H.O.R.A.S

Selamat Datang buat anda yang mengunjungi blog ini, Segala informasi dalam blog ini merupakan bantuan dari buku-buku, majalah, dan lain-lain
Semoga blog ini bermanfaat bagi anda ^^.


Selasa, 18 Oktober 2011

Sosial Kemasyarakatan

PENGELOLAAN KEHUTANAN 2011
Dalam pengelolaan Hutan Kemasyarakatan (HKm) terdapat 3 gatra penting yang harus berjalan seiring, yakni aspek teknis, aspek sosial-ekonomi-budaya dan aspek kelembagaan. Pengkajian terhadap 3 gatra tersebut perlu secara hati-hati dan seksama sehingga mampu memberikan masukan dalam peningkatan produktivitas hutan kemasyarakatan. Kelembagaan adalah seluruh peraturan, prosedur, organisasi dan instrumen untuk pengelolaan sumber daya, memberikan penekanan pada aspek-aspek organisasi, kepemimpinan, profesionalisme dan pengembangan organisasi, mamajemen konflik dan macam kegiatan. Secara umum produktivitas HKm pada tahun ketiga (tahun 2000) dapat digambarkan sebagai berikut :

·      Pembangunan HKm telah mengubah secara nyata penutupan lahan yang semula sebagian besar rawang dan belukar menjadi kawasan dengan pengusahaan secara penuh jenis-jenis tanaman pertanian, perkebunan dan kehutanan penghasil kayu dan bukan kayu.

·       Prosentase tumbuh tanaman HKm rata-rata sebesar 63,11% dan dapat digolongkan sebagai tingkat pertumbuhan kurang (Anonim, 2002).

·       Terjadi pergeseran pola tanam dari sistem campuran ke monokultur karet, tekhnik pemeliharaan dari teknik jalur ke teknik tebas total, dan sistem pertanian menetap belum dilaksanakan secara nyata di lapangan.

Sebagai wadah, organisasi merupakan tempat kegiatan manajemen dilaksanakan. Tinjauan organisasi sebagai proses adalah memperhatikan dan menyoroti interaksi antar orang-orang yang menjadi anggota organisasi itu yang merupakan kelompok orang-orang yang berfikir dan bertindak secara tertentu. Sebagai suatu proses organisasi jauh lebih dinamis dari pada sebagai wadah. Sedangkan organisasi sebagai sistem sebenarnya merupakan kombinasi dari sistem sosial, sistem fungsional dan sistem komunikasi. Pengorganisasian hutan kemasyarakatan meliputi pengorganisasian kawasan dan personil (orang). Bentuk tata hubungannya relatif sederhana, praktis dan mudah. Masing-masing kepala satuan organisasi (koordinator dan ketua kelompok) memegang wewenang bulat dan memikul tanggung jawab penuh mengenai segala hal yang termasuk bidang kerja dari satuannya. Semua anggota kelompok tani HKm menerima perintah dan petunjuk langsung dari ketua kelompok dan koordinator, yang masing-masing memberi pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugasnya kepada atasannya itu.

Organisasi HKm disebut bentuk lini karena memenuhi ciri-ciri sebagai berikut :
a.    Tujuan organisasi relativ sederhana
b.    Organisasi kecil
c.    .Jumlah karyawan sedikit
d.   Pimpinan dan anggotanya saling mengenal dan dapat berhubungan pada setiap hari kerja.
e.    Tingkat spesialisasi dan alat yang digunakan tidak tinggi dan tidak beraneka ragam.

Paket-paket kegiatan hutan kemasyarakatan pada kenyataanya hanya menjadi proyek sosial dari HPH dan HPHTI. Secara teknis, paket-paket kegiatan kehutanan masyarakat seperti PMDH bukanlah mengoptimalkan peran masyarakat dalam kegiatan pengelolaan hutan, namun lebih berupa pelayanan sosial (seperti bantuan-bantuan sosial, pendidikan masyarakat, usaha kecil, dan sebagainya). Sebagai lip service dari pengusaha. Pembinaan kegiatan ekonomi masyarakat sekitar kawasan hutan hanya berkisar dari kegiatan pemungutan hasil hutan non kayu (HHNK) yang memang sudah dilakukan oleh masyarakat sejak dahulu.

Dalam perkembangan peradaban selanjutnya, masyarakat tradisional tidak lagi menggantungkan sumber pangan, pakaian dan obat-obatan dari hutan secara langsung. Akan tetapi mereka menjadikan hutan sebagai sumber kegiatan ekonomi. Produk-produk hasil hutan yang mereka peroleh tidak lagi berorientasi kepada kebutuhan komsumsi mereka, melainkan juga diperdagangkan sebagai sumber mata pencaharian mereka. Menurut Zakaria (1994), nilai ekonomis ini muncul dari kemampuan paroduk-produk hutan tersebut memenuhi sejumlah kebutuhan rumah tangga, bahan baku untuk sejumlah produk dagangan, maupun melalui perannya sebagai pengumpul bahan baku di dalam sistem yang lebih besar.

Masyarakat sering dituding sebagai penyebab berbagai kerusakan hutan, mulai dari pembukaan hutan, kebakaran hutan sampai pada terjadinya kelangkaan vegetasi dan satwa. Hasil perhitungan yang dilakukan oleh The World Bank misalnya, menempatkan konversi lahan oleh kegiatan petani kecil sebagai penyebab  utama deforestasi di Indonesia.

Pembangunan ekonomi Indonesia telah memberikan hasil mengagumkan. Di bawah Orde Lama ekonomi mengalami stagnasi selama duapuluh  lima tahun, yang kemudian di bawah Orde baru berubah menjadi negara dengan pertumbuhan tinggi selama dua puluh lima tahun. Akan tetapi tidak berarti ekonomi Indonesia tanpa masalah, yaitu antara lain  kesenjangan pembangunan antara sektor perkotaan dan pedesaan atau sektor modern dengan sektor tradisional (sektor-sektor kerakyatan).

Dasar pemikiran yang diuraikan di atas adalah bahwa langkah persiapan  Indonesia dalam proses globalisasi adalah memperkuat sektor-sektor  tradisional dan kerakyatan. Dalam PJP II pemerintah Indonesia menjadi motor penggeraknya. Sektor ini harus terbuka dan tanggap terhadap perubahan-perubahan dan kesempatan-kesempatan yang ada di luar, selain dari dalam negeri.

Dalam rangka mencapai sasaran tersebut di atas, maka sektor-sektor kerakyatan (tradisional dan pedesaan) harus menjadi kuat; dan untuk itu sangatlah dibutuhkan pemerintahan yang kuat. Hal ini berarti pemerintah perlu menyusun rencana yang rasional, dan mempunyai daya gerak yang kuat untuk pelaksanaannya. Dalam hubungan ini sangat diperlukan situasi stabil yang dinamis untuk berlangsungnya pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Pada tahap awal campur tangan pemerintah cukup besar sehingga terlihat seperti otoriter. Tetapi sesuai dengan perkembangan sosial ekonomi, negara akan menjadi lebih demokratis. Keadaan semacam ini memang diperlukan karena proses transformasi dalam kondisi proses globalisasi   tidak dapat hanya didasarkan pada kebijaksanaan mekanisme pasar saja. Kebijaksanaan mekanisme pasar di negara majupun tidak pemah mampu mengatasi ketimpangan struktural .

Bagi  negara Indonesia proses transformasi berlangsung dalam situasi ketidak-seimbangan dan respon unit-unit ekonomi tidak begitu fleksibel terhadap insentif harga karena sumberdaya tidak dapat bergerak cepat (peculiary immobile), terutama tenaga kerja. Dengan demikian untuk menjaga keseimbangan pembangunan, maka diperlukan campur tangan pemerintah. Apabila pembangunan daerah berlangsung tanpa adanya campur tangan pemerintah, maka tingkat pembangunan akan menjadi tidak seimbang karena di daerah tertinggal lebih banyak kendala daripada faktor pendorong.

Reformasi ekonomi perlu diikuti reformasi campur tangan pemerintah, dari sistem sentralisasi menjadi sistem desentralisasi.   Sistem ini harus didukung oleh langkah-langkah sebagai  berikut:

1.    Mobilisasi sumber keuangan (financial resources mobilization)
Untuk  mendorong akumulasi modal di pedesaan, maka perlu dibangun lembaga ekonomi rakyat yang mengakar dan mandiri.  Lembaga ini digunakan bagi peningkatan tabungan masyarakat dan investasi untuk diversifikasi ekonomi rakyat di pedesaan. Lembaga ini dikelola secara amanah dan profesional oleh  tenaga-tenaga muda desa, yang didampingi oleh “supervisor”  tenaga handal dalam hal pengelolaan lembaga keuangan. Peranan pemerintah adalah pendidikan dan   pelatihan tenaga-tenaga muda, bekerja-sama dengan lembaga-lembaga perbankan/lembaga lain yang relevan. Untuk memberdayakan kelembagaan ekonomi ini diperlukan kebijakan publik yang memihak kepada rakyat banyak.

2.    Nilai  Tukar Desa (Terms of trade)
Nilai tukar desa yang tinggi perlu diupayakan pemerintah melalui keterpaduan ekonomi pedesaan ke dalam  reformasi nasional dan internasional. Untuk   itu perlu ketersediaan prasarana komunikasi dan teknologi tepat guna. Upaya lainnya ialah peningkatan kelancaran arus barang dan jasa. Untuk itu alokasi dana pembangunan perlu ditekankan pada pembangunan prasarana fisik dan perbaikan sistem transpor ke pedesaan yang langsung berkaitan dengan kegiatan ekonomi rakyat. Sasarannya adalah rendahnya biaya transpor dan peningkatan keuntungan yang diterima oleh pengusaha-pengusaha di desa.

3.    Program Paritas Pendapatan (Income Parity Program)
 Maksud dari kebijaksanaan sektor pertanian (pedesaan) adalah   menjaga kesetimbangan tingkat pendapatan antara pedesaan dan  perkotaan. Program ini terdiri atas: (a). pengembangan struktur ekonomi pedesaan   untuk mencapai skala ekonomi.  (b). perluasan produksi secara selektif, yang sesuai dengan perubahan permintaan. (c) kebijaksanaan harga untuk pemantapan nilai tukar produk-produk pedesaan.

4.    Peningkatan kemampuan teknologi tepat guna
 Kemampuan teknologi perlu diarahkan untuk pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam di   pedesaan. Alokasi dana dan anggaran pembangunan untuk biaya penelitian (research and development) teknologi desa perlu  mendapat prioritas. Model penelitian partisipatif perlu dikembangkan, bekerjasama dengan lembaga-lembaga penelitian pemerintah dan swasta.

PENUTUP
Tingginya kandungan public-goods dalam usaha PERHUTANAN mengharuskan penerapan pola kelembagaan dan manajemen yang sesuai. Model yang sesuai adalah dengan mengembangkan kelembagaan dan manajemen yang dilandasi oleh nilai kebersamaan,  rasa saling percaya,  networking dan demokrasi.
Kelembagaan yang sesuai dengan nilai tersebut adalah “KOPERASI” yang dibangun atas kehendak masyarakat dengan falsafah dari, oleh dan untuk masyarakat. Hal ini sangat penting untuk meningkatkan kemampuan teknis, manajemen serta “bargaining power” masyarakat-petani dalam melakukan transaksi dengan pihak lain.

Kebijakan pemerintah dalam pembangunan hutan kemasyarakatan perlu dilaksanakan secara bertahap-berlanjut. Dengan memandang perhutanan sebagai satu kesatuan, maka konsistensi kebijakan hanya dapat dilakukan secara cepat dan efektif apabila aspek-aspek utama dalam bidang perhutanan ini berada di bawah satu yuridis kelembagaan.

DAFTAR PUSTAKA
Purwoko, A. 2002. Kajian Akademis Hutan Kemasyarakatan. USU press. Medan
Soemarno. 2005. Model Konsep Pengembangan KIM-HUT. UGM press. Yogyakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar