H.O.R.A.S

Selamat Datang buat anda yang mengunjungi blog ini, Segala informasi dalam blog ini merupakan bantuan dari buku-buku, majalah, dan lain-lain
Semoga blog ini bermanfaat bagi anda ^^.


Selasa, 15 November 2011

Kawasan Hutan Lindung


DELINIASI KAWASAN LINDUNG


ABSTRACT
The areas at one particular DAS usually common property which is diffrent.difficult once get is same activity each every owner of farm to cure and improve repair DAS. Regional Topography most hilly surging until with steep sloping ramp until. Area with inclination level off sloping until there are some part, that is in the form of coastal area and most critical Drainage basin Storey;Level an DAS shown by crease it closing of permanent plant and the wide-speading of critical farm so that degrade ability of DAS in water to save affecting at the increasing of floods frequency, erosion and spreading of landslide at rain season and dryness at dry season. Awareness, active participation and ability of the parties of is including society in management of DAS have to be more goodness.

Keyword: Drainage Basin, Topography, Management, Plant.


ABSTRAK
Lahan-lahan pada suatu DAS biasanya dimiliki oleh banyak orang yang ber­beda.Sulit sekali mendapatkan kerja sama setiap pemilik lahan untuk memu­lihkan dan memperbaiki DAS. Topografi wilayah sebagian besar bergelombang sampai berbukit dengan kelerengan landai sampai curam. Daerah dengan kemiringan datar sampai landai terdapat dibeberapa bagian, yaitu berupa kawasan pantai dan sebagian besar Daerah Aliran Sungai Tingkat kekritisan suatu DAS ditunjukkan oleh menurunnya penutupan vegetasi permanen dan meluasnya lahan kritis sehingga menurunkan kemampuan DAS dalam menyimpan air yang berdampak pada meningkatnya frekuensi banjir, erosi dan penyebaran tanah longsor pada musim penghujan dan kekeringan pada musim kemarau. Kesadaran, kemampuan dan partisipasi aktif para pihak termasuk masyarakat di dalam pengelolaan DAS harus  lebih baik.

Kata kunci: Daerah Aliran Sungai, Topografi, Pengelolaan, Vegetasi


PENDAHULUAN
DAS didefinisikan sebagai bentang lahan yang dibatasi oleh topografi sebagai bentang lahan yang dibatasi oleh topografi pemisah aliran (topographic divide), yaitu punggung bukit/gunung yang menangkap curah hujan, menyimpan dan kemudian mengalirkannya melalui saluran-sal;uran pengaliran ke satu titik (outlet), yang umumnya berada di muara sungai atau danau (Manan, 1976). Das merupakan satu kesatuan unit sistem hidrologi, yaitu bahwa kuantitas dan kualitas air di outlet merupakan satu titik kajian hasil air (water yield). Water yield ini merupakan akumulasi aliran permukaan tanah (surface flow), aliran bawah permukaan (subsurface flow) dan aliran bumi (ground water flow). Berdasarkan prinsip kesatuan hidrologi ini maka sebernarnya batas DAS tidak hanya ditentukan oleh topografi, akan tetapi juga oleh struktur batuan yang menentukan pola aliran ground water flow. Deliniasi pola aliran sulit ditetapkan dan cenderung bersifat dinaamis, sehingga dengan pertimbangan praktis batas DAS hanya ditentukan berdasarkan aliran permukaan. Mengacu pada system hidrologi, maka ada keterkaitan yang jelas antara DAS bagian hulu dan hilir. Aktivitas yang mempengaruhi komponen DAS di bagian hulu akan mempengaruhi kondisi bagian tengah dan hilir (Watiningsi,2009).
DAS bisa sangat luas, mencakup kawasan yang mencakup ribuan kilometer persegi, atau bisa juga hanya selebar sebuah lembah . Di dalam kawasan DAS yang sangat luas, di mana air mengalir dari bukit-bukit tinggi ke lembah-lembah yang rendah (seperti di daerah pegunungan), ada banyak DAS kecil (seperti sumber-sumber air kecil dan sungai-sungai kecil yang mengalir ke bawah menuju sungai-sungai yang lebih lebar dan laut). DAS yang sehat mampu melindungi pasok air, menaungi hutan, tanaman, dan satwa liar, menjaga tanah tetap subur, dan mendukung komunitas yang mandiri. Perubahan besar dan mendadak pada DAS, seperti pembabatan pohon dan semak-semak, penimbunan sampah, atau pembangunan jalan raya, perumahan, dan bendungan, dapat merusak DAS dan sumber-sumber airnya . Hal ini akan mempengaruhi kemampuan tanah untuk mendukung komunitas yang sehat, dan mendatangkan masalah-masalah kesehatan, kelaparan, dan perpindahan penduduk . Perencanaan yang menyangkut perubahan bagaimana air mengalir melalui DAS, dan bagaimana air dan lahan akan dikembangkan dan dimanfaatkan, dapat mencegah munculnya masalah-masalah di masa depan. Degradasi hutan dan lahan selama kurun waktu 2000-2005 sangat memprihatinkan yaitu rata-rata 1,089 juta hektar per tahun. Degradasi di lahan pertanian terus terjadi akibat erosi tanah yang tinggi sehingga memicu semakin luasnya lahan kritis dan meningkatnya sedimentasi pada waduk-waduk yang akan berdampak pada berkurangnya daya tampung dan pasokan air untuk irigasi serta Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Apabila tidak dilakukan upaya-upaya untuk mencegah degradasi hutan dan lahan serta upaya untuk memulihkannya, maka DAS akan semakin menurun kualitasnya. Karena itu pengelolaan DAS di masa yang akan datang harus mampu mengkonservasi, merehabilitasi dan meningkatkan produktivitas hutan dan lahan yang dapat memenuhi kebutuhan penduduk terhadap barang dan jasa lingkungan yang semakin meningkat (DepHut, 2009).
Pada umumnya daerah sepanjang kiri dan kanan Sungai terutama di bahagian hilir merupakan daerah pertanian dan perkebunan yang sangat potensial dan produktif, yang banyak menghasilkan devisa negara. Berkaitan dengan usaha meningkatkan produksi pertanian perlu dilakukan suatu penelitian atau percobaan-percobaan yang ada hubungannya dengan teknologi pertanian. Karena sistem pengolahan air yang dimanfaatkan oleh petani di propinsi Sumatera Utara masih jauh ketinggalan bila dibandingkan dengan propinsi lainnya yang ada di Indonesia seperti Jawa dan Bali (Ermiyati dan Joleha, 1999).
 Berdasarkan pengertian dari definisi tersebut maka DAS merupakan suatu wilayah daratan atau lahan yang mempunyai komponen topografi, batuan, tanah, vegetasi, air, sungai, iklim, hewan, manusia dan aktivitasnya yang berada pada, di bawah, dan di atas tanah. Sekalipun definisi atau pengertian DAS sama pada beberapa Peraturan Perundangan yang berbeda (Kehutanan dan Sumberdaya Air), namun implementasi dan pengejawantahannya dalam Pengelolaan DAS belum sama; sekaligus ini menjadi masalah pertama yang harus dituntaskan agar platform dan mainframe setiap kementerian, instansi, dan lembaga lainnya menjadi sama. Pengelolaan DAS adalah upaya dalam mengelola hubungan timbal balik antar sumberdaya alam terutama vegetasi, tanah dan air dengan sumberdaya manusia di DAS dan segala aktivitasnya untuk mendapatkan manfaat ekonomi dan jasa lingkungan bagi kepentingan pembangunan dan kelestarian ekosistem DAS. Pengelolaan DAS pada prinsipnya adalah pengaturan tata guna lahan atau optimalisasi penggunaan lahan untuk berbagai kepentingan secara rasional serta praktek lainnya yang ramah lingkungan sehingga dapat dinilai dengan indikator kunci (ultimate indicator) kuantitas, kualitas dan kontinuitas aliran sungai pada titik pengeluaran (outlet) DAS. Jadi salah satu karakteristik suatu DAS adalah adanya keterkaitan biofisik antara daerah hulu dengan daerah hilir melalui daur hidrologi (DepHut, 2008).
Pada saat-saat tertentu air berlimpah bahkan sangat berlebihan, dan ada pula saat kekeringan. Secara klimatologis dan geografis terdapat daerah aliran sungai (DAS) yang kondisi alaminya banyak air dan ada pula DAS yang sangat  kekurangan air, meskipun kedua DAS tersebut bertetangga. Air merupakan sumber daya yang mengalir secara    dinamis   tanpa mengenal batas wilayah administrasi sasaran pemerintahan dan negara, karena itu sasaran akhir dari kegiatan ini adalah:basis wilayah pengelolaannya tidak Terpeliharanya kelestarian sumber air dan   hanya didasarkan pada batas wilayahn pemanfaatannya, baik kuantitas maupun administratif saja tetapi harus  kualitasnya di dalam sub DAS Cisangkuy.Berlandaskan pula kepada system, Terwujudnya keterpaduan penggunaan wilayah hidrografis berupa DAS atau lahan dan berbagai kegiatan di sub DAS penggabungan beberapa DAS yang Cisangkuy secara berkelanjutandisebut sebagai Wilayah Sungai, Terpenuhinya kebutuhan akan sumber meskipun air secara global jumlahnya daya air secara optimal dari berbagai tetap, tetapi keterdapatannya di masing sektor yang memerlukannya masing tempat adalah berbeda-beda, terhindarnya       bencana    alam    yang  sesuai dengan kondisi alam setempat berhubungan dengan permasaiahan air, ada wilayah-wilayah yang secara alami seperti : banjir, kekeringan dan longsoran, kaya air dan ada pula yang kurang air. Gerakan tanah dan pencemaran. Ketersediaan air permukaan dan air tanah saling berpengaruh satu sama lain, karena itu pengelolaan keduanya perlu saling dipadukan. (Sarminingsih, 2007).
Selama ini pengelolaan hutan alam terutama pemanenan kayunya masih tidak dilakukan secara professional, sehingga keseluruhan sistem silvikultur yang diterapkan mengalami kegagalan. Hal ini antara lain dikarenakan dalam penerapan silvikultur belum mengintegrasikan sistem pemanenan kayu dengan sistem silvikultur. Selain itu, teknik perencanaan serta pelaksanaan pemanenan kayu yang baik dan benar masih belum dipergunakan dalam pemanenan kayu di hutan alam Indonesia. Inventarisasi tegakan dilakukan sebelum penebangan pada plot ukuran 100 m X 100 m (1 Ha) pada petak-petak penelitian teknik konvensional dan teknik RIL untuk melihat potensi tegakan sebelum kegiatan pemanenan kayu (Hanafiah dan Muhdi, 2007).
Untuk pemetaan diperlukan adanya kerangka dasar. Kerangka dasar adalah sejumlah titik yang diketahui koordinatnya dalam sistem tertentu yang mempunyai fungsi sebagai pengikat dan pengontrol ukuran baru. Mengingat fungsinya, titik - titik kerangka dasar harus ditempatkan menyebar merata di seluruh daerah yang akan dipetakan dengan kerapatan tertentu. Mengingat pula pengukuran untuk pemetaan memerlukan waktu yang cukup lama, maka titik - titik kerangka dasar harus ditanam cukup kuat dan terbuat dari bahan yang tahan lama. Dalam pengukuran untuk pembuatan peta ada dua jenis kerangka                     dasar yaitu kerangka dasar horizontal (X,Y) dan kerangka dasar vertikal (Z). Pada praktiknya titik - titik kerangka dasar baik horizontal maupun vertikal dijadikan satu titik (Muhamadi, 2004).
Dalam melakukan pengukuran suatu daerah ialah menentukan unsur - unsur, titik - titik atau bangunan yang ada didaerah itu dalam jumlah yang cukup sehingga didaerah itu dengan sisinya dapat dibuat suatu skala yang telah ditentukan terlebih dahulu. Peta berfungsi dalam menempatkan sesuatu atau fenomena – fenomena geografis kedalam batas pandangan kita. Dimana peta tersebut dapat dikatakan sebagai gambaran unsur - unsur atau suatu representasi dari ketampakan abstrak yang dipilih dari permukaan bumi. Hasil ini sangat berkaitan dengan permukaan bumi atau benda - benda angkasa (Harjadi, dkk, 2007).
Memperbaiki kondisi untuk meningkatkan pemeliharaan tanah mencakup dukungan kebijakan pada kepemilikan lahan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengelolaan hutan berbasis masyarakat, serta pilihan-pilihan pembiayaan untuk memberikan penghargaan kepada masyarakat di hulu Daerah Aliran Sungai untuk kegiatan-kegiatan yang memberikan sumbangsih pelestarian pasokan air baku yang stabil kepada penduduk di hilir.
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui cara menentukan kelas kemiringan lapangan pada peta, untuk menentukan luas areal hutan berdasarkan fungsi kawasan hutan, untuk menentukan persentase kemiringan lapangan, dan untuk menentukan fungsi kawasan lapangan. 


BAHAN DAN METODE
            Praktikum ini dilaksanakan pada 18 Maret 2010, di ruang 204, Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu peta kontur dengan skala 1:10.000, buku data, penggaris, alat tulis, pena warna (hitam, biru, merah), jangka, kertas millimeter, dan pensil warna.
Dengan prosedur praktikum yakni dibuat delinasi areal kawasan lindung berdasarkan ketentuan berikut : daerah radius 100 m dari tepi sungai atau kawasan lindung, mata air 12 ha, minimal 100 m dari tepi danau atau pantai laut yang diukur dari pasang tertinggi kea rah darat minimal 100 m dari kanan kiri sungai besar dan 50 m kanan kiri anak sungai yang berada diluar pemukiman dan dimulai dari sungai ordo 3. Setelah itu, ditentukan areal kawasan fungsi hutan yang telah diketahui pada saat menentukan klasifikasi kemiringan lapangan dengan ketentuan nilai kelas dikalikan dengan curah hujan, kesuburan tanah, dan kemiringan lapangan. Kriteria  peubah untuk menentukan hutan produksi atau lindung yakni kemiringan lapangan bobot 20, intensitas curah hujan bobot 10, jenis tanah bobot 15. Jika ketiga peubah dari perhitungan maksimum 25 (≤ 125), termasuk hutan produksi, skor 125-175, termasuk hutan produksi terbatas, dan skor ≥ 175, termasuk hutan lindung. Setelah itu ditentukan luasan sungai dengan menentukan ordonya terlebih dahulu. Ordo yang telah diketahui datanya dimasukkan ke dalam tabel.


HASIL
            Adapun hasil yang diperoleh dari perhitungan pada peta didapat data sebagai berikut :
Tabel 1. Luas Sungai Skala 1 : 10.000
Ordo
Panjang Ordo (Cm)
Panjang Ordo (m)
Luas (m2)
Luas (Ha)
Luas (%)
I
165,5
16550
331000
33,10
18,31
II
155,4
15540
466200
46,62
25,79
III
23,7
2370
94800
94,80
52,44
IV
12,5
1250
62500
6,25
3,46
Total
357,1
35710
954500
180,77
99,99


KESIMPULAN
Diharapkan dalam pengerjaan peta dan tahap pengukuran serta perhitungan lebih teliti agar tidak terjadi kesalahan pewarnaan dan penentuan jenis lereng serta cakupan jenis dari fungsi kawasan hutan.


DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kehutanan. 2009. Melindungi Daerah Aliran Sungai. Gedung Manggala Whanabakti. Jakarta.
Departemen Kehutanan. 2008. Kerangka Kerja Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Di Indonesia. Gedung Manggala Whanabakti. Jakarta.
Ermiyati dan Joleha. 1999. Analisa Kualitas Saluran Petak Tersier pada Irigasi Sungai Ular Deli Serdang. Jurnal Natur Indonesia 1I (1): 18 – 21. Deli Serdang.
Hanafiah, D dan Muhdi. 2007. Dampak Pemanenan Kayu Berdampak Rendah Terhadap Kerusakan Tegakan Tinggal di Hutan Alam. Universitas Sumatera Utara Press. Medan.
Harjadi, Prakosa, D, dan Wuryanta. 2007. Analisis  Karakteristik  Kondisi  Fisik Lahan DAS dengan PJ dan SIG di DAS Benain - Noelmina. 2007. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol. 7 No.2 thn 2007. Solo.
Muhamadi, M. 2004. Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh November. Jurnal Teknik Geodesi FTSP – ITS. Vol. XI No. 3 thn 2004. Surabaya.
Sarminingsih, A. 2007. Evaluasi Kekritisan Lahan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Mendesaknya Langkah-Langkah Konservasi Air. Universitas Dipenogoro Press. Semarang
Watiningsih, R. 2009. Geografi. Universitas Indonesia Press. Jakarta.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar