PERANAN
SISTEM VERIFIKASI
LEGALITAS
KAYU (SVLK)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sistem verifikasi legalias kayu atau SVLK merupakan
pedoman dan standar untuk penilai kinerja pengelolaan hutan lestari dan
keabsahan atau legalitas kayu. SVLK berlaku bagi pemegang izin / hak baik di hutan
negara maupun di hutan rakyat. Penilaian kinerja pengelolaan hutan lestari
dimaksudkan agar hutan dikelola secara optimal dengan tidak merubah fungsinya.
Sedangkan penilaian keabsahan kayu untuk memastikan kayu yang berasal dari
pemegang izin dan hutan hak diperoleh secara sah sesuai peraturan yang berlaku.
Lembaga penilai dan
verifikasi independen (LP dan VI) yang termasuk adala Badan Usaha Milik Swasta, Badan Usaha Milik Negara
dan masyarakat atau organisasi
masyarakat sipil. Lembaga ini bersifat independen dan memenuhi kualifikasi, persyaratan dan
kemampuan tertentu meliputi aspek management system, Sumber Daya Manusia (SDM) dan Standar
Operasi Prosedur (SOP). Kayu dinyatakan sah atau legal apabila kebenaran
asal kayu, ijin penebangan, sistem dan
prosedur penebangan, administrasi dan dokumentasi angkutan, pengolahan, dan perdagangan atau pemindahtanganan
dapat dibuktikan memenuhi semua persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Lembaga swadaya masyarakat atau masyarakat madani
di bidang kehutanan secara independen dapat memantau proses pembentukan LP dan VI dan hasil penilaian pemanfaatan
hutan produk lestari (PHPL) atau verifikasi legalitas kayu yang dilaksanakan oleh LP dan VI.
Mereka dapat mengajukan keberatan atas proses pembentukan hasil penilaian LP dan VI. Prosedur pengajuan
keberatan adalah :
-
Lembaga swadaya
masyarakat atau masyarakat madani mengajukan keberatan tertulis dengan disertai
data / informasi pendukung kepada LP dan VI.
-
Pengajuan keberatan diajukan
selambat-lambatnya dalam waktu 20 hari kerja setelah dilakukan penilaian kepada
LP dan VI untuk mendapat penyelesaian.
-
Apabila LP dan VI
tidak dapat menyelesaikan keberatan, mereka dapat mengajukan keberatan kepada Komisi
Akreditas Negara (KAN).
-
Komisi Akreditas
Negara (KAN) menyelesaikan keberatan sesuai prosedur penyelesain keberatan yang
berlaku di KAN.
-
Hasil
penyelesain keberatan oleh LP dan VI atau KAN berupa Corrective Action
Request (CAR) dan disampaikan kepada pemegang izin atau pemilik hutan rakyat
-
Apabila pemegang
izin atau pemilik hutan rakyat tidak mampu menyelesaikan CAR, maka LP dan VI
akan membekukan status Sertifikat PHPL atau Sertifikat LK sampai pemegang izin
atau pemilik hutan hak mampu memenuhi.
-
Apabila pemegang
izin atau pemilik hutan hak tidak mampu menyelesaikan CAR, maka status
Sertifikat PHPL atau Sertifikat LK dibekukan sampai berakhirnya masa berlakunya
Sertifikat PHPL atau Sertifikat LK.
Sistem verifikasi legalias kayu atau SVLK masih
cukup asing di kalangan para pihak baik bagi para pegiat LSM, aparat pemerintah
daerah, akademis, pengusaha dan masyarakat. SVLK telah mulai dibahas oleh
beberapa kalangan sejak tahun 2003. Namun bulan Juni 2009, SVLK telah menjadi
produk hukum yang dituangkan dalam peraturan menteri kehutanan dan dijabarkan
dalam peraturan Dirjen BPK. SVLK ditentukan untuk mendukung pemberantasan illegal
logging yang cukup marak dan mewujudkan tata kelola kehutanan yang baik (good
forest governance). Indonesia digolongkan sebagai negara yang praktik illegal
logging tertinggi di dunia. Oleh karena itu, negara-negara tersebut
mensyaratkan kayu Indonesia berasal dari hutan yang dikelola secara lestari dan
diperoleh secara sah (legal).
Tujuan
Adapun
tujuan penulisan makalah ini untuk mengetahui peranan sistem verifikasi
legalitas kayu terhadap pengelolaan
sumber daya hutan secara lestari.
ISI
Sistem verifikasi legalitas kayu terdiri dari
komponen standar, kelembagaan dan prosedur. Sistem verifikasi legalitas kayu
merupakan alat dan mekanisme untuk melakukan verifikasi atas keabsahan kayu
yang diperdagangkan atau dipindahtangankan berdasarkan pemenuhan peraturan
perundangundangan yang berlaku.
Verifikasi legalitas kayu
adalah kegiatan yang dilakukan oleh
pihak ketiga yang independen untuk mengevaluasi pemenuhan standar SVLK oleh
unit manajemen atau unit usaha kehutanan. Unit Manajemen adalah satuan pengaturan kelestarian hasil yang
dikelola oleh suatu badan hukum/perorangan/kelompok masyarakat yang berhak
melakukan pengelolaan hutan produksi. Unit
Usaha kehutanan adalah perusahaan yang berbadan hukum dan memiliki
perizinan yang sah dari instansi yang berwenang dan bergerak dalam bidang usaha
kehutanan.
Peranan SVLK
Kayu Indonesia yang beredar ke luar negeri dan
berstatus tidak sah (illegal) mencapai 60 % sampai 70 %. Akibatnya,
Indonesia mengalami kerugian trilyunan rupiah per tahun. Sementara perusakan
hutan masih terus belangsung hingga kini. Kita telah kehilangan hutan seluas
59,6 juta ha dan sepuluh tahun terahir, tingkat kerusakan hutan mencapai 1,6
juta per tahun. Tidak mengherankan jika negara-negara Uni Eropa tidak mau
menerima kayu Indonesia.
Pengertian Ekolabel berasal dari kata "eco" yang berarti
lingkungan, dan "label" yang berarti tanda atau sertifikat. Jadi,
ekolabel dapat diartikan sebagai kegiatan- kegiatan yang bertujuan guna
pemberian sertifikat yang mengandung kepedulian akan aspek-aspek yang berkaitan
dengan unsur lingkungan hidup. Kata "ekolabelling" pada saat ini
sudah sedemikian populer dan jauh berkembang, sehingga kemudian diasosiasikan
dengan berbagai kegiatan baik yang sifatnya fisik (lapangan) maupun non-fisik
(peraturan, tata cara, dan kelembagaan).
Perbedaan antara ecolabelling
dengan pengelolaan hutan lestari atau sustainable
forest management (SFM) adalah Ecolabelling
lebih terfokus kepada tahapan pemberian sertifikasi, sedangkan SFM lebih
menitik beratkan kepada pelaksanaan pengelolaan hutan secara berkelanjutan. SFM
dengan demikian dapat terkait baik langsung maupun tidak langsung yaitu Ecolabelling memberi sertifikasi bagi
produk hasil hutan yang telah dikelola secara lestari (baik hutan alam maupun
tanaman serta produk non kayu).
Indonesia dianggap tidak serius memerangi illegal
logging. Sebagai niat baik untuk memerangi illegal logging. Dengan
demikian pemerintah merancang satu sistem verifikasi legalitas kayu atau Timber
Legality Assurance Standard (TLAS), Sehingga memiliki alas hukum.
SVLK kemudian dituangkan dalam Peraturan Menteri Kehutanan No.
38/Menhut-II/2009 tentang standard dan pedoman penilaian kinerja pengelolaan
hutan produksi lestari dan verifikasi legalitas kayu pada pemegang izin atau
pada hutan hak (hutan rakyat). Peraturan menteri kehutanan tersebut kemudian
dijabarkan lagi dalam Peraturan Dirjen Bina Produksi Kehutanan Nomor :
P.6/VI-Set/ 2009 tentang standard dan pedoman penilaian kinerja pengelolaan
hutan produksi lestari dan verifikasi legalitas kayu. Upaya pemerintah tersebut
dilakukan untuk mewujudkan pengelolaan hutan lestari, membenahi penerapan tata
kelola kehutanan, pemberantasan penebangan liar (illegal logging)
dan tata kelola perdagangan kayu.
Kriteria dan indikator yang pertama kali diperkenalkan ITTO, untuk dapat
terlaksananya manajemen hutan lestari, maka terdapat lima pokok kriteria yang harus dipenuhi, yaitu :
- Forest Resource Base, yaitu terjaminnya sumber-sumber hutan yang dapat dikelola secara lestari.
- The Continuity of Flow of Forest Products, yaitu kontinuitas hasil hutan yang dapat dikumpulkan berdasarkan azas kelestarian.
- The level of Environmental Control, yakni mempertimbangkan kondisi lingkungan dan dampak yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan hutan lestari yang berwawasan lingkungan.
- Social and Economic Aspects, yaitu memperhitungkan pengaruh kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat yang tinggal di sekitar hutan. Dalam tingkat nasional, juga memperhitungkan peningkatan pendapatan penduduk dan negara dalam arti luas.
- Institutional Frameworks, yaitu penyempurnaan wadah kelembagaan yang dinamis dan mendukung pelaksanaan pengelolaan hutan lestari. Institutional frameworks juga mencakup pengembangan sumber daya manusia, serta kemajuan penelitian, ilmu dan teknologi yang kesemuanya turut mendukung terciptanya manajemen hutan lestari.
Kelima kriteria
yang diperkenalkan ITTO tersebut kemudian dijabarkan dalam bentuk ciri-ciri
atau indikator yang kesemuanya mengarah kepada terlaksana kriteria pertama (Forest Resource Base), maka indikator berikut ini merupakan tanda-tanda
yang diperlukan dalam pelaksanaan manajemen hutan yang lestari yakni :
1.
Tersedianya tata guna hutan yang komprehensif yang
secara penuh mempertimbangkan tujuan-tujuan pengelolaan hutan dan kehutanan.
2.
Tercukupinya luas hutan permanen, yaitu hutan tetap
yang dipertahankan fungsinya sebagai hutan. Luas hutan yang permanen akan
mendukung target dan sasaran pembangunan hutan dan kehutanan.
3.
Ditetapkannya target dan sasaran pembangunan hutan
tanaman, distribusi kelas umur, dan rencana tanaman tahunan.
Proses SVLK
Secara keseluruhan proses verifikasi ini dipisahkan
ke dalam 4 (empat) tahapan kegiatan sebagai berikut :
1. Prapenilaian
Lapangan
Prapenilaian Lapangan adalah serangkaian penilaian
secara administratif yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi proses
penilaian. Bila pada tahap ini unit manajemen atau unit usaha kehutanan belum
memenuhi persyaratan administratif maka penilai lapangan tidak dapat
melanjutkan proses verifikasi sampai terpenuhinya persyaratan administratif
tersebut.
2. Penilaian
Lapangan dan Masukan Masyarakat
Tahap penilaian lapangan dan masukan masyarakat
terdiri dari dua kegiatan yang berlangsung secara paralel.
2.1
Penilaian Lapangan
Tahapan penilaian lapangan adalah proses
pengumpulan dan analisis data atau informasi lapangan yang dilakukan oleh
penilai lapangan berdasarkan kriteria dan indikator legalitas kayu.
2.2
Masukan Masyarakat
Masukan masyarakat adalah bagian dari penilaian
lapangan yang bertujuan untuk mendapatkan data/informasi yang berkenaan dengan
pemenuhan legalitas unit manajemen atau unit usaha kehutanan yang sedang
dinilai. Lembaga verifikasi mengumumkan kesempatan tersebut secara terbuka
diantaranya media massa, atau media komunikasi lainnya. Masukan masyarakat
disampaikan kepada Lembaga verifikasi untuk digunakan sebagai bahan dalam
penyusunan laporan verifikasi.
3. Evaluasi dan
Pengambilan Keputusan
Evaluasi adalah penilaian hasil keseluruhan proses
berdasarkan kriteria dan indikator legalitas kayu melalui perbandingan kondisi
aktual dan standar yang ditetapkan untuk menghasilkan laporan pemenuhan
verifikasi beserta rekomendasi tindak lanjut. Pengambilan keputusan verifikasi
legalitas kayu dilakukan oleh komisi lisensi dan pengembangan standar. Keanggotaan
dan proses kerja komisi, serta tata cara perumusan rekomendasi untuk unit
manajemen atau unit usaha kehutanan.
4. Hasil Penilaian
Verifikasi legalitas kayu
Hasil penilaian verifikasi legalitas kayu
diklasifikasikan menjadi 2 (dua) kategori, yaitu memenuhi dan belum memenuhi. Penetapan
laporan Verifikasi adalah proses pengesahan oleh pimpinan lembaga verifikasi dan
menjadi ketetapan lembaga verifikasi untuk dikirimkan pada BP dan diputuskan di
KLPS.
5. Penilikan (Surveillance)
Untuk menjaga kredibilitas ketetapan verifikasi,
lembaga verifikasi menyelenggarakan kegiatan penilikan terhadap unit manajemen
atau unit usaha kehutanan yang telah memperoleh Lisensi setiap 1 (satu) tahun
sekali. Kegiatan penilikan dilakukan oleh suatu tim penilai lapangan yang diketuai
oleh personil setingkat penilai lapangan kepala. Penentuan anggota tim dan standar
pelaksanaan penilikan akan diatur oleh lembaga verifikasi yang mengacu pada pedoman
penilikan (Surveillance) yang ditetapkan. Laporan hasil penilikan oleh lembaga
verifikasi disampaikan kepada badan pusat (BP) untuk diumumkan secara terbuka sesuai
dengan sistem mutu lembaga verifikasi yang bersangkutan.
6. Pengajuan
Kembali Verifikasi bagi Unit Manajemen yang belum memenuhi.
Pengaturan pengajuan lisensi bagi unit manajemen
atau unit usaha kehutanan yang pernah dinyatakan belum memenuhi dalam proses
verifikasi adalah sebagai berikut :
a.
Bagi yang tidak
memenuhi persyaratan dalam proses penapisan, penilaian dilakukan dari tahapan
penapisan;
b.
Bagi yang tidak
memenuhi dalam tahapan evaluasi, proses penilaian tidak melalui proses
penapisan kembali, dengan syarat proses pengajuan verifikasi kedua tidak lebih
dari 6 bulan.
Tahapan permohonan
sertifikasi legalitas kayu dilaksanakan sebagai berikut :
Tantangan pengelolaan
program pada periode 2010/2011 akan sangat besar, mengingat persoalaan tata
kelola kebijakan kehutanan di Indonesia banyak kelemahan dalam penegakan hukum,
pengelolaan hutan lestari hingga berbagai persoalan birokrasi dan koordinasi
pusat – daerah dalam pemanfaatan dan distribusi manfaat dari sektor kehutanan.
Sementara itu pasar kayu legal di pasar dunia terus tumbuh dan mensyaratkan
pengelolaan hutan lestari dan legalitas kayu dapat dijamin, dan potensi
produksi hutan rakyat belum terkelola dengan baik. karenanya penerapan SVLK
menjadi penting.
Sisi pelaksanaan verifikasi terdapat kewajiban untuk melakukan
penelusuran atas bahan baku yang digunakan dengan ketentuan, sumber bahan baku
belum bersertifikasi PHPL, dilakukan penelusuran satu langkah kebelakang dapat
melalui surat atau verifikasi langsung ke pemasoknya. Jika ada kerjasama
produksi maka perlu ditelusuri bahwa supplier beroperasi secara sah
Selain itu sanksi atas pemenuhan ketentuan bagi pemegang S-LK diatur
lebih jelas yaitu
-
S-LK dibekukan apabila tidak bersedia dilakukan penilikan sesuai
tata waktu yang ditetapkan dan atau terdapat temuan ketidaksesuaian sebagai
hasil audit tiba-tiba.
-
S-LK dicabut apabila tetap tidak bersedia dilakukan penilikan
setelah 3 (tiga) bulan sejak penetapan pembekuan sertifikat, Secara hukum
terbukti membeli dan/atau menerima dan/atau menyimpan dan/atau mengolah
dan/atau menjual kayu illegal, Pemegang Izin kehilangan haknya untuk
menjalankan usahanya atau izin usaha dicabut.
PENUTUP
Sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) Indonesia memiliki karakter
standar spesifik dan unik yang tidak mudah dimengerti oleh masyarakat umum yang
tidak akrab dengan pengelolaan dan pemanfaatan hutan. Telah diakui bahwa para
pemangku kepentingan (instansi pemerintah, pelaku sektor swasta seperti
perusahaan-perusahaan kehutanan dan badan-badan verifikasi; dan masyarakat
sipil) yang terlibat dalam pelaksanaan SVLK harus memiliki keterampilan teknis
yang memadai, baik itu sumber daya manusia dan sumber lainnya untuk memenuhi
tanggung jawab mereka.
Untuk kondisi yang memungkinkan, SVLK dan standarnya harus diperkenalkan
dengan lingkup yang luas pada para pemangku kepentingan melalui proses
diseminasi. Jika sosialisasi tidak dipersiapkan dengan seksama, maka akan tidak
efektif, dan akan membuang-buang uang dan tidak dapat mencapai target.
Pelaksanaan SVLK akan melibatkan KAN (Komite Akreditasi Nasional) sebagai
lembaga terakreditasi, LP & VI (sertifikasi independen dan tubuh
verifikasi) sebagai lembaga bersertifikat, IM sebagai pemantau independen,
IUPHHK atau IUI sebagai unit manajemen, dan Departemen Kehutanan selaku
pemerintah dan pembuat sistem.
Pemantauan independen diharapkan mampu untuk memberikan jaminan kepada
semua pihak yang berkepentingan bahwa sistem tersebut bekerja seperti yang
direncanakan dan mampu menjaga kredibilitasnya. Lembaga sepeti itu belum
terbentuk karena badan pemantau independen harus lah menjadi lembaga yang
independen, non-politik, dan memiliki keterampilan yang diperlukan dalam
menjamin independensi dan obyektifitasnya. Dalam memonitor pelaksanaan SVLK
Indonesia, lembaga tersebut harus; (i ) memeriksa semua aspek dengan
menggunakan praktik audit terbaik; (ii) mengidentifikasi ketidaktaatan dan
kegagalan sistem, dan (iii) melaporkan hasil temuannya kepada pemerintah.
Organisasi masyarakat sipil di sektor kehutanan independen dapat memantau
verifikasi legalitas dan penerbitan sertifikat legalitas. Namun, pedoman /
protokol untuk memantau implementasi SVLK oleh organisasi-organisasi masyarakat
sipil belum dirumuskan.
keberadaan pemantau independen sangat dibutuhkan dalam sistem verifikasi.
Namun, sampai saat ini belum ada lembaga atau organisasi yang melaksanakan
pemantauan implementasi SVLK di lapangan. Pada kenyataannya, memang sudah ada
beberapa LSM di Pulau Jawa yang secara khusus memiliki peran dalam membantu
masyarakat untuk memperoleh sertifikasi hutan mereka. Namun, peran mereka (LSM
yang membantu masyarakat tersebut) akan sedikit berbeda dengan LSM yang
nantinya melaksanakan pemantauan implementasi SVLK. Oleh karena nya akan
penting untuk memisahkan peran LSM-LSM tersebut dan mendefinisikan peran dan
tanggung jawab masyarakat sipil / LSM dalam pemantauan implementasi SVLK,
termasuk pedoman, mekanisme dan prosedur. Konsultasi publik dan diskusi
kelompok perlu dilakukan dalam rangka mendefinisikan kriteria dan indikator
untuk lembaga atau organisasi yang memenuhi syarat sebagai pemantau independen
bagi pelaksanaan SVLK.
Selain itu, berbagai permintaan dari importir produk kayu yang mensyaratkan
adanya sertifikat Sustainable Forest Management (SFM) untuk setiap produk kayu
yang diimpor juga semakin meningkat. Hal-hal tersebut merupakan bukti semakin
meningkatnya permintaan pasar akan produk kayu yang legal dan lestari. Jaminan
legalitas produk kayu dibuktikan dengan adanya sistem yang dibangun dalam
pergerakan kayu mulai dari hutan sebagai sumber kayu, industri sebagai produsen
produk kayu, hingga ke pemasaran hasil olahannya. Atas tuntutan tersebut,
industri harus dapat memberikan jaminan kepada konsumen bahwa bahan baku kayu
yang digunakan berasal dari sumber yang legal. Sertifikasi merupakan salah satu
sarana untuk memberikan jaminan legalitas produk kayu sehingga produk tersebut
dapat diterima pasar internasional.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Lingkungan. 2011. Laporan Semesteran Oktober 2010 - Maret
2011. Multistakeholder Forestry Programme. Menteri Kehutanan Republik
Indonesia.
Dokumen Rencana Investasi Kehutanan. 2012. Rencana Investasi
Kehutanan Indonesia. Republik Indonesia.
Forestry. 2010. Arti
Penting Legalitas Kayu dan SLVK. http://info-svlk. blogspot.
com/2010/07/arti-penting-legalitas-kayu-dan-svlk.html.
[Diakses 25 Agustus 2012].
ITTO Project. 2010. Lembaga
Independen dan Pelaksanaan Standard Verifikasi Legalitas Kayu (SLVK).
Kementrian Kehutanan. Republik Indonesia.
Sarijanto, T. 2008. Sistem Pengelolaan Hutan Produksi Lestari Menuju
Era Ekolabel. Departemen Kehutanan. Jakarta.
Sudarsono, D. 2009. SVLK Menuju Pengelolaan Hutan Lestari dan
Legalitas Kayu. Yayasan Masyarakat Nusa Tenggara (SAMANTA).
Tim Kecil Pengembangan Kelembagaan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu.
2008. Pedoman Kelembagaan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu. Konsultasi Publik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar