TEKNIK KONSERVASI HARIMAU SUMATERA
(Panthera
tigris sumatrae) DI TAMAN SAFARI BOGOR
Latar Belakang
Dalam
mengelola hutan, kepentingan ekonomi kelihatannya masih lebih dominan daripada
memikirkan kepentingan kelestarian ekologi. Akibatnya agenda yang berdimensi
jangka panjang yaitu kelestarian ekologi menjadi terabaikan. Proses ini
berjalan linear dengan akselerasi perekonomian global dan pasar bebas. Pasar
bebas pada umumnya mendorong setiap negara mencari komposisi sumberdaya yang
paling optimal dan suatu spesialisasi produk ekspor. Negara yang kapabilitas
teknologinya rendah seperti Indonesia cenderung akan membasiskan industrinya
pada bidang yang padat yaitu sumber daya alam. Hal ini ditambah dengan adanya
pemahaman bahwa mengexploitasi sumber daya alam termasuk hutan adalah cara yang
paling mudah dan murah untuk mendapatkan devisa ekspor.
Industrialisasi
di Indonesia yang belum mencapai taraf kematangan juga telah membuat tidak
mungkin ditinggalkannya industri padat seperti itu. Kemudian beban hutang luar
negeri yang berat juga telah ikut membuat Indonesia terpaksa mengeksploitasi
sumber daya alamnya dengan berlebihan untuk dapat membayar hutang negara.
Inilah yang membuat ekspor non-migas Indonesia masih didominasi dan bertumpu
pada produk-produk yang padat seperti hasil-hasil sumber daya alam. Ekspor
kayu, bahan tambang dan eksplorasi hasil hutan lainnya terjadi dalam kerangka
seperti ini. Ironisnya kegiatan-kegiatan ini sering dilakukan dengan cara yang
exploitative dan disertai oleh aktivitas-aktivitas illegal yang dilakukan oleh
perusahaan-perusahaan besar atau kecil bahkan masyarakat yang akhirnya
memperparah dan mempercepat terjadinya kerusakan hutan.
Kerusakan
hutan yang sudah sedemikian parah, selain berimbas pada rusaknya lingkungan
secara global, juga menimbulkan masalah baru. Kemiskinan, bencana alam,
kekeringan dan banjir sepertinya sudah menjadi agenda rutin bagi masyarakat
Indonesia. Menyempitnya lahan hutan menimbulkan masalah baru, yaitu tergerusnya
ekosistem satwa-satwa di habitatnya. Akibatnya konflik antara satwa dengan
manusia tidak terelakan lagi. Menyempitnya habitat satwa, mengakibatkan jumlah
satwa terus menerus menurun, belum lagi ditambah oleh perburuan liar
meengakibatkan jumlah satwa semakin sedikit saja.
Hal itu
pula yang terjadi pada harimau Sumatra, Setelah 2 spesies yang pernah hidup di
Indonesia yaitu Harimau Jawa dan Bali punah, keberadaannya semakin
mengkhawatirkan. Jumlahnya sekarang ditengarai tidak lebih dari 300 ekor
saja. Banyaknya perburuan terhadap satwa yang merupakan mangsa Harimau
juga semakin mengancam keberadaan populasi harimau Sumatera. Dari waktu ke
waktu habitat harimau Sumatera mengalami penyusutan dan penurunan kualitas.
Kondisi ini telah menyebabkan Harimau Sumatera yang populasinya terancam punah
dan statusnya dilindungi undang-undang menjadi terdesak lalu masuk ke pemukiman
dan menimbulkan konflik yang menyebabkan korban jiwa, luka-luka, dan kerugian
harta benda. Selain itu populasi harimau yang terpencar di berbagai kawasan hutan
yang terfragmentasi sebagian besar dari populasinya berada di bawah populasi
normal (Viable Population) yang kondisinya sulit untuk melangsungkan
keturunannya dalam waktu panjang.
![]() |
Gambar 1. Keterangan Lembaga Konservasi Di Sumatera |
Upaya penanganan konflik antara manusia dengan harimau selama ini
masih terbatas pada kegiatan menangkap harimau penyebab konflik dan
memindahkannya ke Kebun Binatang atau Lembaga Konservasi Eksitu lainnya.
Apabila upaya penanganan konflik seperti ini terus dilakukan maka akan terjadi
kepunahan harimau sumatera secara lokal di alam dan selanjutnya akan terjadi
kepunahan secara menyeluruh di habitat aslinya, yaitu di Pulau Sumatera. Pelepasliaran
Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) ke Taman Nasional Bukit
Barisan Selatan (TNNBS) di Kabupaten Lampung Barat, Provinsi Lampung merupakan
upaya penyelamatan satwa langka Indonesia.
Gambaran Umum Kondisi Taman Safari
Bogor
Taman Safari
Indonesia I (TSI I) atau biasa disebut Taman Safari Indonesia Cisarua adalah
sebuah tempat rekreasi keluarga yang berwawasan lingkungan dan berorientasi
pada habitat satwa di alam bebas. Obyek wisata Taman Safari Indonesia Cisarua
adalah merupakan perpaduan antara kebun binatang modern dan wisata alam. Taman
Safari Indonesia I (TSI I) terletak di Desa Cibeureum, Kecamatan Cisarua,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Indonesia. Taman
Safari Indonesia Cisarua berdiri pada tahun 1980 dengan menempati areal seluas
138,5 Ha dan resmi dibuka untuk umum pada tahun 1986. Taman ini didirikan
diatas sebuah perkebunan teh yang sudah tidak produktif lagi, terletak pada
ketinggian 900 m sampai 1.800 m diatas permukaan laut, suhu rata-rata 16 °C –
24 °C dan sekaligus menjadi penyangga Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
Oleh
Bapak Soesilo Soedarman, sebagai Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi
pada masa itu, ditetapkanlah Taman Safari Indonesia di Cisarua sebagai Obyek
Wisata Nasional. Pada tanggal 16 Maret
1990, oleh Bapak Ir. Hasyrul Harahap, sebagai Menteri Kehutanan pada masa itu,
diresmikanlah Taman Safari Indonesia di Cisarua menjadi Lembaga Konservasi Ex-situ
dan Pusat Penangkaran Satwa Langka di Indonesia. Taman Safari Indonesia Cisarua selain sebagai
lokasi rekreasi, Taman Safari juga mempunyai beberapa fungsi, yaitu ikut aktif
didalam membantu usaha perlindungan dan pelestarian populasi jenis satwa yang
terancam punah karena kehilangan habitat. Selain itu berfungsi juga untuk
meningkatkan ilmu pengetahuan dengan melakukan berbagai penelitian untuk
mendukung pelestarian satwa, serta melakukan kampanye, pendidikan dan penyuluhan
mengenai konservasi.
Taman
Safari memiliki koleksi satwa lebih dari 2.500 ekor, yang terdiri dari 250
species dan sebagian besar merupakan satwa langka. Beberapa macam satwa langka antara lain :
Harimau Sumatera ( panthera tigris sumatrae ), Gajah Sumatera ( elephas maximus
sumatrae ), Curik Bali ( leucopsar rotsildi ), Anoa (bubalus depressicornis) dan berbagai jenis
reptil. Taman Safari Indonesia Cisarua memiliki koleksi satwa lokal maupun
satwa dari luarnegeri. Satwa lokal, antara lain seperti : Komodo, Bison,
Beruang Hitam Madu, Harimau Putih, Gajah, Anoa dan lain-lainnya.
Deskripsi tentang Harimau Sumatera (Panthera Tigris Sumatrae)
Harimau Sumatra adalah subspesies
harimau terkecil. Harimau Sumatra mempunyai warna paling gelap diantara semua
subspesies harimau lainnya, pola hitamnya berukuran lebar dan jaraknya rapat
kadang kala dempet. Harimau Sumatra jantan memiliki panjang rata-rata 92 inci
dari kepala ke buntut atau sekitar 250cm panjang dari kepala hingga kaki dengan
berat 300 pound atau sekitar 140kg, sedangkan tinggi dari jantan dewasa dapat
mencapai 60cm. Betinanya rata-rata memiliki panjang 78 inci atau sekitar 198cm
dan berat 200 pound atau sekitar 91kg.
![]() |
Gambar 2. Harimau Sumatera |
Harimau sumatera jantan memiliki rata-rata panjang
dari kepala hingga ekor 240 cm dan berat 120 kg. Sedangkan betina memiliki
ratarata panjang dari kepala hingga ekor 220 cm dan berat 90 kg. Sejak tahun
1996 harimau sumatera dikategorikan sebagai sangat terancam kepunahan (critically
endangered) oleh IUCN (Cat Specialist Group 2002). Pada tahun 1992, populasi
harimau sumatera diperkirakan hanya tersisa 400 ekor di lima taman nasional
(Gunung Leuser, Kerinci Seblat, Way Kambas, Berbak dan Bukit Barisan Selatan)
dan dua suaka margasatwa (Kerumutan dan Rimbang), sementara sekitar 100 ekor
lainnya berada di luar ketujuh kawasan konservasi tersebut (PHPA 1994).
Belang Harimau Sumatra lebih tipis daripada
subspesies harimau lain. Warna kulit Harimau Sumatra merupakan yang paling gelap
dari seluruh harimau, mulai dari kuning kemerah-merahan hingga oranye tua.
Subspesies ini juga punya lebih banyak janggut serta surai dibandingkan
subspesies lain, terutama harimau jantan. Ukurannya yang kecil memudahkannya
menjelajahi rimba. Terdapat selaput di sela-sela jarinya yang menjadikan mereka
mampu berenang cepat. Harimau ini diketahui menyudutkan mangsanya ke air,
terutama bila binatang buruan tersebut lambat berenang. Bulunya berubah warna
menjadi hijau gelap ketika melahirkan.
Harimau Sumatra hanya ditemukan di pulau Sumatra.
Kucing besar ini mampu hidup di manapun, dari hutan dataran rendah sampai hutan
pegunungan, dan tinggal di banyak tempat yang tak terlindungi. Hanya sekitar
400 ekor tinggal di cagar alam dan taman nasional, dan sisanya tersebar di
daerah-daerah lain yang ditebang untuk pertanian, juga terdapat lebih kurang
250 ekor lagi yang dipelihara di kebun binatang di seluruh dunia. Harimau
Sumatra mengalami ancaman akan kehilangan habitat karena daerah sebarannya
seperti blok-blok hutan dataran rendah, lahan gambut dan hutan hujan pegunungan
terancam pembukaan hutan untuk lahan pertanian dan perkebunan komersial, juga
perambahan oleh aktivitas pembalakan dan pembangunan jalan. Karena habitat yang
semakin sempit dan berkurang, maka harimau terpaksa memasuki wilayah yang lebih
dekat dengan manusia, dimana seringkali mereka dibunuh dan ditangkap karena
tersesat memasuki daerah pedesaan atau akibat perjumpaan yang tanpa sengaja
dengan manusia.
Makanan Harimau Sumatra tergantung tempat tinggalnya
dan seberapa berlimpah mangsanya. Sebagai predator utama dalam rantai makanan,
harimau mepertahankan populasi mangsa liar yang ada dibawah pengendaliannya,
sehingga keseimbangan antara mangsa dan vegetasi
yang mereka makan dapat terjaga. Mereka memiliki indera pendengaran dan
penglihatan yang sangat tajam, yang membuatnya menjadi pemburu yang sangat
efisien. Harimau Sumatra merupakan hewan soliter, dan mereka berburu di malam
hari, mengintai mangsanya dengan sabar sebelum menyerang dari belakang atau
samping. Mereka memakan apapun yang dapat ditangkap, umumnya celeng
dan rusa,
dan kadang-kadang unggas
atau ikan.
Harimau Sumatra dapat berbiak kapan saja. Masa
kehamilan adalah sekitar 103 hari. Biasanya harimau betina melahirkan 2 atau 3
ekor anak harimau sekaligus, dan paling banyak 6 ekor. Mata anak harimau baru
terbuka pada hari kesepuluh, meskipun anak harimau di kebun binatang ada yang
tercatat lahir dengan mata terbuka. Anak harimau hanya minum air susu induknya
selama 8 minggu pertama. Sehabis itu mereka dapat mencoba makanan padat, namun
mereka masih menyusu selama 5 atau 6 bulan. Anak harimau pertama kali
meninggalkan sarang pada umur 2 minggu, dan belajar berburu pada umur 6 bulan.
Mereka dapat berburu sendirian pada umur 18 bulan, dan pada umur 2 tahun anak
harimau dapat berdiri sendiri. Harimau Sumatra dapat hidup selama 15 tahun di
alam liar, dan 20 tahun dalam kurungan.
Ancaman terhadap
kelestarian Harimau Sumatera
a.
Deforestasi dan degradasi
Deforestasi dan degradasi hutan di Pulau
Sumatera merupakan salah satu ancaman yang signifikan terhadap kelestarian
keanekaragaman hayati di pulau ini, terutama terhadap jenis-jenis mamalia besar
yang memiliki daerah jelajah yang luas seperti harimau. Hilangnya hutan yang cukup
luas dan cepat pada dasawarsa terakhir menyebabkan luas habitat harimau
sumatera berkurang dan terpecah menjadi bagian-bagian kecil yang terpisah satu dengan yang lain. Holmes (2003) memperkirakan hampir 6.700.000 hektar tutupan hutan
telah menghilang dari pulau ini antara 1985-1997 Departemen
Kehutanan memperkirakan deforestasi di Pulau
Sumatera mencapai 1.345.500 ha, dengan rata-rata
per tahun sebesar 269.100 ha.
Ancaman terbesar terhadap kelestarian harimau
sumatera adalah aktivitas manusia, terutama konversi kawasan hutan untuk tujuan
pembangunan seperti perkebunan, pertambangan, perluasan pemukiman, transmigrasi
dan pembangunan infrastruktur lainnya. Selain mengakibatkan fragmentasi
habitat, berbagai aktivitas tersebut juga sering memicu konflik antara manusia
dan harimau, sehingga menyebabkan korban di kedua belah pihak, bahkan sering
berakhir dengan tersingkirnya harimau dari habitatnya.
b.
Perburuan dan Perdagangan
Ancaman lain yang membahayakan kelangsungan
hidup dan keberadaan harimau sumatera adalah perburuan ilegal. Perburuan ilegal
ini terjadi mulai awal dasawarsa 1990. Ancaman ini tidak hanya berasal dari
perburuan langsung terhadap harimau, tetapi juga karena perburuan terhadap
mangsanya. Hasil dari kegiatan ilegal ini merupakan sumber potensial untuk mensuplai
produk asli harimau yang beredar di pasar gelap, terutama kulit dan tulang. Harimau
dan produknya diperjualbelikan untuk berbagai macam alasan, termasuk untuk
penggunaan obat-obatan tradisional Asia dan bahan supranatural. Selain itu,
harimau juga diperjualbelikan sebagai hewan peliharaan dan simbol status
(TRAFFIC SEA, 2007). Antara tahun 1970 – 1993 tercatat sebanyak 3.994 kg tulang
harimau sumatera di ekspor secara ilegal ke Korea Selatan dari Indonesia (Mills
& Jackson 1994).
Harga tulang harimau di pasar internasional
cenderung naik dari waktu ke waktu. Sementara itu hukum pasar
pun berlaku, di mana harga tulang akan
meningkat dengan semakin langkanya
ketersediaan di pasaran dan sebaliknya Dalam catatan sejarah,
kulit adalah bagian yang paling berharga dibandingkan dengan bagian tubuh yang
lain. Harga selembar kulit harimau sumatera dewasa dalam bentuk lembaran utuh pada
tahun 1930- an berkisar antara 150-350 gulden (Treep 1973)
Teknik Konservasi Harimau Sumatera (Panthera tigris Sumatrae)
Harimau loreng (Panthera tigris) merupakan satwa yang sudah tergolong langka. Dalam Red Data
Book, harimau sudah masuk daIam Appendix I yang. merupakan satwa yang dilndungi.
Melihat gejala ancaman terhadap pcpulasi tersebut, maka perlu dilakukan suatu
tindakan konservasi. Konservasi dapat dilaknkan dengan cara in situ ataupun
secara eks situ. Namun bagi banyak spesies langka yang telah terdesak oleh
pengaruh kegiatan manusia, pelestarian in situ bukan pilihan yang nyata. Maka
sebagai keluarnya dilakukan pelestarian eks situ yaitu penangkaran. Dengan
demikian sangat perlu dilakukan observasi tentang teknik yang digunakan pada
penangkaran. Hasil pengamatan Suharyo (2001) menunjukkan bahwa jumlah harimau di
Taman Safari Indonesia sampai bulan Desember 2000 ada 28 ekor harimau Sumatera.
Harimau Sumatera yang ditangkarkan di Taman
Safari Indonesia sebagian besar berasal dari a1am yaitu dari beberapa propinsi
di pulau Sumatera, diantaranya dari propinsi Lampung, Bengkulu, Sumatera Barat,
Aceh, dan Sumatera Utara yang merupakan hasiI tangkapan oleh penduduk. Kandang
untuk pemeliharaan harimau ada dua jenis yaitu kandang luar yang berfungsi
untuk pameran terhadap pengunjung (pada siang hari) dan kandang tidur yang
berfungsi sebagai tempat untuk tidur dan makan untuk harimau (pada malam hari).
Taman Safari Indonesia
belum tersedia kandang luar terbuka khusus untuk harimau Sumatera. Namun hal
ini sudah dalam tahap perencanaan pembangunan hanya saja belum dimulai pelaksanaannya.
Kandang luar yang ada saat ini berupa kandang tertutup yang terdiri dari jeruji
pada bagian depanuya dan dikelilingi dengan dinding beton. Lantainya merupakan
Iantai semen (terbuat dari campuran semen, pasir, kerikil, dan air). Bagian
dalamnya terdapat dipan kayu untuk tidur. Khusus kandang luar untuk anak satu
tahun di dalamnya terdapat batang-batang kayu sebagai mainannya.
Jenis pakan yang diberikan di Taman Safari Indonesia adalah
daging kangguru mentah dan daging ayam mentah. Daging kangguru mentah hanya
diberikan pada hari Minggu, Senin, Selasa, dan Jum'at. Khusus untuk hari Kamis,
harimau Sumatera di Taman Safari Indonesia diberikan daging ayam mentah.
Sedangkan untuk bari Rabu dan Sabtu harimau puasa. Jumiah pakan yang diberikan
di Taman Safari Indonesia tergantung berat badan dan umur harimau. Untuk harimau
dewasa jumlah pakannya sekitar 5,00-10,00 kg per hari. Untuk harimau yang
sedang bunting, pakan yang diberikan antara 7,00-8,00 kg per hari. Untuk anakan
harimau diberikan 1,00-3,00 kg per hari.
Di Taman Safari Indonesia, pasangan kawin harimau yang
dijodohkan harus memenuhi syarat yang ditentukan. Syarat yang ditentukan oleh
Taman Safari Indonesia adaIah harimau yang dijodohkan harus dari daerah yang
berbeda, berumur lima tahun ke atas, kedua harimau yang dijodohkan usianya
hampir sarna, mempunyai koefisien inbreeding rendah (bukan kerabat dekat). Dalam
upaya penyelamatan harimau Sumatera dari kepunahan, Taman Safari Indonesia
ditunjuk oleh 20 kebun binatang di dunia sebagai Pusat Penangkaran Harimau
Sumatera, studbook keeper dan tempat penyimpanan sperma (Genome
Rescue Bank) untuk harimau Sumatera.
PENUTUP
Satu-satunya
spesies harimau yang tersisa di Indonesia adalah Harimau Sumatra. Namun
meskipun hanya tinggal satu-satunya spesies harimau yang tersisa, tidak
menjadikan nasibnya beruntung atau mendapat perlakuan yang lebih baik. Malahan,
semakin hari keberadaannya semakin mengkhawatirkan. Habitat alaminya semakin
terdesak oleh perkebunan, perladangan dan perubahan fungsi lahan. Ditambah lagi
dengan perburuan ilegal yang semakin lama membuat keberadaan mereka semakin
terdesak. Dengan segala kondisi yang serba sulit meski hanya untuk bertahan
hidup, Harimau-harimau sumatra masih harus berebut makan dengan manusia.
Manusia
masih juga berburu rusa, babi hutan dan seterusnya yang jelas-jelas merupakan
buruan dari harimau. Kondisi yang serba tidak menguntungkan ini mengakibatkan
harimau harus turun ke pemukiman yang tunjuannya hanya sekedar bertahan hidup
dan melanjutkan keturunannya. Di pemukiman, jelas-jelas nasib harimau sudah
dapat dipastikan, mereka akan dibunuh sampai mati, karena harimau yang turun ke
pemukiman dianggap sebagai pengganggu dan pembunuh manusia serta hewan
peliharaan. Konflik antara harimau dan warga telah terjadi berulang-ulang dalam
kurun waktu yang panjang. Meninggalkan jejak sejarah yang sangat tidak
menguntungkan bagi harimau-harimau Sumatra.
Sebagai upaya menyelamatkan harimau sumatera dari
kepunahan, untuk pertama kalinya pada tahun 1994 pemerintah bersama para pihak
terkait menerbitkan dokumen rencana aksi konservasi harimau sumatera. Rencana
aksi tersebut merekomendasikan:
·
Strategi pengembangan dan pengelolaan
konservasi populasi harimau sumatera.
·
Pengamanan dan perlindungan populasi
harimau sumatera yang masih ada di habitatnya.
·
Mengembangkan penangkaran harimau
sumatera untuk mendukung pemulihan populasi di alam.
·
Membangun jaringan kerja untuk
kelestarian harimau sumatera di Indonesia.
DAFTAR
PUSTAKA
Alamendah.
2009. Harimau Sumatera Semakin Langka. www.lablink.or.id/Satwa/stw-harimau.htm. (Diakses
tanggal 3 November 2010).
Cat Spesialist
Group. 2002. Panthera Tigris. www.iucnredlist.org. (Diakses
tanggal 3 November 2010).
Dephut. 2007. Strategi dan
Rencana Aksi Konservasi Harimau Sumatera (Panthera
tigris sumatrae) 2007-2017. Departemen Kehutanan. Jakarta.
Holmes, D. 2000. Deforestation in Indonesia: A View of the
Situation in 1999. Jakarta.
Mills, J. A., dan P. Jackson.
1994. Killed for a cure: a review of the worldwide trade in tiger bone. TRAFFIC
International, Cambridge, UK.
Suharyo.
2001. Tehnik Penangkaran Harimau Benggala (Panthera tigris Tigris) ) di Sriracha Tiger Zoo, Chonburi, Thailand dan
Harimau Sumatera (Panthera tigris Sumatrae) di Taman Safari Bogor, Jawa Barat. (Diakses
tanggal 3 November 2010).
Treep,
L. 1973. On the Tiger in Indonesia (with special reference to its status and
conservation). Report no. 164, Department of Nature Conservation and Nature
Management, Wageningen, The Netherlands.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar