PENGELOLAAN
KEHUTANAN 2011
Dalam pengelolaan Hutan Kemasyarakatan (HKm) terdapat 3 gatra
penting yang harus berjalan seiring, yakni aspek teknis, aspek
sosial-ekonomi-budaya dan aspek kelembagaan. Pengkajian terhadap 3 gatra
tersebut perlu secara hati-hati dan seksama sehingga mampu memberikan masukan
dalam peningkatan produktivitas hutan kemasyarakatan. Kelembagaan adalah
seluruh peraturan, prosedur, organisasi dan instrumen untuk pengelolaan sumber
daya, memberikan penekanan pada aspek-aspek organisasi, kepemimpinan,
profesionalisme dan pengembangan organisasi, mamajemen konflik dan macam
kegiatan. Secara umum produktivitas HKm pada tahun ketiga (tahun 2000) dapat
digambarkan sebagai berikut :
·
Pembangunan HKm telah mengubah secara nyata
penutupan lahan yang semula sebagian besar rawang dan belukar menjadi kawasan
dengan pengusahaan secara penuh jenis-jenis tanaman pertanian, perkebunan dan
kehutanan penghasil kayu dan bukan kayu.
· Prosentase tumbuh tanaman HKm rata-rata
sebesar 63,11% dan dapat digolongkan sebagai tingkat pertumbuhan kurang
(Anonim, 2002).
·
Terjadi
pergeseran pola tanam dari sistem campuran ke monokultur karet, tekhnik
pemeliharaan dari teknik jalur ke teknik tebas total, dan sistem pertanian
menetap belum dilaksanakan secara nyata di lapangan.
Sebagai wadah, organisasi merupakan tempat kegiatan manajemen
dilaksanakan. Tinjauan organisasi sebagai proses adalah memperhatikan dan
menyoroti interaksi antar orang-orang yang menjadi anggota organisasi itu yang
merupakan kelompok orang-orang yang berfikir dan bertindak secara tertentu.
Sebagai suatu proses organisasi jauh lebih dinamis dari pada sebagai wadah.
Sedangkan organisasi sebagai sistem sebenarnya merupakan kombinasi dari sistem
sosial, sistem fungsional dan sistem komunikasi. Pengorganisasian hutan
kemasyarakatan meliputi pengorganisasian kawasan dan personil (orang). Bentuk
tata hubungannya relatif sederhana, praktis dan mudah. Masing-masing kepala
satuan organisasi (koordinator dan ketua kelompok) memegang wewenang bulat dan
memikul tanggung jawab penuh mengenai segala hal yang termasuk bidang kerja
dari satuannya. Semua anggota kelompok tani HKm menerima perintah dan petunjuk
langsung dari ketua kelompok dan koordinator, yang masing-masing memberi
pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugasnya kepada atasannya itu.
Organisasi HKm disebut bentuk lini karena memenuhi ciri-ciri
sebagai berikut :
a. Tujuan
organisasi relativ sederhana
b. Organisasi
kecil
c. .Jumlah
karyawan sedikit
d. Pimpinan
dan anggotanya saling mengenal dan dapat berhubungan pada setiap hari kerja.
e. Tingkat
spesialisasi dan alat yang digunakan tidak tinggi dan tidak beraneka ragam.
Paket-paket kegiatan hutan kemasyarakatan pada
kenyataanya hanya menjadi proyek sosial dari HPH dan HPHTI. Secara teknis,
paket-paket kegiatan kehutanan masyarakat seperti PMDH bukanlah mengoptimalkan
peran masyarakat dalam kegiatan pengelolaan hutan, namun lebih berupa pelayanan
sosial (seperti bantuan-bantuan sosial, pendidikan masyarakat, usaha kecil, dan
sebagainya). Sebagai lip service dari pengusaha. Pembinaan kegiatan
ekonomi masyarakat sekitar kawasan hutan hanya berkisar dari kegiatan
pemungutan hasil hutan non kayu (HHNK) yang memang sudah dilakukan oleh
masyarakat sejak dahulu.
Dalam perkembangan peradaban selanjutnya, masyarakat
tradisional tidak lagi menggantungkan sumber pangan, pakaian dan obat-obatan
dari hutan secara langsung. Akan tetapi mereka menjadikan hutan sebagai sumber
kegiatan ekonomi. Produk-produk hasil hutan yang mereka peroleh tidak lagi
berorientasi kepada kebutuhan komsumsi mereka, melainkan juga diperdagangkan
sebagai sumber mata pencaharian mereka. Menurut Zakaria (1994), nilai
ekonomis ini muncul dari kemampuan paroduk-produk hutan tersebut memenuhi
sejumlah kebutuhan rumah tangga, bahan baku untuk sejumlah produk dagangan,
maupun melalui perannya sebagai pengumpul bahan baku di dalam sistem yang lebih
besar.
Masyarakat sering dituding sebagai penyebab berbagai
kerusakan hutan, mulai dari pembukaan hutan, kebakaran hutan sampai pada
terjadinya kelangkaan vegetasi dan satwa. Hasil perhitungan yang dilakukan oleh
The World Bank misalnya, menempatkan konversi lahan oleh kegiatan petani
kecil sebagai penyebab utama deforestasi
di Indonesia.
Pembangunan ekonomi Indonesia telah memberikan hasil mengagumkan. Di bawah
Orde Lama ekonomi mengalami stagnasi selama duapuluh lima tahun, yang kemudian di bawah Orde baru
berubah menjadi negara dengan pertumbuhan tinggi selama dua puluh lima tahun.
Akan tetapi tidak berarti ekonomi Indonesia tanpa masalah, yaitu antara lain kesenjangan pembangunan antara
sektor perkotaan dan pedesaan atau sektor modern dengan sektor tradisional
(sektor-sektor kerakyatan).
Dasar pemikiran yang diuraikan di atas adalah bahwa langkah persiapan Indonesia dalam proses globalisasi adalah
memperkuat sektor-sektor tradisional dan
kerakyatan. Dalam PJP II pemerintah Indonesia menjadi motor penggeraknya.
Sektor ini harus terbuka dan tanggap terhadap perubahan-perubahan dan
kesempatan-kesempatan yang ada di luar, selain dari dalam negeri.
Dalam rangka mencapai sasaran tersebut di atas, maka sektor-sektor
kerakyatan (tradisional dan pedesaan) harus menjadi kuat; dan untuk itu
sangatlah dibutuhkan pemerintahan yang kuat. Hal ini berarti pemerintah perlu
menyusun rencana yang rasional, dan mempunyai daya gerak yang kuat untuk
pelaksanaannya. Dalam hubungan ini sangat diperlukan situasi stabil yang
dinamis untuk berlangsungnya pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Pada tahap
awal campur tangan pemerintah cukup besar sehingga terlihat seperti otoriter.
Tetapi sesuai dengan perkembangan sosial ekonomi, negara akan menjadi lebih
demokratis. Keadaan semacam ini memang diperlukan karena proses transformasi
dalam kondisi proses globalisasi tidak
dapat hanya didasarkan pada kebijaksanaan mekanisme pasar saja. Kebijaksanaan
mekanisme pasar di negara majupun tidak pemah mampu mengatasi ketimpangan
struktural .
Bagi negara Indonesia proses
transformasi berlangsung dalam situasi ketidak-seimbangan dan respon unit-unit
ekonomi tidak begitu fleksibel terhadap insentif harga karena sumberdaya tidak
dapat bergerak cepat (peculiary immobile), terutama tenaga kerja. Dengan
demikian untuk menjaga keseimbangan pembangunan, maka diperlukan campur tangan
pemerintah. Apabila pembangunan daerah berlangsung tanpa adanya campur tangan
pemerintah, maka tingkat pembangunan akan menjadi tidak seimbang karena di
daerah tertinggal lebih banyak kendala daripada faktor pendorong.
Reformasi ekonomi perlu diikuti reformasi campur tangan pemerintah, dari
sistem sentralisasi menjadi sistem desentralisasi. Sistem ini harus didukung oleh
langkah-langkah sebagai berikut:
1.
Mobilisasi
sumber keuangan (financial resources mobilization)
Untuk mendorong akumulasi modal di pedesaan, maka
perlu dibangun lembaga ekonomi rakyat yang mengakar dan mandiri. Lembaga ini digunakan bagi peningkatan
tabungan masyarakat dan investasi untuk diversifikasi ekonomi rakyat di
pedesaan. Lembaga ini dikelola secara amanah dan profesional oleh tenaga-tenaga muda desa, yang didampingi oleh
“supervisor” tenaga handal dalam hal
pengelolaan lembaga keuangan. Peranan pemerintah adalah pendidikan dan pelatihan tenaga-tenaga muda, bekerja-sama
dengan lembaga-lembaga perbankan/lembaga lain yang relevan. Untuk memberdayakan
kelembagaan ekonomi ini diperlukan kebijakan publik yang memihak kepada rakyat
banyak.
2. Nilai Tukar Desa (Terms of trade)
Nilai tukar desa yang tinggi perlu
diupayakan pemerintah melalui keterpaduan ekonomi pedesaan ke dalam reformasi nasional dan internasional. Untuk itu perlu
ketersediaan prasarana komunikasi dan teknologi tepat guna. Upaya lainnya ialah
peningkatan kelancaran arus barang dan jasa. Untuk itu alokasi dana pembangunan
perlu ditekankan pada pembangunan prasarana fisik dan perbaikan sistem transpor
ke pedesaan yang langsung berkaitan dengan kegiatan ekonomi rakyat. Sasarannya
adalah rendahnya biaya transpor dan peningkatan keuntungan yang diterima oleh
pengusaha-pengusaha di desa.
3.
Program
Paritas Pendapatan (Income Parity Program)
Maksud dari kebijaksanaan sektor pertanian
(pedesaan) adalah menjaga kesetimbangan
tingkat pendapatan antara pedesaan dan
perkotaan. Program ini terdiri atas: (a). pengembangan struktur ekonomi
pedesaan untuk mencapai skala
ekonomi. (b). perluasan produksi secara selektif,
yang sesuai dengan perubahan permintaan. (c) kebijaksanaan harga untuk
pemantapan nilai tukar produk-produk pedesaan.
4.
Peningkatan
kemampuan teknologi tepat guna
Kemampuan teknologi perlu diarahkan untuk
pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam di
pedesaan. Alokasi dana dan anggaran pembangunan untuk biaya penelitian (research
and development) teknologi desa perlu
mendapat prioritas. Model penelitian partisipatif perlu dikembangkan,
bekerjasama dengan lembaga-lembaga penelitian pemerintah dan swasta.
PENUTUP
Tingginya kandungan public-goods dalam usaha PERHUTANAN mengharuskan
penerapan pola kelembagaan dan manajemen yang sesuai. Model yang sesuai adalah
dengan mengembangkan kelembagaan dan manajemen yang dilandasi oleh nilai
kebersamaan, rasa saling percaya, networking dan demokrasi.
Kelembagaan yang sesuai dengan nilai tersebut adalah “KOPERASI” yang
dibangun atas kehendak masyarakat dengan falsafah dari, oleh dan untuk
masyarakat. Hal ini sangat penting untuk meningkatkan kemampuan teknis,
manajemen serta “bargaining power” masyarakat-petani dalam melakukan transaksi
dengan pihak lain.
Kebijakan pemerintah dalam pembangunan hutan
kemasyarakatan perlu dilaksanakan secara bertahap-berlanjut. Dengan memandang
perhutanan sebagai satu kesatuan, maka konsistensi kebijakan hanya dapat
dilakukan secara cepat dan efektif apabila aspek-aspek utama dalam bidang
perhutanan ini berada di bawah satu yuridis kelembagaan.
DAFTAR
PUSTAKA
Purwoko, A.
2002. Kajian Akademis Hutan
Kemasyarakatan. USU press. Medan
Soemarno. 2005. Model Konsep Pengembangan KIM-HUT. UGM
press. Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar