Makna Batanggor
BATANGGOR adalah kumpulan batu berbentuk guci dan pohon besar yang terletak
di Ambarita Kecamatan Simanindo pada 02º 40' 74,5" LU 98º 90' 838" LS
dan 929 M’ DPL.
Batanggor adalah kuburan tua yang terletak tidak jauh dari Namartua Si
Manuk Mira. Dengan demikian diduga bahwa kuburan tua ini adalah kuburan
nenek-moyang Sidabutar yang dahulu tinggal di kampung tersebut. Kuburan ini
terbuat dari guci batu yang dipahat, lengkap dengan tutup. Menurut penuturan
Pak Sidabutar, dahulu guci batu kuburan ini ada beberapa, tetapi sekarang
tinggal 2 (dua) buah. Sebagian sudah hilang diambil oleh oknum yang tidak
diketahui.
Guci batu ini merupakan tempat penyimpanan tulang-belulang orang yang sudah
meninggal, karena pada saat itu belum dikenal tugu seperti sekarang ini. Ada
kemungkinan bahwa guci-guci ini dahulu ditanam di bawah tanah. Tetapi karena
akar pohon Hariara yang ditanam sebagai pohon pertanda kuburan, guci-guci ini
terangkat ke permukaan tanah.
Tanpa pelestarian, tidak tertutup kemungkinan bahwa kedua guci batu yang
masih tersisa ini juga akan hilang diambil orang. Dengan maraknya pembangunan
tugu nenek-moyang, ada kemungkinan bahwa marga Sidabutar tidak mengetahui
persis nenek-moyang yang mana yang dikubur di lokasi ini sehingga tidak ada
upaya pelestarian dari marga Sidabutar tersebut.
Makna Huta Pagar Batu
HUTA PAGAR BATU adalah
kampung Raja Lontung, yaitu marga Situmorang, yang terletak di Desa Pardomuan,
Lontung, Simanindo. Di kampung ini terdapat peninggalan sejarah yang sangat
lengkap, lebih dari tempat-tempat lain di Kabupaten Samosir.
Pada legenda Uludarat telah
dikemukakan tentang penyebaran keturunan Siraja Lontung dan Siboru Pareme,
yaitu Banuaraja --> Sabulan --> Hatoguan --> Palipi --> Lontung /
Tanjungan + Pulau Sibandang + Nainggolan + Onan Runggu --> Hutajulu +
Humbang + Harian, dst. Marga yang migrasi ke Lontung adalah marga Situmorang,
Sinaga, Gultom, dan Nainggolan. Di sana mereka mendirikan Kerajaan Lontung
dengan Situmorang sebagai Raja.
Makam Sipiso Somalim di
Palipi dan Batu Bolon di Lontung berperan penting sebagai titik batas dalam
pembagian lahan Pulau Samosir antara Raja Lontung dan Raja Sumba (keturunan
Raja Isumbaon).
Setiap tamu yang datang harus permisi terlebih
dahulu kepada Ulubalang. Tamu yang dicurigai tidak akan diijinkan masuk. Sebaliknya,
tamu yang berkenan akan diperbolehkan masuk. Pada gerbang masuk ini tamu harus
menyampaikan permintaan ijin, yaitu meletakkan daun sirih di atas gerbang. Sedangkan pintu gerbang keluar adalah model
tertutup, yaitu berbentuk terowongan dari batu bertumpuk. Hal itu menunjukkan
bahwa tamu yang keluar dari gerbang tersebut tunduk kepada Raja Lontung atau
bukan musuh.
Namun jalan masuk dan jalan keluar dari celah
bebatuan ini sudah tertutup oleh pergeseran batu di atasnya. Untuk mencapai
pintu masuk, harus melalui jalan batu
yang ditata rapi dan berfungsi menjadi jalan utama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar