H.O.R.A.S

Selamat Datang buat anda yang mengunjungi blog ini, Segala informasi dalam blog ini merupakan bantuan dari buku-buku, majalah, dan lain-lain
Semoga blog ini bermanfaat bagi anda ^^.


Senin, 04 November 2013

SAMOSIR History 2



BONTEAN

Sebagai Kampung Raja, maka Huta Pagar Batu dahulu ramai dikunjungi tamu dari luar wilayah kerajaan, termasuk Saudara Raja Lontung yang datang dari tempat lain, seperti Onan Runggu, Nainggolan, Palipi, Lumban Julu, Parapat, dll., dengan menggunakan perahu naga atau solu bolon.
Untuk itu Raja Lontung menyiapkan sebuah dermaga sebagai tempat berlabuh bagi perahu naga para tamu kerajaan, yang disebut Hasahatan. Pemberian nama Hasahatan ialah bahwa semua tamu kerajaan yang datang dengan perahu naga harus sampai di dermaga tersebut, tidak boleh di tempat lain. (Hasahatan berarti tempat sampai atau berlabuh atau tempat tujuan.)
Di Dermaga Hasahatan ini dipersiapkan beberapa tiang pengikat perahu naga agar tidak dibawa ombak atau angin selagi tamu menghadap Sang Raja. Tiang penambat perahu naga ini terbuat dari batu utuh yang diberi ukiran pahat. Tiang-tiang ini dipantek ke dalam tanah bagaikan tiang pancang sehingga berdiri tegak dan disusun berbaris. Tinggi tiang yang muncul di atas permukaan tanah sekarang ini adalah 1,5 m. Tiang batu penambat perahu naga inilah yang disebut bontean, atau tiang tambatan perahu naga.
Sekarang tiang batu tambatan perahu ini sudah berada di daratan. Hal ini menjadi salah satu petunjuk bahwa permukaan air Danau Toba sudah jauh menurun dibandingkan dengan ratusan tahun silam. Dahulu tiang batu ini ada beberapa buah, tetapi jumlahnya semakin lama semakin berkurang. Konon, ada pihak-pihak tertentu yang mengambil untung dari penjualan tiang batu ini.
            Dermaga Hasahatan dan Bontean ini begitu terkenal sebagai pelabuhan utama di kawasan Danau Toba pada saat itu, sehingga lahir umpasa yang berbunyi: “Sahat-sahat ni solu, sahat ma tu Bontean; Leleng hita mangolu, sai sahat ma tu panggabean.





                                                                LIANG MARLANGKOP

Huta Pagar Batu dilengkapi juga dengan liang atau gua batu yang belum diketahui seberapa dalam. Gua ini diberi nama Liang Marlangkop (terjemahan: Gua Tertutup). Ada kemungkinan bahwa gua atau liang ini menjadi antisipasi tempat persembunyian bagi keluarga raja dan rakyatnya apabila ada serangan dari kerajaan lain, karena pada masa itu sering terjadi perang perebutan wilayah kerajaan. Hal itulah yang terjadi pada masa penjajahan Belanda. Karena Belanda tidak mengetahui keberadaan gua / liang batu ini, maka mereka sangat kesulitan untuk menaklukkan Raja Lontung. Bahkan kekuatan tentara Raja Lontung bagaikan kekuatan tentara siluman bagi Belanda, karena mereka bisa muncul tiba-tiba dan hilang tiba-tiba tidak diketahui kemana rimbanya. Ternyata, mereka menggunakan gua tersebut sebagai tempat persembunyian.
Apabila kita kaitkan dengan legenda Sipaleonggang di Ronggur Nihuta, konon gua batu ini tembus ke Sipaleonggang. Tetapi menurut warga setempat, gua ini tembus sampai ke Tanjungan yang jaraknya lebih dari 3 km, sehingga dahulu lorong gua ini digunakan sebagai jalan pintas untuk melakukan kunjungan antara keluarga dari Lontung ke Tanjungan ke Palipi dan sebaliknya.
Gua / liang ini berada lebih kurang 15 m di atas bontean dengan batu yang berlapis dan bertumpuk satu sama lain dengan rapi. Karenanya, gua atau liang ini benar-benar menjadi salah satu objek wisata yang sangat menarik untuk diteliti lebih lanjut karena mampu memberi nilai tambah yang sangat tinggi bagi kepariwisataan.


                                                           LOSUNG RANTE

LOSUNG RANTE adalah sebuah lesung batu berukuran 2 x 1,65 x 1,2 m berbentuk segiempat tak beraturan terletak di Huta Pagar Batu, Desa Pardomuan, Lontung, Simanindo.
Dahulu pertarungan antar kampung atau kerajaan sangat sering terjadi, terutama karena perebutan wilayah kerajaan. Pertarungan tersebut sering dilakukan dengan menggunakan kekuatan magis, atau tanding kesaktian. Demikian juga dengan Kerajaan Lontung.

Salah satu bukti terjadinya pertarungan dengan kekuatan magis adalah adanya sebuah lesung yang diikat dengan rantai besi. Konon, lesung ini diterbangkan musuh ke Huta Pagar Batu. Dengan kekuatan magis dari Raja Lontung, lesung batu itu tidak sampai menimpa perkampungan melainkan jatuh sekitar 20 m di pojok Huta Pagar Batu Lontung.
Menurut narasumber, Bapak A. Rusmi Situmorang, lesung batu ini dulunya sering bergerak-gerak, bahkan bisa terbang sendiri sehingga terkadang mengganggu perahu atau kapal yang melintasi daerah Lontung serta merusak tanaman petani seperti layaknya piring terbang. Tetapi lesung batu ini kembali lagi ke tempatnya semula.
Karena lesung batu ini sudah sangat meresahkan warga, maka marga Situmorang memberikan rantai untuk mengikat lesung tersebut agar tidak bisa bergerak lagi dan  mengganggu. Itulah sebabnya lesung ini disebut Losung Rante. Sejak diikat rantai, lesung ini tidak bisa terbang lagi.
 

 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar