SEDANG DALAM PERBAIKAN
Mazmur 126 , 23 Agustus 2024
Akhir-akhir ini rasanya makin banyak orang yang mengatakan dirinya introvert. Kategori introvert dan ekstrovert adalah salah satu sifat manusia yang paling stabil mulai dari kecil yang bisa diturunkan secara genetik. Perbandingannya kira-kira 1:3. Interaksi terus menerus dalam jangka waktu yang panjang akan membuat mereka kewalahan dan tidak produktif. Jadi bukan tidak suka berinteraksi alias antisosial, tetapi butuh waktu lebih banyak untuk memproses pikiran dan perasaan mereka.
Hanya saja, sepertinya tidak semuanya benar-benar introvert. Sebagian karena tidak bisa bersosialisasi dengan baik karena faktor lingkungan (salah pola asuh misalnya), sehingga belum bisa atau tidak mau memedulikan orang lain. Sebagian lain pernah mengalami kejadian menyakitkan lalu memilih tidak banyak bergaul untuk menghindari terluka lagi.
Realita semu yang digambarkan sosmed juga mempengaruhi kondisi ini. Di sosial media, kebanyakan orang menunjukkan sisi terbaik mereka. Jarang yang menunjukkan hal-hal membosankan sehari-hari, apalagi kekurangan mereka. Tidak heran kalau banyak dari kita yang merasa kita harus bisa menjadi seperti si atlet basket A, sukses ditempat kerja seperti B, cantik dan badannya ideal seperti si C, dan D yang rumahnya rapi dan pandai masak. Padahal mungkin si B sedang kesulitan dalam hubungan keluarga. Atau D yang karirnya biasa saja. Mungkin si C punya eating disorder. Bisa juga kadang si A sampai menangis saat mengorbankan banyak waktu dan kesenangan untuk latihan.
Kita tidak harus menjadi si ABCD. Tidak realistis untuk satu orang bisa menjadi semuanya. Kita hanya harus menjadi diri kita sendiri sebagaimana Tuhan menciptakan kita. Untuk mengatakan diri kita yang segambar dan serupa dengan Tuhan, buruk dan tidak berguna adalah perbuatan yang mendukakan hati Tuhan. Ini bukanlah suara Tuhan.
Christianity is not a spectator faith. Apapun sifat dasar kita, kita dipanggil untuk menjadi produktif. Setiap dari kita adalah berkat. Mungkin bukan untuk orang-orang atau lingkungan tertentu seperti yang kita bayangkan atau inginkan. Beberapa hanya belum menemukan cara dan tempat yang tepat dimana kita bisa memaksimalkan potensi kita. Tapi percayalah, kita adalah berkat bagi orang lain untuk membawa kesembuhan, penghiburan, motivasi atau bantuan dalam bentuk apapun, yang akhirnya membawa kemuliaan bagi namaNya. Banggalah untuk menjadi “work in progress”. Kadang proses ini mungkin kurang enak dan tidak jarang kita harus keluar dari zona nyaman. Kita tidak harus sempurna dulu untuk mulai menjadi berkat. Percayalah, kuasaNya sanggup mengatasi segala kelemahan kita. Anda setuju ? (SOS)
Questions :
1. Untuk siapakah Anda berusaha tampil maksimal ? Tuhan atau sesama ? Jika sesama, mengapa ?
2. Apakah Anda pernah memilih untuk menghindari pergaulan karena Anda merasa tidak cukup baik ? Siapa yang menentukan standard “cukup” ini ?
Values :
Nilai kita bukanlah dari berapa banyaknya like atau follower yang kita dapatkan tetapi dari cara Tuhan menciptakan kita, yang segambar denganNya.
“Bukan seolah-olah aku telah memperoleh hal ini atau telah sempurna, melainkan aku mengejarnya, kalau-kalau aku dapat juga menangkapnya, karena akupun telah ditangkap oleh Kristus Yesus (Filipi 3:12)”
Love yourself as you are. But love yourself enough not to stay where you are (Joyce Meyer)
“Bukan seolah-olah aku telah memperoleh hal ini atau telah sempurna, melainkan aku mengejarnya, kalau-kalau aku dapat juga menangkapnya, karena akupun telah ditangkap oleh Kristus Yesus (Filipi 3:12)”
BalasHapusNilai kita bukanlah dari berapa banyaknya like atau follower yang kita dapatkan tetapi dari cara Tuhan menciptakan kita, yang segambar denganNya.
BalasHapus