SYARAT PERTUMBUHAN JAMUR
Jamur blue stain
tumbuh dan berkembang pada kayu gubal dan semua jenis kayu, tetapi kayu daun
jarum lebih mudah terserang. Kayu teras atau kayu gubal yang masih di pohon
telah dilaporkan juga terserang jamur stain (Boyce, 1961). Umumnya jamur blue
stain berkembang baik pada kayu yang telah dipotong, dolok, gergajian, dan
lain-lain bahan kayu selama proses pengerjaan sampai kering. Meskipun kayu
kering bebas jamur stain namun bila kembali lembab akan terserang juga walau berkembangnya
jauh lebih lambat (Scheffer dan Lindgren, 1940).
Jamur stain untuk
tumbuh dan berkembang dengan cepat dan hebat memerlukan persediaan makanan yang
cukup baik kuantitas maupun kualitasnya di dalam kayu, kelembaban, dan suhu
yang sesuai.
1.
Kebutuhan bahan makanan
Persediaan bahan makanan dalam kayu gubal
terdapat di dalam sel parenchyma baik dalam ray parenchyma maupun dalam longitudinal parenchyma,
saluran resin atau gum. Bahan makanan tersimpan terutama berupa karbohidrat dan
bahan organic lain yang diperlukan oleh jamur sebagai sumber karbon untuk
berbagai keperluan proses metabolisme. Jamur ini kurang mampu merombak
selulosa, karenanya hanya memerlukan karbohidrat sederhana (Hunt dan Garratt,
1953; Scheffer dan Lindgren, 1940).
Percobaan pembanding,
pertumbuhan jamur stain pada media malt ekstrak agar dari kayu gubal Pinus kesiya. Jamur stain lebih cepat tumbuh pada malt
ekstrak agar, berarti pada malt ekstrak agar karbohidrat sederhana lebih cepat
tersedia (Tapa Darma, 1984). Kemungkinan kayu teras tidak atau jarang terserang
oleh jamur stain adalah karena bahan makanan yang diperlukan jamur sudah
dirubah sewaktu terjadinya proses perubahan kayu gubal ke kayu teras.
2.
Kebutuhan air dan oksigen
Air dan oksigen
harus dipandang secara bersama-sama karena adanya di dalam kayu sangat
tergantung satu terhadap yang lainnya. Blue stain sangat jarang berkembang pada
pohon yang masih berdiri, mungkin karena kadar air kayu yang sangat tinggi atau
oksigen tidak cukup tersedia di dalam sel kayu buat perkembangan blue stain
yang rupanya intoleran terhadap kondisi yang anaerobic. Meskipun demikian,
kadar air tinggi dari pohon bagi jenis jamur tertentu (dari Amerika Serikat
Bagian Selatan) tidak dapat menunjukkan sebagai penghambat pertumbuhan jamur
blue stain. Lagerberg et
al. (1927)
dalam Boyce (1961)
dan Munch menyatakan oksigen sangat berpengaruh terhadap perkembangan jamur
blue stain di dalam kayu yang berkadar air rendah dimana ruang sel sebagian
besar diisi oleh udara, maka kadar air kayu menjadi pembatas perkembangan
jamur. Kayu harus mengandung cukup oksigen dan air bebas di dalam sel agar
miselium mampu berkembang. Hal ini tercapai pada kadar air di atas titik jenuh
serat (fiber saturation point). Kadar air minimum, maksimum atau optimum bagi
jamur blue stain sangat tergantung kepada jenis jamur, substrat, dan kondisi
lain dari tempat tumbuh. Umumnya keadaan air di bawah fiber saturation point
menghambat
pertumbuhan jamur. Untuk maksud-maksud
praktis, kadar air 20% atau berat kering oven dipakai patokan batas kadar air
terendah kayu bebas dari serangan blue stain (Boyce, 1961).
Kondisi yang paling
cocok untuk terjadinya penyebaran mycelium jamur blue stain dalam kayu yaitu
ketika kayu pada kondisi mongering secara perlahan-lahan, jamur mengikuti daerah
keringnya kayu dan luar ke dalam dimana pada daerah ini terjadi keseimbangan
kadar air dan oksigen untuk pertumbuhannya. Jamur blue stain berkembang lebih
hebat pada kayu yang baru pertama kali mengering (kondisi baru tebang) dan kayu
yang sudah pernah kering dan basah kembali. Kemungkinan banyaknya pembentuk
koloid-koloid dari isi sel kurang tersedia buat jamur sesudah berkoagulasi
karena pengeringan dan kandungan bahan makanan di dalam sel menurun 6
jumlahnya. Hal ini karena terjadinya respirasi sel parenchyma yang masih hidup
(Boyce, 1961).
3.
Suhu
Suhu optimum untuk
pertumbuhan jamur blue stain ada diantara 22 – 30o C, di
bawah suhu ini pertumbuhan masih tetap berlangsung. Meskipun pada suhu
mendekati di bawah titik beku pertumbuhan berhenti, namun jamur tidak akan
mati. Tetapi apabila kondisi tumbuh kembali membaik, jamur akan kembali
berkembang. Pertumbuhan jamur blue stain akan berhenti pada suhu 35o C.
Kebanyakan daripadanya akan mati, apabila diberi suhu tersebut dalam waktu lama
(Holtam, 1966).
Suhu optimum untuk
pertumbuhan Ceratocystis
ips Rumb. Dan Vertricillium sp
baik pada media malt ekstrak agar maupun pada kayu Pinus kesiya adalah
28o C
(Tapa Darma, 1984). Hasil penelitian Hong (1980) menyatakan bahwa suhu optimum
untuk pertumbuhan Botryodiplodia theobromae Path.
yang menyebabkan blue stain pada kayu jelutung adalah sekitar 25o C.
PENGARUH BLUE STAIN TERHADAP
KEKUATAN KAYU
Pengaruh blue stain
terhadap kekuatan kayu telah diteliti secara intensif oleh banyak peneliti.
Findlay dan Pettifor (1937), Chapman dan Scheffer (1940) menyatakan bahwa blue
stain berpengaruh tidak nyata terhadap kekuatan tekan dan lengkung kayu, tetapi
terhadap beban tiba-tiba (toughness) mungkin sangat berpengaruh. Findlay dan
Pettifor (1937) menemukan bahwa toughness dari kayu yang terserang hebat oleh
blue stain berkurang sebesar 30 persen dari kayu yang sehat. Sedangkan kayu
yang disterilkan secara berselang-seling dengan uap air, merangsang pertumbuhan
jamur dengan hebat, sehingga mengakibatkan menurunnya toughness sebesar 40
persen. Tapa Darma (1984) melaporkan bahwa toughness kayu Pinus kesiya Royle ex Gordon yang ditulari dengan Ceratocystis ips Rumb. dan Verticillium sp.
menurun masing-masing sebesar 4,7 dan 11,9 persen untuk kayu yang disimpan
selama satu bulan inkubasi dan masing-masing 7,4 dan 15,8 persen untuk kayu
yang disimpan selama dua bulan inkubasi. Chapman dan Scheffer (1940) menyatakan
bahwa kayu gubal pinus yang terserang hebat oleh blue stain, biasanya mengalami
penurunan berat jenis 1 – 2 persen dan toughness 15 – 30 persen. Cartwright dan
Findlay (1958) melaporkan bahwa kayu-kayu daun lebar dari daerah tropis yang
terserang blue stain menurun kekuatannya antara lain toughness menurun 43%
juga, Eusebio (1968) melaporkan adanya pengurangan toughness kayu P. strobes L. yang terserang blue stain sebesar 0,46 –
42,9 persen tergantung dari cara penetrasi dan jenis jamurnya.
PENANGGULANGAN BLUE STAIN
Penanggulangan blue
stain banyak dibicarakan oleh Scheffer dan Lindgreen (1940), Boyce (1961), Levi
(1975), Supriana (1976). Cara penanggulangannya hanya bersifat pencegahan sebab
sekali pewarnaan terjadi, tidak dapat diberantas (Boyce, 1961). Kayu yang
kering atau sama sekali basah tidak dapat diserang blue stain tetapi hal ini
tentu saja kurang praktis dalam pemakaian. Yang paling efektif untuk pencegahan
blue stain adalah pengeringan kayu secepatnya terutama kayu gergajian, sesudah
dibelah harus secepat mungkin dikeringkan baik kering udara maupun kering tanur
(oven). Pengeringan lapisan permukaan kayu dapat mencegah berkembangnya jamur
blue stain lebih lanjut karena kayu kering dapat berlaku sebagai barier
perkembangan jamur.
Log yang baru
ditebang dapat terhindar dari serangan jamur stain dengan segera
mengeringkannya, ini dapat dilakukan dengan penggergajian (konversi) atau
membuat keadaan kayu melebihi kadar air yang diperlukan oleh jamur untuk
pertumbuhannya; dengan meredam log dalam air atau menyemprot terus-menerus
dengan air. Kondisi kayu di bawah kadar air atau di atas kadar air perkembangan
jamur blue stain, sangat efektif untuk pencegahan blue stain (Scheffer dan
Lindgreen, 1940; Boyce, 1961; Levi, 1973; Supriana, 1976). Pencegahan serangan
blue stain dapat juga dilakukan dengan pembuatan konstruksi yang tepat.
Maksudnya adalah untuk mencegah akumulasi air pada tempat-tempat bahan makanan
dalam sel kayu. Kayu-kayu yang diteres, kecil kemungkinannya untuk diserang
jamur blue stain ini (Levi, 1973).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar