PENGERTIAN
CURAH HUJAN
Yang dimaksud dengan
curahan adalah endapan atau deposit air dalam bentuk cair maupun padat yang berasal
dari atmosfer. Hal ini berarti
curahan mencakup antara lain tetesan hujan, salju, batu es, embun, dan embun
kristal. Embun kristal adalah kristal-kristal yang terbentuk pada permukaan,
misalnya pada tanaman yang disebabkan oleh rendahnya suhu, yaitu lebih rendah
dari O0 C. Banyaknya curah hujan yang mencapai tanah atau permukaan
bumi selama selang waktu tertentu dinyatakan dengan ketebalan atau ketinggian
air hujan tadi seandainya menutupi proyeksi horizontal permukaan bumi tersebut
dan tidak ada yang hilang karena penguapan, lumpasan, infiltrasi, atau
penyerapan (Prawirowardoyo, 1996).
indahnya tetesan air |
Presipitasi adalah air dalam bentuk cair atau padat
yang jatuh sampai ke permukaan bumi. Terjadinya presptasi ini selalu didahului
oleh proses-proses kondensasi dan atau pembekuan uap air. Awan adalah suspensi
koloida udara atau aerosol. Selama butir-butir belum bersatu akan tetapi
melayang-layang di udara. Ini menyebabkan awan itu kekal dan tidak akan terjadi
prespitasi. Jika butir-butir cenderung bersatu sehingga menjadi lebih besar dan
berat maka awan menjadi tidak kekal dan akan terjadi prespitasi. Hujan
mempunyai susunan kimia yang cukup kompleks dan bervariasi dari tempat yang
satu dengan tempat yang lainnya, dari musim ke musim pada tempat yang sama dan
waktu hujan yang berbeda-beda. Air hujan terdiri dari ion-ion natrium, kalsium,
kalor, bikarbonat, dan dapat sulfat yang merupakan jumlah yang besar
bersama-sama. Asal unsur ini adalah dari lautan, sungai-sungai, danau,
permukaan tanah, regelasi, industri, dan gunung-gunung berapi. Air hujan pHnya
berkisar antara 3.0 - 9.8. berdasarkan bentuknya, prespitasi dapat
diklasifikasikan menjadi 3, yaitu hujan salju dan hujan es (Wisnubroto, dkk,
1986).
Tujuan utama dari setiap metode pengukuran adalah
untuk mendapatkan contoh yang benar-benar melalui air hujan diseluruh kawasan
tempat pengukuran. Karena itu, bila memasang suatu alat penakar prespitasi
haruslah diayun bahwa penakar tetes hujan kedalam dan ke luar penampung,
kehilangan air dan reservoir oleh penguapan haruslah seminimal mugkin, dan jika
ada salju haruslah melebur (Prawirowardoyo, 1996).
Tujuan
Praktikum
Tujuan dari percobaan yang berjudul “Pengukuran Curah
Hujan” adalah
- Mengumpulkan data curah hujan
- Mengukur serta menganalisis data curah hujan
- Menentukan lama hujan
- Menentukan intensitas curah hujan
- Menentukan volume curah hujan
Hujan Datang.... |
CURAH HUJAN
Sumber hampir semua curahan
hujan adalah lautan. Penguapan berlangsung dari lautan dan uap air yang
terserap dalam arus udara yang bergerak melewati permukaan laut. Udara yang
bermuatan ke lengaser tetap terus menyrap uap air itu hingga ia mendingin
sampai dibawah suhu titik embun pada waktu uap itu sebagai hujan. Penyebab
turunnya suhu massa udara mungkin karena proses golah gotik, udara yang
panas dan lengas membubung untuk membentuk awan dan setelah itu mencurahkan
hujan, ini dicontohkan oleh badai guntur sore hari yang berkembang dari
pemanasan udara lengas sepanjang hari, yang membubung tinggi menjadi awan
terbentuk panas. Curahan air (aerografi) dihasilkan dari arus udara
lautan yang melewatu daratan dan terlencangkan ke atas oleh pegunungan pantai,
sehingga mendingin di bawah titik jenuh dan limpaskan kelengasan. Sabahagian
air hujan tercurah dilereng yang mengarah ke angin, apabila terdapat daerah
tekanan rendah, udara cenderung masih kedalamnya dari daerah di sekelilingnya,
dan dengan itu memindahkan udara tekanan rendah ke atas, mendingin dan
mencurahkan hujan (Wilson, 1993).
Kabut berisi butiran
air yang sangat kecil yang kerapatan jatuhnya hampir tidak berarti.
Partikel-partikel kabut yang bersentuhan dengan tumbuhan mungkin melekat,
bersatu dengan butiran-butiran lain, dan akhirnya membentuk tetesan yang cukup
besar dan jatuh ke tanah. Pada malam-malam yang terang, hilangnya panas akibat
radiasi dari tanah menyebabkan pendinginan permukaan tanah dan udara yang
terletak berdekatan di atasnya. Kondensasi dari uap air yang berada di udara
menghasilkan timbunan embun. Angin menyebabkan adanya arus udara di sekitar
alat ukur presipitasi yang biasanya mengakibatkan penangkapan hujan yang kurang
dari seharusnya. Kecepatan jatuh yang rendah dari serpihan salju menyebabkan
berpengaruh pada curah salju dari pada hujan. Kekurangan tangkapan air berkisar
0% hingga 5% atau lebih, tergantung kepada beberapa hal, antara lain: jenis
alat ukur yang digunakan, kecepatan angin, keadaan lapangan setempat. Dari segi
pandangan teknis, variasi waktu dari prespitasi boleh jadi lebih penting dari
pada variasi daerah. Hal ini jelas dalam masalah variasi ini adalah daur hujan
tahunan yang ditunjukan untuk beberapa pos yang dipilih (Linsky, dkk,
1985).
Pemilihan suatu tipe
penakar hujan tertentu dan lokasinya di suatu tempat bergantung pada beberapa
faktor, antara lain: dapat dipercaya, tipe data yang diperlukan (menit, harian
dll), tipe prespitasi yang diukur, dapat diperbandingkan dengan penakar hujan
yang ada, biaya instalasi dan perawatannya, intensitas perawatan, mudahnya
pengamatan, gangguan oleh hewan dan manusia. Contoh alat-alat pengukur
prespitasi seperti penakar hujan bukan pencatat dan penakar hujan otomatik
(Subagyo, 1990).
Semua penakar hujan otomatis
akan mencatat data (dalam hal ini jumlah hujan) secara kontinu (antara 1 menit,
5 menit, 10 menit, dan lain lain) maupun berkala. Karena itu batasan ini
berbeda dengan batasan kebanyakan bulu-bulu jelas yang memberi batasan penakar
hujan otomatik sebagai penakar hujan yang menekan secara kontinu saja (Seyhan,
1990).
Mengenai hubungan
antara arah angin dan curah hujan dapat dikemukakan bahwa arah angin yang
menyebabkan hujan biasanya tetap tiap wilayah. Umumnya hujan kebanyakan jatuh
dilereng yang menghadap arah angin sebahagian kecil jatuh di lereng belakang.
Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah dalam penentuan tempat yang sedapat
mungkin menghindarkan tempat dimana selalu terjadi angin kencang, tempat dimana
arus angin naik harus dihindari, tanah-tanah yang tandus, tempat-tempat
diantara gedung-gedung yang dilalui angin, tentu tidak cocok. Tempat-tempat
dimana tiupan angin itu telah sangat berkurang oleh karena gedung-gedung dan
pohon-pohon sekelilingnya adalah untuk penempatan pencatat hujan.
Tetapi jika terlalu dekat, maka disekeliling pengamatan akan dihalangi oleh
gedung dan pohon tersebut. Salah satu pengaruh angin ialah tumbuhnya turbolensi
sekitar lubang kolektor yang umumnya mengurangi banyaknya air hjan yang masuk,
atau berkurangnya hasil pengamatan dari pada yang semestinya. Penyimpangan ini
makin besar pemikiran semakin besarnya kecepatan angin, karena kecepatan angin
bertambah dengan ketinggian, maka pengumpanan tersebut di atas makin besar
semakin tinggi lubang kolektor berada di atas permukaan bumi. Jadi semakin
rendah lokasi lubang kolektor maka semakin baik hasil pengamatan
(Prawirowardoyo, 1996).
Rintik-Rintik Air hujan |
Ada dua pendapat mengenai bagaimana terjadinya butir-butir hasil kondensasi
sampai butir-butir yang dapat menimbulkan prespitasi. Pendapat pertama
mengatakan bahwa terjadinya butiran-butiran yang dapat menimbulkan hujan itu
disebabkan adanya penyatuan antara beberapa butir hasil kondensasi. Pendapat
ini kurang tepat dalam menerangkan mengapa hal ini hanya terjadi untuk beberapa
macam saja. Pendapat yang kedua mengatakan bahwa butiran-butiran yang lebih
besar itu karena tumbuh dari adanya air dan partikel es dalam awan yang sama
seperti yang diketahui tetesan air mempunyai tekanan uap air yang lebih besar
(menguap lebih besar) dari pada partikel es pada awan yang sama. Hal ini
menyebabkan terjadinya pemindahan air yang menguap dari butir-butir air dan
kondensasi dari partikel es, sehingga partikel es ini diselubungi oleh air yang
semakin besar sehingga mampu jatuh. Dengan jatuhnya melalui awan data terus
tumbuh dengan proses kondensasi dan bergabung dengan butir-butir yang lain.
Kebanyakan hujan di daerah lintang menengah dan besar adalah terjadi akibat
proses kodensasi dan bergabung dengan butir-butir yang lain (Wisnubroto, dkk, 1986)
METODE PERCOBAAN
Alat dan Bahan
Alat
Adapun alat yang digunakan pada percobaan
ini yang berjudul “Penetapan Curah Hujan” adalah:
1.
Penakar
Hujan sebagai alat pengukur curah hujan
2.
Gelas
Ukur sebagai wadah dan pengukur air hujan
3.
Tali untuk mengikat penakar hujan
4.
Tiang
untuk tempat menggantungkan penakar hujan
Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada Praktikum Klimatologi
Hutan yang berjudul “Penetapan Curah Hujan” adalah:
1.
Air Hujan sebagai objek pengamatan
2.
Lokasi
persemaian terbuka sebagai tempat pengamatan
Prosedur
Praktikum
Adapun prosedur Praktikum Klimatologi Hutan yang berjudul “Penetapan
Curah Hujan” adalah:
1.
Disiapkan alat dan bahan
2.
Dipasang
alat penakar hujan di lokasi persemaian terbuka
3.
Diamati
pada setiap kejadian hujan selama 10 hari
4.
Dicatat
hari dan tanggal terjadinya hujan
5.
Ditentukan lama hujan dan besar curah
hujan
6.
Dihitung besar
intensitas curah hujan
7.
Ditentukan besarnya volume curah hujan
tiap hari dan dihitung juga volume komulatif curah hujan tersebut
8.
Dibuat tabel dan grafiknya
Kesimpulan
:
Dari hasil pengamatan
yang dilakukan selama 10 hari, didapat hasil pengukuran yang disajikan pada
data di atas. Jumlah volume hujan yang
terjadi selama pengamatan adalah 805 cm3 pada pengamatan penakar
hujan yang digantung dan 900 cm3
pada pengamatan penakar hujan yang ditanam. Perbedaan dari volume kedua
dua penakar hujan ini desebabkan oleh beberapa hal diantaranya kecepatan angin,
arah angin dan arah jatuh hujan. Hal ini sesuai dengan literatur Linsky (1985)
yang mengatakan bahwa kecepatan jatuh yang rendah dari serpihan salju
menyebabkan berpengaruh pada curah salju dari pada hujan. Kekurangan tangkapan
air berkisar 0% hingga 5% atau lebih, tergantung kepada beberapa hal, antara
lain: jenis alat ukur yang digunakan, kecepatan angin, keadaan lapangan
setempat. Dari segi pandangan teknis, variasi waktu dari prespitasi boleh jadi
lebih penting dari pada variasi daerah. Hal ini jelas dalam masalah variasi ini
adalah daur hujan tahunan yang ditunjukan untuk beberapa pos yang dipilih.
Perbedaan volume yang
terjadi pada saat pengukuran disebabkan oleh letak dari penakar hujan yang
digunakan. Hal ini terlihat jelas dari data yang disajikan. Pada pengukur
penakar hujan yang digantung diperoleh, data diantaranya 11.94 mm/jam; 13.54 mm/jam; 8.63 mm/jam; 2.65 mm/jam; 0.50 mm/jam; 21.89 mm/jam; 23.89
mm/jam; 9.29 mm/jam. Sedangkan pada pengukur
penakar hujan yang ditanam diperoleh, data diantaranya 9.95
mm/jam; 19.90 mm/jam; 9.29 mm/jam; 3.98 mm/jam; 0.50 mm/jam; 21.89 mm/jam; 24.38
mm/jam; 9.29 mm/jam. Berdasarkan data-data ini dapat diketahui hubungan amtara
angin dan curah hujan. Hal ini sesuai dengan literatur Prawirowardoyo (1996)
yang mengatakan bahwa arah angin yang menyebabkan hujan biasanya tetap
tiap wilayah. Umumnya hujan kebanyakan jatuh dilereng yang menghadap arah angin
sebahagian kecil jatuh di lereng belakang. Hal-hal yang perlu diperhatikan
adalah dalam penentuan tempat yang sedapat mungkin menghindarkan tempat dimana
selalu terjadi angin kencang, tempat dimana arus angin naik harus dihindari,
tanah-tanah yang tandus, tempat-tempat diantara gedung-gedung yang dilalui
angin, tentu tidak cocok. Tetapi
jika terlalu dekat, maka disekeliling pengamatan akan dihalangi oleh gedung dan
pohon tersebut. Salah satu pengaruh angin ialah tumbuhnya turbulensi sekitar
lubang kolektor yang umumnya mengurangi banyaknya air hujan yang masuk, atau
berkurangnya hasil pengamatan dari pada yang semestinya. Jadi semakin rendah
lokasi lubang kolekor maka semakin baik hasil pengamatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar