Renungan
Sebuah Koran
memuat iklan berita kehilangan :”Telah hilang. Kekasih setia. Sahabat sejati.
Mata bulat. Bulu coklat keemasan. Mengenakan kalung leher berwarna perak.
Senang menjulurkan lidah. Bagi yang menemukan, silahkan hubungi nomor telepon
di bawah ini. Anak-anak membutuhkannya. Ia penting dan berharga bagi kami.”
Iklan itu lengkap
dengan foto kecil dan tulisan di sudut kanan :” Anjing Hilang”. Mungkin bagi
kita hal itu lucu. Bayangkan, kehilangan seekor anjing saja sampai diiklankan.
Tentunya mengeluarkan biaya tidak sedikit. Penggambaran tentang anjing yang
hilang itu pun begitu mengesankan. Tetapi, bagi si pemasang iklan, itu adalah
hal serius. Ia tidak melakukannya sekadar iseng. Baginya, anjing itu adalah
bagian penting dan berharga bagi keluarganya. Dengan penggambaran tersebut,
kita bisa membayangkan betapa besar rasa kehilangan keluarga itu.
Bagi orang lain
mungkin “yang hilang” itu tidak berharga, tetapi bagi yang kehilangan,
sebaliknya, “yang hilang” itu sangat berharga. Kita di mata Allah pun demikian.
Bagi orang lain, mungkin kita bukan siapa-siapa. Tidak penting dan tidak
berharga. Tetapi di mata Allah, entah kita sipit, keriting, hitam, pesek,
langsing, atau pendek, kita ini berharga. Kita penting. Firman Tuhan,”Aku telah
menebus engkau, Aku telah memanggil engkau dengan namamu, engkau ini
kepunyaanKu” (Yesaya 43:1). Maka , tidak pernah sekali pun Allah rela
kehilangan kita. Tidak akan dibiarkanNya kita “terhilang”.
Begitu pentingnya
penggambaran tentang menemukan orang yang terhilang ini sampai-sampai Tuhan
Yesus mengambil tiga contoh kasus. Pertama, tentang orang yang memiliki 100
domba dan kehilangan satu domba. Ia meninggalkan 99 ekor dan mencari yang
seekor (Luk 15:1-7). Kedua, perempuan yang punya 10 dirham dan bersusah payah
mencari satu dirham yang hilang (Luk 15:8-10). Ketiga, kisah klasik si anak
hilang yang disambut ayahnya dengan pesta sukacita (Luk 15:11-32).
Sebuah
penggambaran yang bertolak belakang dengan kebiasaan dan keyakinan para
pemimpin agama Yahudi pada zaman itu. Orang berdosa adalah orang yang tidak
penting. Kaum buangan. Tidak berharga. Aib. Jadi, harus disingkirkan, supaya
tidak mencemari komunitas. Pendek kata,
ada batasan yang jelas untuk para pendosa. Mereka bahkan tidak layak untuk diterima
sebagai tamu. Segala jenis relasi dengan mereka harus dihindari. Maka, ketika
orang Farisi dan para ahli Taurat mendapati Yesus duduk dan makan bersama para
pemungut cukai dan orang berdosa, marahlah mereka.
Kasih setiaMu.. |
Namun, Tuhan
Yesus menjelaskan,”Aku berkata kepadamu : demikian juga akan ada sukacita
disurga karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih daripada sukacita karena
Sembilan puluh Sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan.” (ayat
7). Dan, Aku berkata kepadamu : demikian juga akan ada sukacita pada
malaikat-malaikat Allah karena satu orang berdosa yang bertobat” (ayat 10).
Injil Lukas pasal
15 ini sangat terkenal. Kerap disebut “gospel in gospel”. Kabar baik dalam
kabar baik. Isinya adalah esensi dari kabar baik yang dibawa Tuhan Yesus di
dunia. Tuhan Yesus dating dengan misi luhur, yaitu mencari dan menyelamatkan
orang berdosa.
Bagi sang
gembala, mencari dan menemukan domba yang hilang adalah tanggung jawabnya.
Walaupun ia harus meninggalkan domba-dombanya yang lain. Ia harus mencarinya
sampai ketemu. Hidup atau mati. Di tengah perbukitan terjal dan ancaman
binatang buas. Sang gembala harus mengambil risiko dengan taruhan nyawanya.
Maka, betapa sukacitanya ia ketika domba yang hilang itu akhirnya ditemukan.
Bagi perempuan
Yahudi, 10 dirham yang diikat dengan rantai perak dikenakan sebagai penutup
kepala adalah tanda bahwa ia telah menikah. Sama dengan cincin pernikahan di
zaman sekarang. Sebuah hak yang tidak bisa diambil daripadanya. Jadi, ketika
salah satu dirham ini hilang (benda yang sangat berharga itu hilang) sang
wanita akan berupaya mencarinya. Resikonya harus berlelah-lelah; menyalakan
pelita, menyapu rumah, dan sebagainya. Tetapi, semua itu tidak menyurutkan
niatnya untuk terus mencari. Dan, ketika dirham itu ditemukan, ia sangat
bersukacita.
Bagi sang ayah,
bagaimanapun buruknya perilaku sang anak (meminta harta bagiannya dan
menghamburkannya) tetapi ketika si anak dalam keadaan menderita dan memutuskan
kembali ke rumahnya; ayahnya menyambutnya dengan sukacita dan pesta syukur,
karena anaknya telah kembali.
Demikian Allah
memandang kita. Berharga dan penting. Tak ternilai, sehingga berbagai upaya
dilakukanNya untuk mencari dan merangkul kita. Orang lain mungkin memandang
kita dengan sebelah mata (menyingkirkan dan menghakimi kita), tidak merasa
kehilangan ketika kita tidak ada. Namun, Allah tidak. Akan seribu kali lebih
mudah bagi kita untuk datang dan kembali kepada Allah daripada berharap
disambut dengan tangan terbuka oleh sesame kita. Dan, akan ada sukacita yang
luar biasa besar, ketika yang terhilang akhirnya ditemukan.
Tuhan Kita Menyayangi kita semua..GBU ^* |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar