EVAPORASI
Deskripsi singkat evaporasi
merupakan proses fisis berupa perubahan cair menjadi uap, hal ini terjadi air
cair berhubungan dengan atmosfer yang tidak jenuh, baik secara internal pada
daun (transpirasi) maupun secara eksternal pada permukaan yang basah. Suatu
tajuk hutan yang lebat menaungi permukaan di bawahnya dari pengaruh radiasi
matahari dan angin yang secara drastis akan mengurangi evaporasi pada tingkat
yang lebih rendah. Transpirasi pada dasarnya merupakan salah satu proses
evaporasi yang dikendalikan oleh proses fotosintesis pada permukaan daun
(tajuk). Perkiraan evapotranspirasi adalah sangat penting dalam kajian-kajian
hidrometeorologi (Bagus, 2006).
Uap air merupakan gas yang paling
dinamis di atmosfer, dimana kandungan uap air dapat berubah dengan cepat pada
setiap periode 24 jam. Gas-gas di atmosfer yang lain, konsentrasinya reltif
stabil. Beberapa gas memang menunjukkan peningkatan konsentrasi, seperti
karbondioksida dan gas polutan atmosfer lainnya, tetapi konsentrasi gas-gas ini
tidak berfluktuasi secara drastis. Dinamika kandungan uap air di atmosfer
tersebut terutama disebabkan karena air dapat berubah dari cairke gas atau
sebaliknya dengan cepat. Kandungan uap air akan meningkat jika banyak uap air
yang berubah dari bentuk cair ke bentuk gas. Prose ini dapat berlangsung jika
ada masukan energi. Sumber energi yang dimanfaatkan dalam proses penguapan air
ini adalah radiasi matahari. Penguapan air yang berada pada permukaan daun
merupakan proses evaporasi, bukan transpirasi. Total penguapan yang berasal
dari berbagai jenis permukaan dan dari jaringan tumbuhan disebut sebagai
evapotranspirasi. Istilah ini lebih sering digunakan, karena pada kondisi
alamiah secara teknis sulit dipilah antara uap air yang berasal dari evaporasi
dan transpirasi (Lakitan, 2002).
Daun yang tertutup dengan lapisan kutikula yang lebih tebal hampir tidak
mengalami kehilangan air sama sekali. Kehilangan air yang terbesar biasanay
melaui stoma (jamak: stomata). Stomata adalah lubang-lubang bebentuk lensa pada
epidermis yang bersambungan dengan ruang antar sel dalam daun. Stomata juga
dijumpai pada epidermis ranting-ranting muda dan batang-batang herba. Karena
penebalan dinding sebelah dalam sel penjaga, serta bentuk sel-sel penjaga, maka
perubahan turgor dalam sel akan mengakibatkan stomata membuka dan menutup. Bila
terbuka, stomata merupakan jalan utama gas-gas seperti uap air, karbondioksida,
dan oksigen yang bergerak dari daun ke udara dan sebaliknya (Tjitrosomo, 1996).
Tujuan
Adapun tujuan dari percobaan yang
berjudul “Pengukuran Evapotranspirasi” adalah :
1.
Untuk mengetahui besarnya evapotranspirasi beberapa
jenis tanaman pada berbagai tempat
2.
Untuk mengetahui besarnya evapotranspirasi berbagai
jenis tumbuhan
PENGERTIAN EVAPORASI
Peristiwa berubahnya air menjadi uap
dan bergerak dari permukaan tanah dan permukaan air ke udara disebut evaporasi
(penguapan). Dari tanaman disebut transpirasi. Kedua-duanya bersama-sama
disebut evapotranspirasi. Menurut Bagus(2006), Faktor-faktor yang berpengaruh
adalah:
- Faktor-faktor meteorologi
- radiasi matahari
- suhu udara dan permukaan
- kelembaban
- angin
- tekanan barometer
- Faktor-faktor geografi
- kualitas air (warna, salinitas)
- jeluk tubuh air
- ukuran dan bentuk permukaan air
- Faktor-faktor lainnya
- kandungan lengas tanah
- karakteristik kapiler tanah
- jeluk muka air tanah
- warna tanah
- tipe, kerapatan, dan tingginya vegetasi
- ketersediaan air (hujan, irigasi)
Evapotranspirasi potensial akan berlangsung bila pasokan air tidak
terbatas bagi stoamata maupun permukaan tanah. Pada daerah-daerah yang kering
besarnya evapotranspirasi sangat tergantung pada besarnya hujan yang terjadi
yang disebut evapotranspirasi aktual (Bagus, 2006).
Pengukuran kehilangan air secara
transpirasi di bawah kondisi ambivalen yang dikendalikan dengan hati-hati
memberikan sebuah petunjuk mengenai derajat pembukaan stomata. Stoamta biasanya
menutup jika tanaman menderita tegangan air. Heath dan Meidner menemukan bahwa
konsentrasi karbondioksida minimum di ruang antar sel di dalam daun gandum
meningkat selama tegangan air, tetapi kenaikan ini sangat kecil hanya sebesar
kira-kira 0,007 sampai 0,012 % pada 9000 Lux. Tampaknya mungkin bahwa kepekaan
yang meningkat terhadap karbondioksida seperti itu menyataikan bahwa bagian
mekanisme perlindungan tanaman terhadap kehilangan air yang berlebihan selama
kondisi kering. Sekalipun tidak ada tegangan air, kepekaan normal terhadap
karbondioksida bisa melindungi tanaman terhadap kehilangan air yang berlebihan
pada kondisi angin, yang disebabkan kenaikan jumlah karbondioksida yang dibawa
ke dekat permukaan daun (Wilkins, 1997).
Laju penguapan (baik evaporasi
maupun transpirasi) ditentukan oleh perbedaan potensi air antara “sumber”
dengan “sasaran”. Potensial air adalah total energi bebas air pada suatu
material berupa larutan, bahan padat yang menyerap air, dan udara. Proses
penguapan hanya akan berlangsung jika air menerima masukan energi. Jumlah
energi yang dibutuhkan untuk menguapkan air adalah 0,495 g m-3 K-1. Jumlah
energi yang dibutuhkan ini disebut sebagai panas laten untuk vaporasi. Sebagai
imbangan dari proses penguapan, uap air di udara juga sebagian akan mengalami
perubahan bentuk dari uap atau gas ke bentuk cair. Proses ini disebut
kondensasi (Lakitan, 2002).
Udara kering atau (gas tanpa air dan
aerosol) mencakup 96 % dari volume atmosfer yang terdiri dari dua kelompok,
yaitu kelompok gas utama yang meliputi 99,99 % volume udara kering dan sisanya
0,01 % berupa kelompok gas penyerta. Sebagian dari kelompok gas penyerta
bersifat permanen karena tidak mudah mengurai. Sedangkan sebagian kecil berupa
gas tidak permanen karena mudah bereaksi dengan gas lainnya. Perubahan
kelembaban udara menimbulkan perubahan unsur-unsur cuaca lainnya, seperti
terbentuknya awan dan hujan. Di atmosfer, uap air berada pada lapisan troposfer
yang merupakan lapisan terbawah atmosfer. Lapisan ini mencakup ketinggian 8 km
di kutub dan 16 km di ekuator, atau rata-rata 12 km. Jumlah uap air selalu
berubah karena terjadinya penguapan dan kondensasi berupa awan merupakan sumber
berbagai peristiwa seperti hujan, hujan es, salju, dan badai dengan berbagai
macam akibatnya (Guslim, 2007).
Kita dapt membayangkan adanya
molekul-molekul yang berderet-deret mulai dari dalam tanah terus
bersambung-sambung di bulu akar dan selanjutnya sampai di daun. Jika suatu molekul
air yang ada di daun meloncat di udara yaitu pada peristiwa transpirasi, maka
molekul air yang meninggalkan daun itu tempatnya segera diduduki oleh molekul
air yang semula ada di bawahnya (Dwidjoseputro, 1994).
Selain menyediakan air bagi daun,
aliran traspirasi juga memindahkan mineral dan bahan-bahan lain dari akar ke
tunas dan daun. Transpirasi juga menghasilkan pendinginan evaporatif, yang
dapat menurunkan suhu daun 10-15o C lebih rendah daripada udara di sekitarnya.
Tumbuahan sekulen gurun yang memiliki laju transpirasi rendah, tahan terhadap
suhu udara yang tinggi ; dalam kasus ini, kehilangan air akibat transpirasi
dalah ancaman yang lebih besar dibandingkan pemanasan yang berlebihan. Selama
daun masih dapat menarik air dari tanah dengan cukup cepat untuk menggantikan
air yang hilang, maka transpirasi tidak akan menyebabkan masalah. Ketika
transpirasi melebihi penerimaan air melalui xilem, seperti ketika tanah mulai
mengering, daun mulai layu karena sel-selnya kehilangan tekanan turgor. Laju
potensial yang sangat besar adalah saat hari panas terik, kering dan berangin,
karena semua itu merupakan faktor lingkungan yang meningkatkan penguapan air.
Namun demikian, tumbuhan tidak menyerah dengan faktor tersebut, karena
kemampunnya untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya (Campbell, 2003).
Selama musim hujan, suatu taksiran
yang mendekati untuk evapotranspirasi dari suatu tanaman yang tidak kekurangan
air dinyatakan dengan kesetaraan air pada penyinaran bersih siang hari.
Bagaimanapun evcapotranspirasi tergantung pada pemindahan uap air pada tanaman
maupun pada energi yang tersedia dan taksiran evapotranspirasi yang lebih baik
dapat diperoleh dari persamaan-persamaan yang mempertimbangkan kedua aspek
tersebut. Selama musim hujan evapotranspirasi potensial seringkali antara 4 dan
5 mm/ hari. Ini kira-kira sama dengan nilai maksimum pada musim panas di daerah
iklim sedang. Nilai-nilai ini besarnya lebih besar pada musim kering, sampai
mencapai 10 mm atau lebih (Goldsworthy dan
Fisher, 1984).
METODE PERCOBAAN
Alat dan Bahan
Alat
- Timbangan untuk menimbang berat anakan
- Cangkul untuk menanam anakan setelah selesai praktikum
- Gelas Ukur sebagai alat ukur banyaknya air yang diperlukan
- Stopwatch sebagai penghitung durasi percobaan
- Tiang sebagai alat gantungan termometer
- Termometer 2 buah sebagai alat ukur suhu. 1 sebagai termometer bola kering dan 1 lagi untuk termometer bola basah
- Benang untuk menggantung termometer di tiang
- Payung sebagai alat pelindung termometer dari radiasi matahari langsung
- Tali sebagai alat pengikat payung
- Pipet tetes sebagai alat untuk membasahi kapas
- Alat-alat Tulis untuk mencatat hasil
Bahan
- Bibit/ anakan sebagai alat percobaan
- Air 800 ml untuk membasahi anakan
- Aquades untuk membasahi kapas pada termometer
- Kapas untuk membalut salah satu termometer sebagai termometer bola basah
- Paving Block, Aspal, Lahan Terbuka sebagai lokasi percobaan
- Tabel RH untuk membaca kelembaban udara
Prosedur Kerja
- Diukur terlebih dahulu suhu lokasi percobaan dan kelembaban relatifnya.
- Ditimbang salah satu jenis anakan dan dicatat beratnya dalam gram (berat kering)
- Diisi air dengan berat 200 ml dalam gelas ukur
- Dibasahi anakan sampai air menetes dan ditimbang anakan tersebut
- Dibiarkan anakan tersebut selama 10 menit
- Ditimbang kembali anakan tersebut (berat akhir) dan dilakukan terus-menerus selama 60 menit
- Dilakukan hal yang sama selama 1 jam (6 x penimbangan) untuk tempat yang lain
- Dibuat grafik hubungan antara besarnya transpirasi dengan waktu
Kesimpulan :
Dari hasil percobaan, diperoleh
hasil berat akhir (proses perhitungan evapotranspirasi) yang semakin berkurang.
Hal ini menunjukkan bahwa terjadi penguapan dari uap air tanaman dari waktu ke
waktu. Hal ini sesuaim dengan literatur Lakitan (2002), yang menyatakan bahwa
uap air merupakan gas yang paling dinamis di atmosfer dimana kandungan uap air
dapat berubah dengan cepat pada setiap periode 24 jam.
Pada saat pelaksaan percobaan, suhu
udara lumayan panas. Hal ini mempengaruhi laju peningkatan proses kehilangan
air dari tanaman. Hal ini sesuai dengan literatur Goldsworthy dan Fisher
(1990), yang menyatakan bahwa daun seringkali juga terbuka terhadap tingkat
peninaran tinggi, yang melaui peningkatan suhu daun meningkatkan laju potensial
laju kehilangan air.
Selain faktor cahaya matahari yang
mempercepat kehilangan air dari tanaman, angin juga berperan serta dalam perccepatan
kehilangan air ini. Hal ini didukung oleh literatur Bagus (2006), yang
menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi evapotranspirasi di antaranya
faktor-faktor meteorologi, yaitu radiasi amtahari, suhu udara dan permukaan,
kelembaban, angin, tekanan barometer, dan faktor-faktor geografi serta
faktor-faktor lain.
Dari hasil data pengukuran
evapotranspirasi advokat (Pesea americana) diperoleh
penurunan/ berkurangnya air yang cukup lama atau tidak drastis. Tidak seperti
pada tanaman Mangga (Mangifera indica)
yang berada pada lokasi yang sama akan tetapi mengalami penurunan kandungan air
yang drastis. Ini menunjukkan bahwa bukan cum radiasi matahari dan angin
(faktor eksternal) yang mempengaruhi laju evapotranspirasi akan tetapi juga
faktor lain seperti perbedaan warna tanah antara kedua anakan dan perbedaan
jumlah daun. Hal ini sesuai dengan literatur Bagus (2006), yang menyatakan
bahwa evapotranspirasi dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti warna tanah,
kerapatan, dan tinggi vegetasi, kandungann lengas tanah, karakteristik kapiler
tanah, dan lain-lain. Dari percobaan di lapangan, memang tanaman Mangga lebih
tinggi daripada advokat. Oleh karena itu, radiasi matahari lebih dahulu menangkap
radiasi matahari sehingga laju evapotranspirasinya tinggi.
Selain faktor-faktor yang telah
disebutkan di atas, daun merupakan faktor utama yang sangat menentukan laju
evapotranspirasi khususnya transpirasi. Hal ini sesuai dengan literatur Campbell (2003), yang
menyatakan bahwa selama daun masih dapat menarika air dari dalam tanah dengan
cukup cepat untuk menggantikan air yang hilang, maka transpirasi tidak akan
menyebabkan masalah. Ketika transpirasi melebihi pengiriman air, maka tanah
mulai mengering, daun mulai layu karena sel-selnya kehilangan tekanan turgor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar