H.O.R.A.S

Selamat Datang buat anda yang mengunjungi blog ini, Segala informasi dalam blog ini merupakan bantuan dari buku-buku, majalah, dan lain-lain
Semoga blog ini bermanfaat bagi anda ^^.


Rabu, 05 September 2012

PENGUKURAN SUHU HIDRASI


PENGUKURAN SUHU HIDRASI PADA SERBUK KAYU KEMPAS ( Compassia Sp) TANPA PERLAKUAN DALAM PEMBUATAN PAPAN SEMEN

PENDAHULUAN
Latar Belakang
          Kayu adalah suatu bahan konstruksi yang didapatkan dari tumbuhan dalam alam. Sifat-sifat kasar kayu juga dikenal dengan istilah sifat-sifat fisis kayu. Sifat-sifat ini apabila terdapat tidak konstan pada suatu jenis tertentu, maka nilainya sekunder di dalam pengenalan kayu. Tetapi sebaliknya apabila sifat-sifat fisis tersebut terdapat secara konstan pada sembarangan tempat, maka nilainya menjadi penting sehingga berguna dalam pengenalan kayu ( Jones, 1975).
Pohon adalah tumbuh-tumbuhan yang menghasilkan kayu. Karena ini untuk mengetahui asal botanis dari kayu,perlu diketahui ciri-ciri dari tumbuhan berkayu dan klasifikasinya. Dalam dunia perdagangan dikenal adanya dua golongan kayu, yaitu :
1. Soft wood,yang berasal dari Coniferales gymnospermae
2. Hard wood,yang berasal dari Dicotiledonae angiospermae
Ada beberapa jenis kayu yang agak sulit untuk membedakan kedua bagian tersebut, karena mereka memiliki warna yang hampir sama
( Pandit dan Ramdan, 2002).
Untuk menggunakan kayu sebagai bahan, baik untuk perabot maupun untuk bangunan,harus banyak diperhitungkan faktor penyusutan. Penyusutan kayu sebagai proses fisis,ditentukan oleh banyaknya air yang dikandung oleh kayu. Banyaknya air yang dikandung oleh kayu ini disebut kadar air kayu. Kayu akan melepas atau mengisap air di udara disekelilingnya. Kadar air kayu pada titik kesetimbangan tersebut dinamakan kadar air kesetimbangan. Besarnya dinyatakan dalam % terhadap berat kayu kering tanur (Frick, 1983).
Kayu adalah bahan yang terdiri dari sel-sel. Struktur yang terdiri atas sel tersebut memberikan kayu banyak sifat-sifat dan ciri-ciri yang unik. Kerapatan adalah perbandingan antara massa atau berat benda terhadap volumenya. Kerapatan kayu berhubungan langsung dengan porositasnya, yaitu proporsi volume rongga kosong. Sekeping kayu segar dari cemara dengan kerapatan 23,4 pon bahan kayu kering/kaki kubik berisi kira-kira 25 % bahan dinding sel dan 75% rongga (terutama rongga sel) menurut volumenya. Sebaliknya, white oak dengan kerapatan 46,8 pon kering/kaki kubik mempunyai volume rongga kira-kira 50%. Apabila membicarakan kayu, sangat membantu untuk membayangkan volume rongga yang ada hubungannya dengan itu (Haygreen dan Bowyer, 1989).
Pemanfaatan kayu yang dipergunakan untuk mencukupi berbagai kebutuhan, mulai dari kayu bakar sampai bahan bangunan makin meningkat. Hal ini disebabkan karena kayu merupakan sumberdaya alam yang mudah diperoleh,bersifat terbarukan (renewable), mudah dalam pengolahannya serta memiliki penampilan yang dekoratif. Disamping sifat-sifat yang menguntungkan kayu juga memiliki kelemahan, yaitu sangat mudah diserang atau dirusak oleh faktor biologis seperti jamur, bakteri, serangga dan cacing laut sehingga dapat menurunkan kekuatan dan masa pakai kayu. Kondisi tersebut mengakibatkan adanya kecenderungan untuk menggunakan kayu-kayu yang memiliki keawetan alami tinggi (kelas awet I dan II). Akan tetapi jenis kayu yang memiliki kelas awet I dan II sangat sedikit yaitu hanya 15% dari 4000 jenis kayu yang ada di Indonesia, maka ketergantungan pada jenis-jenis kayu ini harus dihilangkan (Martawijaya, 1983).

Tujuan
1. Mendeterminasi waktu dan suhu hidrasi
2. Membuat grafik suhu hidrasi berdasrkan periode waktu 24 jam
3. Menganalisis kesesuaian kayu sebagai bahan baku papan semen
4. Menganalisis pengaruh perlakuan pendahuluan terhadap suhu hidrasi



TINJAUAN PUSTAKA
          Kayu sebagian besar tersusun atas tiga unsur yaitu unsur C, H dan O. Unsur-unsur tersebut berasal dari udara berupa CO2 dan dari tanah berupa H2O. Namun, dalam kayu juga terdapat unsur-unsur lain seperti N, P, K, Ca, Mg, Si, Al
dan Na. Unsur-unsur tersebut tergabung dalam sejumlah senyawa organik, secara
umum dapat dibedakan menjadi dua bagian (Fengel danWegener 1995) yaitu:
1. Komponen lapisan luar yang terdiri atas fraksi-fraksi yang dihasilkan oleh kayu selama pertumbuhannya. Komponen ini sering disebut dengan zat ekstraktif. Zat ekstraktif ini adalah senyawaan lemak, lilin, resin dan lain-lain.
2. Komponen lapisan dalam terbagi menjadi dua fraksi yaitu fraksi karbohidrat yang terdiri atas selulosa dan hemiselulosa, fraksi non karbohidrat yang terdiri dari lignin
(Tsoumis, 1976).
          Pengeringan kayu adalah proses untuk mengeluarkan air yang terdapat didalam kayu. Untuk memperoleh kayu dengan kualitas baik, pengeringan kayu mutlak diperlukan. Pengeringan kayu bertujuan untuk :
1. Memperkecil kandungan air didalam kayu.
2. Mencegah serangan terhadap kayu oleh jamur dan serangga.
3. Meningkatkan kekuatan kayu.
4. Mempermudah pengerjaan.
(Budianto, 1996).                             
          Papan semen menyerupai papan partikel yaitu hasil pengempaan campuran potongan kayu kecil dengan perekat. Perekat yang dipakai dalam papan semen adalah semen, sedangkan dalam papan partikel adalah perekat organik seperti urea formaldehida. Tidak semua jenis kayu sesuai untuk papan semen dan dikenal ada tiga macam mutu yaitu baik, sedang dan jelek. Pengujiannya dilakukan berdasarkan uji hidratasi, yaitu mengukur suhu maksimum yang terjadi pada saat reaksi antara semen kayu dan air. Bila suhu maksimum lebih dari 41°C termasuk baik, 36°C–41°C termasuk sedang dan kurang dari 36°C termasuk jelek,  ( Kamil, 1970).
          Komposit serat adalah komposit yang terdiri dari fiber didalam matriks. Secara alami serat yang panjang mempunyai kekuatan yang lebih dibanding serat yang berbentuk curah (bulk). Serat panjang mempunyai struktur yang lebih sempurna karena struktur kristal tersusun sepanjang sumbu serat dan cacat internal pada serat lebih sedikit dari pada material dalam bentuk curah. Bahan pangikat atau penyatu serat dalam material komposit disebut matriks   ( Jamasri, 2002).
          Reaksi antara serat sisal denagn semen diuji dengan pengukuran temperatur hidrasi. Air yang dicampurkan dengan semen menimbulkan reaksi eksotermik (panas) dan menyebabkan pengerasn pada adukan semen. Karekteristik temperatur hidrasi dari semen yang ditambahkan dengan suatu material, akan berubah. Karena itu kesesuaian suatu material  dengan semen dapat dilihat dari kemiripan karakteristik temperatur hidrasi semen yang sudah ditambahkan suatu material, dengan karakteristik temperatur hidrasi semen ( Hermawan et al, 2000).
          Pengukuran temperatur hidrasi dilakukan berdasarkan metode pengukuran yang terdahulu. Untuk mengatasi kesesuaian suatu sampel dengan semen, diperlukan pengukuran temperatur hidrasi maksimum dan waktu yang diperlukan untuk mencapai temperatur hidrasi maksimum tersebut. Pengukuran temperatur hidrasi dilakukan selama 24 jam (Hacmi et al, 1990).
          Papan semen adalah papan tiruan yang menggunakan semen sebagai perekatnya sedangkan bahan bakunya dapat berupa partikel kayu atau partikel bahan berlignoselulosa lainnya. Seperti halnya dengan papan partikel maka bentuk partikel untuk papan semen antara lain dapat berupa selumbar (flake), serutan (shaving), untai (strand), suban (splinter) atau wol kayu (excelsior). Papan semen mempunyai sifat yang lebih baik dibanding papan partikel yaitu lebih tahan terhadap jamur, tahan air dan tahan api . Papan semen juga lebih tahan terhadap serangan rayap tanah dibanding bahan baku kayunya .Dengan demikian papan semen merupakan salah satu bahan bangunan yang tahan lama dalam penggunaannya sehingga biaya pemeliharaan rumah yang terbuat dari papan semen akan lebih murah (Maloney, 1977).


METODOLOGI PRAKTIKUM
Tempat dan Waktu
          Praktikum ini berjudul Pengukuran Suhu Hidrasi Serbuk Kayu Kemiri (Aleurites moluccana) dalam Pembuatan Papan Semen. Praktikum ini  dilakukan di 2 tempat yaitu :
a.     Laboratorium Teknologi Hasil Hutan pada tanggal 11-18 februari
b.     Rumah Abdul Hakim Pranata pada tanggal 12-13 Februari

Alat dan Bahan
          Adapun alat yang digunakan adalah sebagai berikut :
-         tabung reaksi
-         termometer
-         gelas air mineral
-         timbangan
-         termos
Adapun bahan yang digunakan adalah sebagai berikut :
-         serbuk kayu kemiri (Aleurites moluccana)
-         minyak goring
-         air mineral

Prosedur Kerja
1. Dibagi tiap kelas menjadi 6 kelompok 1, 2, 3, 4, 5, 6. Tiap 2 kelompok menyiapkan bahan serbuk kayu yang sama. Pasangannya 1 dan 4, 2 dan 5, 3 dan 6
2. Disiapkan oleh 2 kelompok serbuk kayu sebanyak 200 g (dari jenis kayu yang sama), jadi tiap kelompok mendapat 100 g serbuk kayu
3. Dilakukan tanpa perlakuan pendahuluan untuk kelompok ganjil (1, 3, 5)
4. Dilakukan dengan [erlakuan pendahuluan untuk kelompok genap (2, 4 , 6) yaitu merendam serbuk kayu dalam air selama 24 jam. Setelah itu dikeringanginkan.
5. Dikeringkan serbuk kayu dalam oven pada suhu 800C selama 24 jam
6. Ditentukan kadar air serbuk kayu dengan cara :
          a.   Timbang serbuk kayu sebanyak + 5g (BA)
          b.   Keringkan dalam oven pada suhu 103 + 20C selama 24 jam
c. Timbang serbuk kayu tersebut. Penimbangan dan pengeringan  dilakukan sampai beratnya konstan (BKO)
d.    KA serbuk kayu (%) = BA – BKO  x 100%
                                               BKO
7. Diukur suhu hidrasinya dengan cara :
          a.   Timbang bahan baku serbuk kayu 20 g, semen 200 g dan air 100 g
b.  Masukkan semen, air dan serbuk kayu tersebut ke dalam gelas dan           aduk hingga rata
c.   Ke dalam adukan tersebut dimasukkan tabung reaksi yang sudah diisi  minyak goreng
d.   Gelas berisi adonan dan tabung reaksi dimasukkan ke dalam termos
e. Termometer dimasukkan melalui tutup termos, hingga ujung termometer tercelup ke dalam minyak goreng
f.    Termos ditutup sampai benar-benar rapat
g.  Catat jam dan suhu hidrasinya. Pencatatn jam dan suhu hidrasi  dilakukan setiap satu jam selama 24 jam, seperti contoh pada tabel 1  berikut
Tabel 1. Contoh pengukuran jam dan suhu hidrasi
Jam
Suhu hidrasi (0C)
Keterangan
06.00
28
Awal pengukuran
07.00
29
...
Dst
...
...

h.     Dokumentasikan gambar setiap tahapan kegiatan untuk dilampirkan   pada laporan
i.       Laporan dibuat satu buah untuk setiap kelompok sesuai dengan format laporan



HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Serbuk untuk Kadar Air
BA = 5 gr
BKO1 = 4 gr , BKO2 = 4 gr
KA = BA – BKO  x 100%
  BKO
       = 5 – 4 x 100%
             4
       = 25%

Tabel hasil pengukuran suhu hidrasi
Tabel 2. Pengukuran Jam dan Suhu Hidrasi
Jam ke
Pukul
Suhu Hidrasi (0C)
0
20.00
35
1
21.00
35
2
22.00
34
3
23.00
33
4
24.00
33
5
01.00
32
6
02.00
32,5
7
03.00
32
8
04.00
31
9
05.00
31
10
06.00
30,5
11
07.00
30,5
12
08.00
30
13
09.00
31
14
10.00
31
15
11.00
32
16
12.00
34
17
13.00
36
18
14.00
37
19
15.00
36,5
20
16.00
36
21
17.00
36
22
18.00
36
23
19.00
35
24
20.00
35


                          
Pembahasan
          Dari hasil pengamatan serbuk kayu kemiri (Aleurites moluccana) yang  berat awalnya 5 gram.  Pada pengukuran ke I didapatkan BKO ke 1 dengan berat 4 gr. Pada pengukuran ke II juga didapatkan berat yang sama yaitu 4 gr. Hal ini karena berat serbuknya sudah mulai konstan . Itu berarti air yang terkandung di serbuk kayu itu sudah mulai keluar sehingga beratnay tetap setelah di timbang.
          Dari nilai KA air yang diperoleh sebesar 25% menunjukkan bahwa KA sebanyak 25% sudah memasuki tahap Kadar Air Kering Udara (KAKU). Kadar air ini didaptakan karena membandingkan berat awal dikurangi BKO dibagi dengan BKO sehingga didaptakan nilai KA = 25%.
          Pada Tabel 2, pengukuran suhu hidrasi menunjukkan nilai tertinggi yaitu yang suhunya paling tinggi adalah 370C. Berarti standar suhu hidrasinya adalah suhu maksimum 370C. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hacmi et al (1990) yang menyatakan untuk mengatasi kesesuaian suatu sampel dengan semen, diperlukan pengukuran temperatur hidrasi maksimum dan waktu yang diperlukan untuk mencapai temperatur hidrasi maksimum tersebut.   Suhu yang paling tinggi ini diukur ketika waktu sudah memasuki jam 14.00 siang. Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh suhu panas pada siang hari yang mempengaruhi panasnya minyak yang ada di dalam gelas mineral.
          Jika dilihat pada tabel 2 suhu hidrasi yang terjadi pada waktu malam suhunya makin turun mulai dari pukul 20.00 – 08.00. Kemudian kembali terjadi kenaikan suhu pada pukul 08.00 – 14.00. Kemudian kembali suhunya turun pada sore hari mulai dari pukul 14.00 – 20.00. Semua hal ini terjadi karena suhu panas di dalam minyak berubah-ubah, jadi tidak selamanya minyak itu bereaksi terus. Pasti dalam pengukurannya dipengaruhi oleh suhu luar.
          Menurut Hermawan et al (1990), reaksi antara serat sisal denagn semen diuji dengan pengukuran temperatur hidrasi. Air yang dicampurkan dengan semen menimbulkan reaksi eksotermik (panas) dan menyebabkan pengerasn pada adukan semen. Karekteristik temperatur hidrasi dari semen yang ditambahkan dengan suatu material, akan berubah. Karena itu kesesuaian suatu material  dengan semen dapat dilihat dari kemiripan karakteristik temperatur hidrasi semen yang sudah ditambahkan suatu material, dengan karakteristik temperatur hidrasi semen           
          Menurut Maloney (1997), papan semen adalah papan tiruan yang menggunakan semen sebagai perekatnya sedangkan bahan bakunya dapat berupa partikel kayu atau partikel bahan berlignoselulosa lainnya. Seperti halnya dengan papan partikel maka bentuk partikel untuk papan semen antara lain dapat berupa selumbar (flake), serutan (shaving), untai (strand), suban (splinter) atau wol kayu (excelsior). Papan semen mempunyai sifat yang lebih baik dibanding papan partikel yaitu lebih tahan terhadap jamur, tahan air dan tahan api .


KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Waktu dan suhu hidrasi mempunyai pengaruh yang saling berhubungan
2. Grafik suhu hidrasi yang didapatkan mempunyai suhu yang tetap, naik dan turun
3. Dengan suhu hidrasi maksimum 370C berarti bahan baku serbuk kayu kemiri (Aleurites moluccana) bisa digunakan untuk papan semen
4. Untuk melakukan pengukuran suhu hidrsi serbuk harus terlebih dahulau dikeringkan di dalamn oven
5. Suhu hidrasi yang berubah-ubah dipengaruhi oleh suhu lingkungan atau suhu luar

Saran
          Perlu adanya ketelitian dalam pengukuran ini, karena ketelitian mempengaruhi hasil data yang dibuat. Dalam membuat data hendaknya sesuai prosedur agar didapatkan hasil yang akurat sesuai dengan yang diharapkan
    

DAFTAR PUSTAKA
Coto, Z. 2004. Tingkat Stabilisasi Dimensi Delapan Jenis Kayu Indonesia. Ilmu Teknologi Kayu Lapis. Vol. 2 No. 1. IPB Press. Bogor.

Damanik, R. 2005. Kekuatan Kayu. Universitas Sumatera Utara Press. Medan.

Endratma, M. 2008. Pengaruh Perubahan Kecepatan Aliran Udara Pengering Terhadap Kualitas Kayu Suren, Sengon, Dan Mahoni. Universitas Muhammadiyah Surakarta Press. Surakarta.

Maloney, Deddy, Nurjanah, dan Nunuy. 2007. Pemanfaatan Batu Berangkal Kapur Limbah Industri Sebagai Agregat Untuk Beton Non-Pasir. P4TK BMTI, Bandung.

Moelemi dan Pfister. 1987. The Effect of triethanolamine and limestone powder on strenght development and formation of hardened portland cement structure. Hanoi University of Civil Engineering.

Sulastiningsih dan Paribotro. 2007. Papan Semen. Prosiding PPIS. Jakarta.

Tsivilis,S. 2003. The Permeability of Portland Limestone Cement Concrete, School of Chemical Engineering National Technical Univercity of Athens. Grece. USA.

Trisnusatriadi, G. T., a.b: Jasjfi. 2009. Industri Proses Kimia Erlangga. Jakarta.  hal 173-188.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar