H.O.R.A.S

Selamat Datang buat anda yang mengunjungi blog ini, Segala informasi dalam blog ini merupakan bantuan dari buku-buku, majalah, dan lain-lain
Semoga blog ini bermanfaat bagi anda ^^.


Senin, 02 April 2012

BLUE STAIN


SYARAT PERTUMBUHAN JAMUR
Jamur blue stain tumbuh dan berkembang pada kayu gubal dan semua jenis kayu, tetapi kayu daun jarum lebih mudah terserang. Kayu teras atau kayu gubal yang masih di pohon telah dilaporkan juga terserang jamur stain (Boyce, 1961). Umumnya jamur blue stain berkembang baik pada kayu yang telah dipotong, dolok, gergajian, dan lain-lain bahan kayu selama proses pengerjaan sampai kering. Meskipun kayu kering bebas jamur stain namun bila kembali lembab akan terserang juga walau berkembangnya jauh lebih lambat (Scheffer dan Lindgren, 1940).
Jamur stain untuk tumbuh dan berkembang dengan cepat dan hebat memerlukan persediaan makanan yang cukup baik kuantitas maupun kualitasnya di dalam kayu, kelembaban, dan suhu yang sesuai.

1. Kebutuhan bahan makanan
Persediaan bahan makanan dalam kayu gubal terdapat di dalam sel parenchyma baik dalam ray parenchyma maupun dalam longitudinal parenchyma, saluran resin atau gum. Bahan makanan tersimpan terutama berupa karbohidrat dan bahan organic lain yang diperlukan oleh jamur sebagai sumber karbon untuk berbagai keperluan proses metabolisme. Jamur ini kurang mampu merombak selulosa, karenanya hanya memerlukan karbohidrat sederhana (Hunt dan Garratt, 1953; Scheffer dan Lindgren, 1940).
Percobaan pembanding, pertumbuhan jamur stain pada media malt ekstrak agar dari kayu gubal Pinus kesiya. Jamur stain lebih cepat tumbuh pada malt ekstrak agar, berarti pada malt ekstrak agar karbohidrat sederhana lebih cepat tersedia (Tapa Darma, 1984). Kemungkinan kayu teras tidak atau jarang terserang oleh jamur stain adalah karena bahan makanan yang diperlukan jamur sudah dirubah sewaktu terjadinya proses perubahan kayu gubal ke kayu teras.

2. Kebutuhan air dan oksigen
Air dan oksigen harus dipandang secara bersama-sama karena adanya di dalam kayu sangat tergantung satu terhadap yang lainnya. Blue stain sangat jarang berkembang pada pohon yang masih berdiri, mungkin karena kadar air kayu yang sangat tinggi atau oksigen tidak cukup tersedia di dalam sel kayu buat perkembangan blue stain yang rupanya intoleran terhadap kondisi yang anaerobic. Meskipun demikian, kadar air tinggi dari pohon bagi jenis jamur tertentu (dari Amerika Serikat Bagian Selatan) tidak dapat menunjukkan sebagai penghambat pertumbuhan jamur blue stain. Lagerberg et al. (1927)
dalam Boyce (1961) dan Munch menyatakan oksigen sangat berpengaruh terhadap perkembangan jamur blue stain di dalam kayu yang berkadar air rendah dimana ruang sel sebagian besar diisi oleh udara, maka kadar air kayu menjadi pembatas perkembangan jamur. Kayu harus mengandung cukup oksigen dan air bebas di dalam sel agar miselium mampu berkembang. Hal ini tercapai pada kadar air di atas titik jenuh serat (fiber saturation point). Kadar air minimum, maksimum atau optimum bagi jamur blue stain sangat tergantung kepada jenis jamur, substrat, dan kondisi lain dari tempat tumbuh. Umumnya keadaan air di bawah fiber saturation point menghambat
pertumbuhan jamur. Untuk maksud-maksud praktis, kadar air 20% atau berat kering oven dipakai patokan batas kadar air terendah kayu bebas dari serangan blue stain (Boyce, 1961).
Kondisi yang paling cocok untuk terjadinya penyebaran mycelium jamur blue stain dalam kayu yaitu ketika kayu pada kondisi mongering secara perlahan-lahan, jamur mengikuti daerah keringnya kayu dan luar ke dalam dimana pada daerah ini terjadi keseimbangan kadar air dan oksigen untuk pertumbuhannya. Jamur blue stain berkembang lebih hebat pada kayu yang baru pertama kali mengering (kondisi baru tebang) dan kayu yang sudah pernah kering dan basah kembali. Kemungkinan banyaknya pembentuk koloid-koloid dari isi sel kurang tersedia buat jamur sesudah berkoagulasi karena pengeringan dan kandungan bahan makanan di dalam sel menurun 6 jumlahnya. Hal ini karena terjadinya respirasi sel parenchyma yang masih hidup (Boyce, 1961).

3. Suhu
Suhu optimum untuk pertumbuhan jamur blue stain ada diantara 22 – 30o C, di bawah suhu ini pertumbuhan masih tetap berlangsung. Meskipun pada suhu mendekati di bawah titik beku pertumbuhan berhenti, namun jamur tidak akan mati. Tetapi apabila kondisi tumbuh kembali membaik, jamur akan kembali berkembang. Pertumbuhan jamur blue stain akan berhenti pada suhu 35o C. Kebanyakan daripadanya akan mati, apabila diberi suhu tersebut dalam waktu lama (Holtam, 1966).
Suhu optimum untuk pertumbuhan Ceratocystis ips Rumb. Dan Vertricillium sp baik pada media malt ekstrak agar maupun pada kayu Pinus kesiya adalah 28o C (Tapa Darma, 1984). Hasil penelitian Hong (1980) menyatakan bahwa suhu optimum untuk pertumbuhan Botryodiplodia theobromae Path. yang menyebabkan blue stain pada kayu jelutung adalah sekitar 25o C.

PENGARUH BLUE STAIN TERHADAP KEKUATAN KAYU
Pengaruh blue stain terhadap kekuatan kayu telah diteliti secara intensif oleh banyak peneliti. Findlay dan Pettifor (1937), Chapman dan Scheffer (1940) menyatakan bahwa blue stain berpengaruh tidak nyata terhadap kekuatan tekan dan lengkung kayu, tetapi terhadap beban tiba-tiba (toughness) mungkin sangat berpengaruh. Findlay dan Pettifor (1937) menemukan bahwa toughness dari kayu yang terserang hebat oleh blue stain berkurang sebesar 30 persen dari kayu yang sehat. Sedangkan kayu yang disterilkan secara berselang-seling dengan uap air, merangsang pertumbuhan jamur dengan hebat, sehingga mengakibatkan menurunnya toughness sebesar 40 persen. Tapa Darma (1984) melaporkan bahwa toughness kayu Pinus kesiya Royle ex Gordon yang ditulari dengan Ceratocystis ips Rumb. dan Verticillium sp. menurun masing-masing sebesar 4,7 dan 11,9 persen untuk kayu yang disimpan selama satu bulan inkubasi dan masing-masing 7,4 dan 15,8 persen untuk kayu yang disimpan selama dua bulan inkubasi. Chapman dan Scheffer (1940) menyatakan bahwa kayu gubal pinus yang terserang hebat oleh blue stain, biasanya mengalami penurunan berat jenis 1 – 2 persen dan toughness 15 – 30 persen. Cartwright dan Findlay (1958) melaporkan bahwa kayu-kayu daun lebar dari daerah tropis yang terserang blue stain menurun kekuatannya antara lain toughness menurun 43% juga, Eusebio (1968) melaporkan adanya pengurangan toughness kayu P. strobes L. yang terserang blue stain sebesar 0,46 – 42,9 persen tergantung dari cara penetrasi dan jenis jamurnya.

PENANGGULANGAN BLUE STAIN
Penanggulangan blue stain banyak dibicarakan oleh Scheffer dan Lindgreen (1940), Boyce (1961), Levi (1975), Supriana (1976). Cara penanggulangannya hanya bersifat pencegahan sebab sekali pewarnaan terjadi, tidak dapat diberantas (Boyce, 1961). Kayu yang kering atau sama sekali basah tidak dapat diserang blue stain tetapi hal ini tentu saja kurang praktis dalam pemakaian. Yang paling efektif untuk pencegahan blue stain adalah pengeringan kayu secepatnya terutama kayu gergajian, sesudah dibelah harus secepat mungkin dikeringkan baik kering udara maupun kering tanur (oven). Pengeringan lapisan permukaan kayu dapat mencegah berkembangnya jamur blue stain lebih lanjut karena kayu kering dapat berlaku sebagai barier perkembangan jamur.
Log yang baru ditebang dapat terhindar dari serangan jamur stain dengan segera mengeringkannya, ini dapat dilakukan dengan penggergajian (konversi) atau membuat keadaan kayu melebihi kadar air yang diperlukan oleh jamur untuk pertumbuhannya; dengan meredam log dalam air atau menyemprot terus-menerus dengan air. Kondisi kayu di bawah kadar air atau di atas kadar air perkembangan jamur blue stain, sangat efektif untuk pencegahan blue stain (Scheffer dan Lindgreen, 1940; Boyce, 1961; Levi, 1973; Supriana, 1976). Pencegahan serangan blue stain dapat juga dilakukan dengan pembuatan konstruksi yang tepat. Maksudnya adalah untuk mencegah akumulasi air pada tempat-tempat bahan makanan dalam sel kayu. Kayu-kayu yang diteres, kecil kemungkinannya untuk diserang jamur blue stain ini (Levi, 1973).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar