PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebutuhan kayu Indonesia diperkirakan akan terjadi
peningkatan setiap tahunnya. Padahal kemampuan alam untuk menyediakan kayu
tersebut sangatlah terbatas. Sejalan dengan program perlindungan hutan
harga material bangunan yang berhubungan dengan kayu relatif meningkat harga
jualnya karena keterbatasan barang. Khususnya untuk material triplek sesuai
dengan perkembangan kian hari kian meningkat harga jualnya dan juga kualitas
semakin tidak baik. Sehinga muncul upaya bagaimana mengatasi masalah yang ada,
yaitu inovasi untuk menambah jenis papan partikel untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat terhadap kayu. Salah satu upaya yang dilakukan adalah pembuatan
papan semen. Meskipun bahan baku
yang digunakan masih berupa kayu hasil hutan tapi dapat mengurangi pemakain
kayu solid.
Semen merupakan bagian dominan dari keseluruhan bahan
yang digunakan dalam pembuatan papan semen partikel. Dilain pihak, harga semen
lebih mahal dibandingkan dengan harga bahan baku lainnya yang diperlukan untuk produksi
papan semen partikel. Sehingga biaya produksi papan semen partikel sebagian
besar dipengaruhi oleh harga dari semen itu sendiri. Agar biaya produksi papan
semen partikel tidak terlalu tergantung pada harga semen, perlu diupayakan
pengurangan penggunaan semen tanpa menurunkan kualitas papan semen partikel
yang dibuat. Salah satu altematif yang dapat dilakukan adalah dengan
mensubstitusi sebagian semen dengan campuran tanah Liat-kapur (Dewi, 2003)
Papan semen adalah salah satu produk komposit kayu yang
terbuat dari campuran partikel kayu atau bahan berlignoselulosa lainnya dengan
semen sebagai baban perekatnya (Dewi, 2003).
Menurut Cláudio dkk (2007) panel semen-kayu (WCB) sudah digunakan secara
menyeluruh di Eropa, Amerika Serikat, Rusia dan Asia,
terutama untuk atap, lantai dan dinding. Komposit semen-kayu memiliki banyak
keunggulan dibandingkan dengan panel yang diproduksi dengan resin antara lain:
daya tahan tinggi, stabilitas dimensi yang baik, akustik dan isolasi termal dan
biaya produksi rendah.
Komposit yang mengunakan semen memiliki beberapa kelemahan yaitu mudah
patah/rapuh dan memiliki kekutan tarik yang lemah. Untuk mengatasi kelemahan
tersebut yaitu dengan menambahkan serat sebagai filler dalam campuran
semen. Dengan penambahan serat alam pada komposit semen dapat meningkatkan
kekuatan tarik, keuletan dan ketangguhan. Karakteristik mekanik maupun fisik
material komposit semen dengan penguat serat alam tergantung pada beberapa
faktor antara lain: sifat matrik, perbandingan komposisi matrik, material
pengisinya, ukuran serat, jenis serat dan penyebaran serat (Balaguru, 1992).
Suhu hidratasi adalah suhu maksimum yang dihasilkan
pada semen dan air bereaksi. Sebagai konsekuensi dari proses hidratasi ialah
pengerasan dan terbentuknya fase baru, yaitu hidrat. Perubahan dasar dari sifat
fisika dan kimia ini merupakan dasar penggunaan akhir dari sifat-sifat semen
yaitu kekuatan awal, perkembangan kekuatan, perubahan volume, perkembangan
panas, dan ketahanan kimia. (Primananda, 2007). Pengerasan semen dapat
terhambat oleh adanya zat ekstraktif yang ditunjukkan dengan terhambatnya
pencapaian suhu maksimum dari suhu reaksinya (Taylor dalam Joesoef dan
Kasmudjo, 1979). Tingkat penghambatan pengerasan semen yang disebabkan oleh
bahan berlignoselulose, merupakan perbedaan waktu atau suhu hidratasi, campuran
semen dengan bahan berlignoselulose dibandingkan dengan waktu atau suhu
hidratasi semen (Tjkrodimuljo, 1996).
Tujuan
- Mendeterminasi waktu dan suhu hidrasi
- Membuat grafik suhu Hidrasi berdasarkan periode waktu 24 jam
- Menganalisis kesesuaian kayu sebagai bahan baku papan semen
- Menganalisis pengaruh perlakuan pendahuluan terhadap suhu hidrasi
TINJAUAN PUSTAKA
Limbah kayu dan nonkayu pada industri pengolahan kayu dan nonkayu
diperkirakan mencapai 60 juta m3/tahun. Limbah berbentuk serutan rotan dari
industri lampit rotan di Kalimantan Selatan diperkirakan sebesar 347,256 ton
pertahun. Limbah tersebut cukup besar sehingga perlu diolah menjadi produk baru
yang bermanfaat. Penelitian ini bertujuan menganalisis kemampuan limbah
industri hasil hutan untuk dibuat papan semen dengan beberapa alternatif
perekat, yaitu semen pozolan kapur, semen pozolan gips dan semen pozolan kapur
gips. Menentukan komposisi campuran antara berat serutan dan komposisi kadar perekat
optimal yang mempunyai sifat fisik dan mekanik menurut SNI 03-2104-1991.
Menentukan perhitungan nilai ekonomis dari pemanfaatan limbah tersebut untuk
membuat produk panel kayu baru (Adi, 2007).
Dengan inovasi teknologi serat
kayu dapat dikembangkan sebagai bahan baku pembuat papan semen gypsum yang
banyak digunakan sebagai material bahan bangunan. Papan semen gypsum dihasilkan
dengan mensubtitusi penggunaan semen dengan gypsum dan proses pengerasannya
dengan menggunakan teknologi autoclave. Dengan pengerasan autoclave,
papan semen gypsum dapat mencapai kekerasan dan kekuatan optimum dalam
waktu maksimum 24 jam dari yang biasanya membutuhkan waktu selama satu bulan.
Hasilnya adalah papan yang lebih ringan namun lebih kuat dan tahan rayap
(Hermawan, 2010).
Papan
semen adalah papan tiruan yang menggunakan semen sebagai perekatnya sedangkan
bahan bakunya dapat berupa partikel kayu atau partikel bahan berlignoselulosa
lainnya. Seperti halnya dengan papan partikel maka bentuk partikel untuk papan
semen antara lain dapat berupa selumbar (flake), serutan (shaving), untai
(strand), suban (splinter) atau wol kayu (excelsior). Papan semen mempunyai
sifat yang lebih baik dibanding papan partikel yaitu lebih tahan terhadap
jamur, tahan air dan tahan api. Papan semen juga lebih tahan terhadap serangan
rayap tanah dibanding bahan baku kayunya. Dengan demikian papan semen merupakan
salah satu bahan bangunan yang tahan lama dalam penggunaannya sehingga biaya
pemeliharaan rumah yang terbuat dari papan semen akan lebih murah. Di samping
itu, industri papan semen dapat memanfaatkan kayu dengan ukuran yang kecil
seperti limbah industri kayu, limbah eksploitasi, kayu hasil penjarangan dan
kayu diameter kecil walau dari hutan tanaman sehingga pemanfaatan kayu dapat
ditingkatkan. Industri papan semen sudah lama dikenal di Indonesia, tetapi
perkembangannya lambat.
Papan
semen di samping memiliki kelebihan juga memiliki kelemahan dibanding papan
tiruan lainnya antara lain adalah berat dan penggunaannya lebih terbatas.
Diperlukan waktu yang lama untuk papan semen untuk benar-benar mengeras sebelum
mencapai kekuatan yang cukup. Kelemahan lainnya adalah tidak semua jenis kayu
atau bahan berlignoselulosa dapat digunakan sebagai bahan baku papan semen
karena adanya zat ekstraktif seperti gula, tanin dan minyak yang dapat
mengganggu pengerasan semen dengan bahan baku tersebut. Berdasarkan kesesuaian
jenis kayu sebagai bahan papan semen dikenal tiga macam mutu yaitu baik, sedang
dan jelek. Pengujiannya dilakukan berdasarkan uji hidratasi, yaitu mengukur
suhu maksimum yang terjadi pada saat reaksi antara semen, kayu dan air. Bila
suhu maksimum lebih dari 41°C termasuk baik, 36°C–41°C termasuk sedang dan
kurang dari 36°C termasuk jelek. Berdasarkan pengalaman dalam pembuatan papan
semen wol kayu ternyata tidak selalu penggolongan tersebut sesuai dengan sifat
papan semen wol kayu yang dihasilkannya. Sifat papan semen wol kayu yang diuji
menurut Standar Jerman adalah kerapatan, keteguhan lentur dan pengurangan tebal
akibat tekanan 3 kg/cm2. Mengingat hal ini perlu ada cara lain untuk menetapkan
mutu kayu untuk bahan papan semen. Dalam tulisan ini dikemukakan hasil
penelitian terhadap 73 jenis kayu meliputi suhu hidratasi, pembuatan papan
semen wol kayu dan pengujian sifatnya (Prosiding PPIS, 2008).
METODE PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat
Praktikum
yang berjudul Pengukuran Suhu Hidrasi Dalam Pembuatan Papan Semen ini
dilaksanakan pada Rabu, 16 Februari 2011 pukul 14.00 sampai dengan selesai.
Praktikum ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan, Departemen
Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum
ini adalah oven, timbangan, termos, tabung reaksi, thermometer, stopwatch/jam,
ember, gelas air mineral, pengaduk, kamera, dan alat tulis. Bahan yang
digunakan pada praktikum ini adalah serbuk kayu Durian (Durio zibethinus), semen Portland merek Tiga Roda, minyak goreng,
dan air.
Prosedur Kerja
Semen |
1.
Disiapkan bahan serbuk kayu yang sama secara
berkelompok.
2.
Disiapkan + 200 gr serbuk kayu (dari jenis kayu
yang sama) untuk 2 kelompok, sehingga masing-masing kelompok mendapatkan +
100 gr serbuk kayu.
3.
Untuk kelompok ganjil (1,3,5) serbuk kayu tanpa
perlakuan pendahuluan dan kelompok genap (2,4,6) serbuk kayu dengan perlakuan
pendahuluan yaitu direndam serbuk kayu dalam air selama 24 jam.
4.
Dikeringkan serbuk kayu dalam oven pada suhu 80ºC
selama 24 jam.
5.
Ditentukan kadar air (KA) serbuk kayu:
a.
Ditimbang serbuk kayu sebanyak +5 gr (BA).
b.
Dikeringkan dalam oven pada suhu 103+2ºC selama
24 jam.
c.
Ditimbang serbuk kayu tersebut. Penimbangan dan
pengeringan dilakukan sampai beratnya konstan (BKO).
d.
6.
Diukur suhu hidrasi dengan cara:
a.
Ditimbang bahan baku serbuk kayu 20 gr, semen 200 gr,
dan air 100 gr.
b.
Dimasukkan semen, air, dan serbuk kayu tersebut kedalam
gelas dan diaduk hingga rata.
c.
Dimasukkan tabung reaksi yang sudah diisi minyak goreng
kedalam adukan tersebut.
d.
Dimasukkan kedalam termos, gelas yang berisi adonan dan
tabung reaksi.
e.
Dimasukkan thermometer melalui tutup termos hingga
ujung thermometer tercelup kedalam minyak goreng.
f.
Ditutup termos sampai benar-benar rapat.
g.
Dicatat jam dan suhu hidrasi. Pencatatan jam dan suhu
hidrasi dilakukan setiap satu jam selama 24 jam.
h.
Didokumentasikan gambar setiap tahapan kegiatan untuk
dilampirkan pada laporan.
i.
Laporan dibuat satu buah untuk setiap kelompok sesuai
dengan format laporan.
j.
Data laporan merupakan data praktikum setiap pasangan
kelompok.
k.
Laporan dikumpulkan 2 minggu sebagai syarat mengikuti
ujian praktikum suhu hidrasi.
DAFTAR PUSTAKA
Balaguru PN, Shah
SP,1992, Fiber-Reinfoced Cement Composites, New York, McGraw-Hill Inc.
Dewi, D. K. 2003. Inovasi Dalam Pembuatan Papan Semen Partikel. IPB Press. Bogor.
Prosiding PPIS, 2008. Standarisasi mutu
kayui untuk bahan papan semen. http://www.lib.bsn.go.id. [20 Februari 2011] [19.00 WIB]
Adi. 2007.
Pemanfaatan limbah industri pengolahan hutan menjadi papan semen dengan
menggunakan beberapa perekat alternative. http://www.digilib.its.ac.id. [20 Februari 2011] [19.00 WIB]
Tjkrodimuljo. 1996. Teknologi Beton. UGM Press. Yogyakarta.
Produk Papan Semen |
Bagus :)
BalasHapusterima kasih sudah membaca blog ini
BalasHapusSalam Rimba !
:)
Terima kasih artikelnya Bp.HUT_DO_PI
BalasHapusMohon pencerahaanya, mengapa autoclve bisa mempercepat curing semen dan meraih kekerasan optimalnya ?
Terima kasih
Sangat membantu. Terimakasih :)
BalasHapusSingsingkan lengan baju hutan kita menunggu
Salam lestari