TEKNIK PEMBUATAN DIAGRAM PROFIL
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Sebagian besar hutan alam di Indonesia
termasuk dalam hutan tropika basah.
Banyak para ahli yang mendiskripsi hutan tropika basah sebagai ekosistem spesifik, yang hanya dapat berdiri
mantap dengan keterkaitan antara
komponen penyusunnya sebagai kesatuan yang utuh. Keterkaitan antara komponen penyusun ini memungkinkan bentuk struktur
hutan tertentu yang dapat memberikan
fungsi tertentu pula seperti stabilitas ekonomi, produktivitas biologis yang tinggi, siklus hidrologis yang
memadai dan lain-lain. Secara de facto
tipe hutan ini memiliki kesuburan tanah yang sangat rendah, tanah tersusun oleh
partikel lempung yang bermuatan negatif rendah seperti kaolinite dan
illite. Kondisi tanah asam ini
memungkinkan besi dan almunium menjadi aktif di
samping kadar silikanya memang cukup tinggi, sehingga melengkapi
keunikan hutan ini. Namun dengan
pengembangan struktur yang mantap terbentuklah
salah satu fungsi yang menjadi andalan utamanya yaitu ”siklus hara
tertutup” (closed nutrient cycling) dan keterkaitan komponen tersebut, sehingga
mampu mengatasi berbagai
kendala/keunikan tipe hutan ini (Kuswanda dan Mukhtar, 2008).
Makhluk hidup adalah
tumbuh-tumbuhan dan hewan. Manusia juga makhluk hidup. Walaupun tumbuh-tumbuhan
dan hewan terdapat banyak perbedaan, namun pada prinsipnya terdapat persamaan
antara keduanya, yaitu dari segi :
- Baik tubuh hewan maupun tumbuh-tumbuhan terdiri dari susunan-susunan sel
- Kedua-duanya memperlihatkan kegiatan-kegiatan hidup yang dapat dikatakan memiliki persamaan, seperti makan, bernafas, bergerak, perkembangbiakannya dan beberapa segi lainnya
- Kedua-duanya memiliki zat hidup, jelasnya yaitu protoplasma
Dengan adanya
persamaan-persamaan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa antara
tumbuh-tumbuhan dan hewan terdapat suatu hubungan kekeluargaan atau kekerabatan
(Sutrian, 2004).
Menurut beberapa
ahli, mangrove kebanyakan bersifat halophyt yaitu sifat tumbuhan yang bisa
beradaptasi dengan air asin, karena di dalam cairan selnya mempunyai tekanan
osmosa yang tinggi. Sehingga mangrove mampu mengadakan sekresi dan pengasingan
garam-garam. Dalam hal ini mangrove dapat dibagi dalam dua kelas yang berbeda
yaitu pertama “Salt secretors” merupakan kelompok mangrove yang mampu
mengeluarkan garam melalui kelenjar daun yang khusus, dimana kelebihan garam
dikeluarkan melalui sel-sel kelenjar. Jenis-jenis tersebut antara lain :
Avicennia marina, Aegialitis annulata, Aegiceras corniculatum. Sedang kelas kedua
disebut “Salt excludes” yaitu kelompok mangrove yang sangat sedikit
mengekskresikan garam, kelebihan garam disimpan dalam daun yang sudah tua.
Jenis-jenis tersebut antara lain Rhizophora dan Sonneratia (Soeroyo, 1992).
Praktikum
ini bertujuan untuk:
1. Menggambarkan
suatu arsitektur pohon.
2. Mengidentifikasi
individu dan jenis pohon masa lampau, pohon saat ini, dan pohon masa depan.
TINJAUAN PUSTAKA
Struktur vegetasi tumbuhan, seperti
tinggi, biomassa, serta heterogenitas vertikal dan horizontal, merupakan faktor
penting yang mempengaruhi perpindahan aliran materi dan energi, serta
keanekaragaman ekosistem. Kanopi/tajuk hutan merupakan faktor pembatas bagi
kehidupan tumbuhan, karena dapat menghalangi penetrasi cahaya ke lantai hutan.
Keberhasilan sebuah pohon untuk mencapai kanopi hutan tergantung
karakter/penampakan anak pohon. Variasi ketersediaan cahaya dan perbedaan
kemampuan antar spesies anak pohon dalam memanfaatkannya dapat mempengaruhi
komposisi dan struktur vegetasi hutan. Perbedaan kemampuan antara spesies
anakan pohon dalam menoleransi naungan mempengaruhi dinamika hutan. Pada
kondisi cahaya rendah, perbedaan kecil dalam pertumbuhan pohon muda dapat
menyebabkan perbedaan mortalitas yang besar, sehingga mempengaruhi kemelimpahan
relatifnya (Pacala dkk., 1996).
Pada hutan payau terdapat campuran
air tawar dari sungai dan air laut: pohon-pohon yang tumbuh umumnya berdaun
tebal dan mengkilat karena adaptasi evapotranspirasi. Tajuk pepohonan hanya
satu dengan ketinggian umumnya rata-rata dapat mencapai 50 m. komposisi hutan
bakau terdiri atas asosiasi beberapa jenis tanaman yang khas sejak mulai dari
pantai, yakni berturut-turut Avicennia
(api-api) seperti A.marina yang
tumbuh pada tanah berliat agak keras dan A.alba
pada tanah yang lembek serta Sonneratia
(bakau). Disusul Bruguiera cylindrica
(tancang) yang hidup pada tanah liat keras dan bila air pasang akan tergenang.
Formasi selanjutnya oleh Rhizophora
mucronata (bakau) dan Rhizophora apiculata (bakau) pada pantai agak basah
dan berlumpur dalam. Formasi berikutnya terdiri dari B. parviflora (tancang) yang hidup pada bekas tebangan Rhizophora dan dilanjutkan pada formasi
akhir B.gymnorhiza (Arief, 2001).
Kebanyakan mangrove ditemukan pada pantai yang terlindung, terjadi antara
rata-rata permukaan laut terendah dan rata-rata tinggi air pasang penuh dalam
garis pasang surut, muara dan di beberapa terumbu karang yang telah mati.
Pantai mangrove jarang terdapat pada laut terbuka. Pantai mangrove berkembang
dengan baik apabila aliran sungai membawa lumpur dan pasir ke dasar laut yang
kemudian bercampur kembali dan terangkut oleh ombak, pasang dan aliran. Pantai
mangrove yang ideal terjadi dimana banyak saluran-saluran sungai yang
berliku-liku membentuk suatu jaringan kerja jalannya air tenang yang membatasi
daerah pasang surut. Pada umumnya mangrove tumbuh di daerah tropis dan sub
tropis (Soeroyo, 1992).
Suatu daerah yang didominasi oleh
hanya jenis-jenis tertentu saja, maka daerah tersebut dikatakan memiliki
keanekaragaman jenis yang rendah. Keanekaragaman jenis terdiri dari 2 komponen;
Jumlah jenis dalam komunitas yang sering disebut kekayaan jenis dan Kesamaan
jenis. Kesamaan menunjukkan bagaimana kelimpahan species itu (yaitu jumlah
individu, biomass, penutup tanah, dan sebagainya) tersebar antara banyak
species itu (Arief, 2001).
Dalam komunitas organisme hidup saling berhubungan atau berinteraksi
secara fungsional. Hal ini menunjukkan bahwa komunitas tidak statis. Komunitas
mempunyai tendensi menuju stabilitas yang dinamik, dengan perkataan lain
komunitas itu memperlihatkan adanya pengaturan diri atau homeostatis. Langkah
awal studi komunitas adalah mengetahui jenis atau kelompok organisme penyusun
komunitas. Kajian awal itu hanya menghasilkan daftar organisme penyusun
komunitas. Susunan organisme penyusun komunitas saja belum cukup banyak
memberikan gambaran keadaan komunitas. Studi selanjutnya tentang komunitas
adalah mengenai struktur komunitas, yang mana dipelajari tentang konstribusi
dari masing-masing jenis penyusun komunitas, nilai penting dari masing-masing
jenis di komunitas, bagaiman jenis-jenis organisme itu hidup bersama dalam
menyusun komunitas, dan lain-lainnya. Pengetahuan mengenai komposisi dan
struktur komunitas akan memberikan pandangan tentang bagaimana komunitas
sebagai suatu sistem kehidupan diorganisasikan. Studi lanjutannya adalah
tentang fungsi komunitas, dan suksesi (Kartawinata,1984).
Dengan analisis vegetasi, kita dapat memperoleh informasi kuantitatif
tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan. Berdasarkan tujuan
pendugaan kuantitatif komunitas vegetasi dikelompokkan kedalam 3 kategori yaitu
(1) pendugaan komposisi vegetasi dalam suatu areal dengan batas-batas jenis dan
membandingkan dengan areal lain atau areal yang sama namun waktu pengamatan
berbeda; (2) menduga tentang keragaman jenis dalam suatu areal; dan (3)
melakukan korelasi antara perbedaan vegetasi dengan faktor lingkungan tertentu
atau beberapa faktor lingkungan
METODOLOGI
Bahan dan Alat
Adapun bahan yang digunakan adalah
komunitas hutan mangrove, berfungsi sebagai lokasi pengamatan.
Adapun alat yang digunakan adalah:
1. Kompas,
berfungsi sebagai alat penunjuk arah.
2. Meteran
20 m, berfungsi sebagai alat untuk menentukan luas areal pengamatan.
3. Phiband,
berfungsi sebagai alat untuk mengukur diameter pohon.
4. Walking
stick, berfungsi sebagai alat untuk menentukan tinggi pohon.
5. Tali
rafia, berfungsi sebagai alat untuk menentukan batasan areal pengamatan.
6. Galah/pacak,
berfungsi sebagai alat untuk mengambil sampel untuk identifikasi yang tidak
dapat dijangkau dengan tangan.
7. Golok
atau parang, berfungsi sebagai alat untuk membersihkan jalur rintisan dari
semak belukar.
8. Kertas
milimeter, berfungsi sebagai tempat menggambarkan diagram profil arsitektur
pohon.
9. Alat
tulis, berfungsi sebagai alat untuk menuliskan data hasil pengamatan.
Prosedur Kerja
1. Ditentukan
secara pruposive sampling komunitas hutan berdasarkan keterwakilan ekosistem
hutan mangrove yang akan dipelajari sebagai petak contoh pengamatan profil.
2. Dibuat
petak contoh berbentuk jalur dengan arah tegak lurus kontur (gradien perubahan
tempat tumbuh) dengan ukuran lebar 10 m dan panjang 60 m, ukuran petak contoh
dapat berubah tergantung pada kondisi hutan.
3. Dianggap
lebar jalur (10 m) sebagai sumbu Y dan panjang jalur (60 m) sebagai sumbu X.
4. Diberi
nomor semua tiang/pohon yang berdiameter > 5 cm yang ada di petak
contoh tersebut.
5. Dicatat
nama jenis pohon dan ukur posisi masing-masing pohon terhadap titik koordinat X
dan Y.
6. Diukur
diameter batang pohon setinggi dada, tinggi total, dan tinggi bebas cabang, serta
gambar bentuk percabangan dan bentuk tajuk.
7. Diukur
proyeksi (penutupan) tajuk terhadap permukaan tanah dari sisi kanan, kiri,
depan, dan belakang terhadap pohon.
8. Digambar
bentuk profil vertikal dan horizontal (penutupan tajuk) pada kertas milimeter dengan
skala yang memadai.
DAFTAR PUSTAKA
Arief, A. 2001. Hutan dan
Kehutanan. Penerbit Kanisius. Jakarta.
Kartawinata, K.1984.Pengantar
Ekologi.Remaja Rosdakarya.Bandung.
Kuswanda, W. dan
A.S. Mukhtar. 2008. Kondisi Vegetasi dan Strategi Perlindungan Zona Inti di
Taman Nasional Batang Gadis.Sumatera Utara.
Michael, P. 1994 Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Ladang dan
Laboratorium. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Pacala, S.W., C.D.
Canham, J. Saponara, J.A. Silander, R.K. Kobe, and E.Ribbens, 1996. Forest models defined by field measurements II.
Estimation, error analysis, and dynamics. Ecology Monograph.
Soeroyo. 1992. Sifat, Fungsi, dan Peranan Hutan Mangrove. Penelitian
Sumber Daya Hayati dan Lingkungan Laut. Mataram.
Sutrian, Y. 2004. Pengantar
Anatomi Tumbuh-Tumbuhan. Rineka Cipta. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar