi
Meskipun kita
cenderung menganggap bahwa seleksi alam adalah suau proses pemindahan populasi
dari suatu tingkat rata-rata konstitusi genetic tertentu ketingkat yang lain
Mather (1953). Menunjukkan bahwa seleksi direksional hanyalah salah satu dari
tiga cara dimana lingkungan memberikan pengaruh pada struktur genetik suatu
populasi. Seleksi direksional mengubah rata-rata fenotif suatu popuasi dalam
jangka waktu tertentu.Seleksi stabilitasi menurunkan variasi dalam populasi,
namun rata-ratanya tidak berubah,
sebaliknya seleksi disruptif mengingkatkan variasi populasi tanpa mengubah juga
rata-ratanya.Peningkatan variasi tersebut berakibat meningkatnya variabilitas
populasi atau dapat menyebabkan pecahnya suatu populasi menjadi dua atau lebih
subpopulasi yang berbeda.(Mcnaughton & Wolf,1990).
Kita akan
mengetahuidengan baik kemungkinan terjadinya proses seleksi alam dengan
memperhatikan kasus tentang sebuah Negara yang mengalami sedikit perubahan
cuaca.Semisalnya, sejumlah besar penduduknya hampir semuanya akanmengalami
perubahan itu seketika, dan beberapa spesies mungkin akan mati.Dari apa yang
telah kita lihat mengenai cara yang rumit dan mendalam yang dipakai para
penduduk setiap Negara untuk saling terikat bersama, kita bisa berkesimpulan
bahwa perubahan proporsi jumlah penduduk, yang tidak tergantung pada perubahan
cuaca itu sendiri, akan sangat mempengaruhi yang lain. Maka perlu diingat, Tumbuhan perintis itu mulai mengadakan pelapukan pada daerah permukaan
lahan, sehingga terbentuk tanah sederhana. Bila tumbuhan perintis mati maka
akan mengundang datangnya pengurai. Zat yang terbentuk karma aktivitas
penguraian bercampur dengan hasil pelapukan lahan membentuk tanah yang lebih
kompleks susunannya. Dengan adanya tanah ini, biji yang datang dari luar daerah
dapat tumbuh dengan subur. Kemudian rumput yang tahan kekeringan tumbuh. Seleksi alam akan mengubah struktur dari yang muda dalam
hubungannya dengan induknya dan struktur dari yang tua dalam kaitannya dengan
yang muda. Pada binatang yang hidup berkelompok, seleksi alam akan menyesuaikan
struktur setiap individu demi kepentingan seluruh masyarakatnya, apabila
masyarakat tersebut diuntungkan oleh perubahan yang dipilih. Apa yang tidak
dapat dilakukan oleh seleksi alam adalah mengubah struktur suatu spesies tanpa
menberikan keuntungan apapun pada spesies itu. Tumbuhan perintis itu mulai mengadakan pelapukan pada daerah permukaan
lahan, sehingga terbentuk tanah sederhana. Bila tumbuhan perintis mati maka
akan mengundang datangnya pengurai. Zat yang terbentuk karma aktivitas
penguraian bercampur dengan hasil pelapukan lahan membentuk tanah yang lebih
kompleks susunannya. Dengan adanya tanah ini, biji yang datang dari luar daerah
dapat tumbuh dengan subur. Kemudian rumput yang tahan kekeringan tumbuh(Thompson.W.R. 2002).
BAHAN DAN
METODE
3.1. Waktu dan Tempat
Praktikum suksesi tumbuhan ini dilaksanakan pada hari sabtu tanggal 29
Agustus 2009 pada pukul 14.00 WIB yang
bertempat di Laboratorium Ekologi Umum Biologi FMIPA USU Medan.
3.2. Alat dan Bahan
Adapun alat-alat yang digunakan pada
praktikum ini adalah cangkul, meteran, pacak, parang, alat tulis, tali
rafiah,label gantung, buku catatan data, kantung plastik, buku identifikasi
tumbuhan, gunting.
3.3. Metode Kerja
3.3.1. Di Lapangan
Ditentukan petak areal pengamatan
dan dibuat petak dengan ukuran 5x5m. kemudian petak lahan 5x5m dibagi menjadi 5
jalur (1x5m) dimana jalur III sebagai kontrol. Lalu pada tiap jalur dibuat
plot-plot kecil dengan ukuran 1x1m (jumlah plot 25) dan catat jumlah dan jenis
yang ada. Dibersihkan lahan pengamatan dengan menggunakan cangkul dari
rumput-rumputan dan tanaman yang hidup di dalamnya. Setelah satu minggu amati
jenis tumbuhan yang tumbuh pada masing-masing petak 1x1m. Dicatat jumlah dan
jenis tumbuhannya. Diamati petak percobaan 1x1m setiap minggu selama 4 minggu.
Dicatat perubahan komposisi tumbuhan tersebut dan dibandingkan hasil pengamatan
setiap minggu dengan plot kontrol.
3.3.2. Di Laboratorium
Jenis rumput-rumputan dan tanaman
yang didapat di lapangan kemudian dibawa dilaboratorium untuk diidentifikasi
dengan menggunakan buku identifikasi serta dihitung berapa jumlah populasi awal
tiap plot 1x1m.
KESIM PULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Adapun
kesimpulan yang diperoleh dari praktikum suksesi tumbuhan ialah:
a. Proses
suksesi dari percobaan yang dilakukan masih dalam tahapan-n dari tahapan suksesi yang sederhana yaitu
pada tahapan-tahapan-tahapan penggundulan, migrasi dan eksesi.
b. Terdapat
pertumbuhan spesies yang berbeda dari setiap minggu
c. Spesies
yang ditemukan pada minggu pertama, kedua, dan ketiga yaitu:
Nephrolepis sp, Branchiaria sp,
Spilantes paniculata, Lhylantes niruri, Micraniia micrantha, Borreria laevis,
Desmonium sp, Borreria latifolia,
Euphatorium sp, dan adiantum sp.
5.2
Saran
Adapun
saran dari praktikum suksesi tumbuhan:
a. Harus
lebih teliiti dan cermat
b. Praktikan
harus memahami prosedur percobaan dan membawa alat perlengkapan praktikum
c. Praktikan harus menjaga kekompakan satu
dengan yang lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ewusie, J. Y. 1990. Pengantar Ekologi Tropika.
Bandung: ITB. Hal: 47-82
Irwan, Z. O.1990. Prinsip-prinsip Ekologi dan Organisasi
Ekosistem, Komunitas, Dan
Lingkungan. Jakarta: Bumi Aksara. Hal: 85-90
Mcnaughton & Wolf.1990. Ekologi Umum.
Edisi 2.Yogyakarta:UGM-Press. Hal: 95, 665-667
Resosoedarmo, R. S.1989. Pengantar Ekologi. PT.Remaja Rosdakarya: Bandung.
Hal: 69-74
Sastrodinoto,S.1980.
Biologi
Umum II. Jakarta: PT.
Gramedia. Hal: 52-57
Supriharyono.2002.
Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya
Alam di Wilayah Pesisir Tropis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Hal:
9-10
Thompson,W.R.2002. Charles Darwin The Origin Of Species. Yogyakarta: U Press.
Hal: 91
Tidak ada komentar:
Posting Komentar