DELINIASI KAWASAN LINDUNG
ABSTRACT
The areas at one particular DAS usually common property which is
diffrent.difficult once get is same activity each every owner of farm to cure
and improve repair DAS. Regional Topography most hilly surging until with steep
sloping ramp until. Area with inclination level off sloping until there are
some part, that is in the form of coastal area and most critical Drainage basin
Storey;Level an DAS shown by crease it closing of permanent plant and the
wide-speading of critical farm so that degrade ability of DAS in water to save
affecting at the increasing of floods frequency, erosion and spreading of
landslide at rain season and dryness at dry season. Awareness, active
participation and ability of the parties of is including society in management
of DAS have to be more goodness.
Keyword: Drainage Basin, Topography, Management, Plant.
ABSTRAK
Lahan-lahan
pada suatu DAS biasanya dimiliki oleh banyak orang yang berbeda.Sulit sekali
mendapatkan kerja sama setiap pemilik lahan untuk memulihkan dan memperbaiki
DAS. Topografi
wilayah sebagian besar bergelombang sampai berbukit dengan kelerengan landai
sampai curam. Daerah dengan kemiringan datar sampai landai terdapat dibeberapa
bagian, yaitu berupa kawasan pantai dan sebagian besar Daerah Aliran Sungai
Tingkat kekritisan suatu DAS ditunjukkan oleh menurunnya penutupan vegetasi
permanen dan meluasnya lahan kritis sehingga menurunkan kemampuan DAS dalam
menyimpan air yang berdampak pada meningkatnya frekuensi banjir, erosi dan penyebaran
tanah longsor pada musim penghujan dan kekeringan pada musim kemarau.
Kesadaran, kemampuan dan partisipasi aktif para pihak termasuk masyarakat di
dalam pengelolaan DAS harus lebih baik.
Kata kunci: Daerah
Aliran Sungai, Topografi, Pengelolaan, Vegetasi
PENDAHULUAN
DAS
didefinisikan sebagai bentang lahan yang dibatasi oleh topografi sebagai
bentang lahan yang dibatasi oleh topografi pemisah aliran (topographic divide), yaitu punggung bukit/gunung yang menangkap
curah hujan, menyimpan dan kemudian mengalirkannya melalui saluran-sal;uran
pengaliran ke satu titik (outlet),
yang umumnya berada di muara sungai atau danau (Manan, 1976). Das merupakan
satu kesatuan unit sistem hidrologi, yaitu bahwa kuantitas dan kualitas air di outlet merupakan satu titik kajian hasil
air (water yield). Water yield ini
merupakan akumulasi aliran permukaan tanah (surface
flow), aliran bawah permukaan (subsurface
flow) dan aliran bumi (ground water
flow). Berdasarkan prinsip kesatuan hidrologi ini maka sebernarnya batas DAS
tidak hanya ditentukan oleh topografi, akan tetapi juga oleh struktur batuan
yang menentukan pola aliran ground water
flow. Deliniasi pola aliran sulit ditetapkan dan cenderung bersifat
dinaamis, sehingga dengan pertimbangan praktis batas DAS hanya ditentukan
berdasarkan aliran permukaan. Mengacu pada system hidrologi, maka ada
keterkaitan yang jelas antara DAS bagian hulu dan hilir. Aktivitas yang
mempengaruhi komponen DAS di bagian hulu akan mempengaruhi kondisi bagian
tengah dan hilir (Watiningsi,2009).
DAS
bisa sangat luas, mencakup kawasan yang mencakup ribuan kilometer persegi, atau
bisa juga hanya selebar sebuah lembah . Di dalam kawasan DAS yang sangat luas,
di mana air mengalir dari bukit-bukit tinggi ke lembah-lembah yang rendah
(seperti di daerah pegunungan), ada banyak DAS kecil (seperti sumber-sumber air
kecil dan sungai-sungai kecil yang mengalir ke bawah menuju sungai-sungai yang
lebih lebar dan laut). DAS yang sehat mampu melindungi pasok air, menaungi
hutan, tanaman, dan satwa liar, menjaga tanah tetap subur, dan mendukung
komunitas yang mandiri. Perubahan besar dan mendadak pada DAS, seperti
pembabatan pohon dan semak-semak, penimbunan sampah, atau pembangunan jalan
raya, perumahan, dan bendungan, dapat merusak DAS dan sumber-sumber airnya .
Hal ini akan mempengaruhi kemampuan tanah untuk mendukung komunitas yang sehat,
dan mendatangkan masalah-masalah kesehatan, kelaparan, dan perpindahan penduduk
. Perencanaan yang menyangkut perubahan bagaimana air mengalir melalui DAS, dan
bagaimana air dan lahan akan dikembangkan dan dimanfaatkan, dapat mencegah
munculnya masalah-masalah di masa depan. Degradasi hutan dan lahan selama kurun
waktu 2000-2005 sangat memprihatinkan yaitu rata-rata 1,089 juta hektar per
tahun. Degradasi di lahan pertanian terus terjadi akibat erosi tanah yang
tinggi sehingga memicu semakin luasnya lahan kritis dan meningkatnya
sedimentasi pada waduk-waduk yang akan berdampak pada berkurangnya daya tampung
dan pasokan air untuk irigasi serta Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA).
Apabila tidak dilakukan upaya-upaya untuk mencegah degradasi hutan dan lahan
serta upaya untuk memulihkannya, maka DAS akan semakin menurun kualitasnya.
Karena itu pengelolaan DAS di masa yang akan datang harus mampu mengkonservasi,
merehabilitasi dan meningkatkan produktivitas hutan dan lahan yang dapat
memenuhi kebutuhan penduduk terhadap barang dan jasa lingkungan yang semakin
meningkat (DepHut, 2009).
Pada umumnya daerah sepanjang
kiri dan kanan Sungai terutama di bahagian hilir merupakan daerah pertanian dan
perkebunan yang sangat potensial dan produktif, yang banyak menghasilkan devisa
negara. Berkaitan dengan usaha meningkatkan produksi pertanian perlu dilakukan
suatu penelitian atau percobaan-percobaan yang ada hubungannya dengan teknologi
pertanian. Karena sistem pengolahan air yang dimanfaatkan oleh petani di
propinsi Sumatera Utara masih jauh ketinggalan bila dibandingkan dengan
propinsi lainnya yang ada di Indonesia seperti Jawa dan Bali (Ermiyati dan
Joleha, 1999).
Berdasarkan pengertian dari definisi tersebut
maka DAS merupakan suatu wilayah daratan atau lahan yang mempunyai komponen
topografi, batuan, tanah, vegetasi, air, sungai, iklim, hewan, manusia dan
aktivitasnya yang berada pada, di bawah, dan di atas tanah. Sekalipun definisi
atau pengertian DAS sama pada beberapa Peraturan Perundangan yang berbeda
(Kehutanan dan Sumberdaya Air), namun implementasi dan pengejawantahannya dalam
Pengelolaan DAS belum sama; sekaligus ini menjadi masalah pertama yang harus
dituntaskan agar platform dan mainframe setiap kementerian, instansi, dan
lembaga lainnya menjadi sama. Pengelolaan DAS adalah upaya dalam mengelola
hubungan timbal balik antar sumberdaya alam terutama vegetasi, tanah dan air
dengan sumberdaya manusia di DAS dan segala aktivitasnya untuk mendapatkan
manfaat ekonomi dan jasa lingkungan bagi kepentingan pembangunan dan
kelestarian ekosistem DAS. Pengelolaan DAS pada prinsipnya adalah pengaturan
tata guna lahan atau optimalisasi penggunaan lahan untuk berbagai kepentingan
secara rasional serta praktek lainnya yang ramah lingkungan sehingga dapat
dinilai dengan indikator kunci (ultimate indicator) kuantitas, kualitas dan
kontinuitas aliran sungai pada titik pengeluaran (outlet) DAS. Jadi salah satu
karakteristik suatu DAS adalah adanya keterkaitan biofisik antara daerah hulu
dengan daerah hilir melalui daur hidrologi (DepHut, 2008).
Pada
saat-saat tertentu air berlimpah bahkan sangat berlebihan, dan ada pula saat
kekeringan. Secara klimatologis dan geografis terdapat daerah aliran sungai (DAS)
yang kondisi alaminya banyak air dan ada pula DAS yang sangat kekurangan air, meskipun kedua DAS tersebut
bertetangga. Air merupakan sumber daya yang mengalir secara dinamis
tanpa mengenal batas wilayah administrasi sasaran pemerintahan dan
negara, karena itu sasaran akhir dari kegiatan ini adalah:basis wilayah
pengelolaannya tidak Terpeliharanya kelestarian sumber air dan hanya didasarkan pada batas wilayahn
pemanfaatannya, baik kuantitas maupun administratif saja tetapi harus kualitasnya di dalam sub DAS
Cisangkuy.Berlandaskan pula kepada system, Terwujudnya keterpaduan penggunaan
wilayah hidrografis berupa DAS atau lahan dan berbagai kegiatan di sub DAS
penggabungan beberapa DAS yang Cisangkuy secara berkelanjutandisebut sebagai
Wilayah Sungai, Terpenuhinya kebutuhan akan sumber meskipun air secara global
jumlahnya daya air secara optimal dari berbagai tetap, tetapi keterdapatannya
di masing sektor yang memerlukannya masing tempat adalah berbeda-beda,
terhindarnya bencana alam
yang sesuai dengan kondisi alam
setempat berhubungan dengan permasaiahan air, ada wilayah-wilayah yang secara
alami seperti : banjir, kekeringan dan longsoran, kaya air dan ada pula yang
kurang air. Gerakan tanah dan pencemaran. Ketersediaan air permukaan dan air
tanah saling berpengaruh satu sama lain, karena itu pengelolaan keduanya perlu
saling dipadukan. (Sarminingsih, 2007).
Selama ini pengelolaan hutan alam terutama pemanenan kayunya masih
tidak dilakukan secara professional, sehingga keseluruhan sistem silvikultur
yang diterapkan mengalami kegagalan. Hal ini antara lain dikarenakan dalam
penerapan silvikultur belum mengintegrasikan sistem pemanenan kayu dengan
sistem silvikultur. Selain itu, teknik perencanaan serta pelaksanaan pemanenan
kayu yang baik dan benar masih belum dipergunakan dalam pemanenan kayu di hutan
alam Indonesia. Inventarisasi tegakan dilakukan sebelum penebangan pada plot
ukuran 100 m X 100 m (1 Ha) pada petak-petak penelitian teknik konvensional dan
teknik RIL untuk melihat potensi tegakan sebelum kegiatan pemanenan kayu
(Hanafiah dan Muhdi, 2007).
Untuk pemetaan diperlukan adanya kerangka dasar. Kerangka dasar adalah
sejumlah titik yang diketahui koordinatnya dalam sistem tertentu yang mempunyai
fungsi sebagai pengikat dan pengontrol ukuran baru. Mengingat fungsinya, titik
- titik kerangka dasar harus ditempatkan menyebar merata di seluruh daerah yang
akan dipetakan dengan kerapatan tertentu. Mengingat pula pengukuran untuk
pemetaan memerlukan waktu yang cukup lama, maka titik - titik kerangka dasar harus
ditanam cukup kuat dan terbuat dari bahan yang tahan lama. Dalam pengukuran
untuk pembuatan peta ada dua jenis kerangka dasar yaitu kerangka dasar
horizontal (X,Y) dan kerangka dasar vertikal (Z). Pada praktiknya titik - titik
kerangka dasar baik horizontal maupun vertikal dijadikan satu titik (Muhamadi,
2004).
Dalam
melakukan pengukuran suatu daerah ialah menentukan unsur - unsur, titik - titik
atau bangunan yang ada didaerah itu dalam jumlah yang cukup sehingga didaerah
itu dengan sisinya dapat dibuat suatu skala yang telah ditentukan terlebih dahulu.
Peta berfungsi dalam menempatkan sesuatu atau fenomena – fenomena geografis
kedalam batas pandangan kita. Dimana peta tersebut dapat dikatakan sebagai
gambaran unsur - unsur atau suatu representasi dari ketampakan abstrak yang
dipilih dari permukaan bumi. Hasil ini sangat berkaitan dengan permukaan bumi
atau benda - benda angkasa (Harjadi, dkk,
2007).
Memperbaiki
kondisi untuk meningkatkan pemeliharaan tanah mencakup dukungan kebijakan pada
kepemilikan lahan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengelolaan hutan
berbasis masyarakat, serta pilihan-pilihan pembiayaan untuk memberikan
penghargaan kepada masyarakat di hulu Daerah Aliran Sungai untuk
kegiatan-kegiatan yang memberikan sumbangsih pelestarian pasokan air baku yang
stabil kepada penduduk di hilir.
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui cara menentukan
kelas kemiringan lapangan pada peta, untuk menentukan luas areal hutan
berdasarkan fungsi kawasan hutan, untuk menentukan persentase kemiringan
lapangan, dan untuk menentukan fungsi kawasan lapangan.
BAHAN
DAN METODE
Praktikum ini dilaksanakan pada 18 Maret 2010, di ruang
204, Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Alat
dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu peta kontur dengan skala
1:10.000, buku data, penggaris, alat tulis, pena warna (hitam, biru, merah),
jangka, kertas millimeter, dan pensil warna.
Dengan
prosedur praktikum yakni dibuat delinasi areal kawasan lindung berdasarkan
ketentuan berikut : daerah radius 100 m dari tepi sungai atau kawasan lindung,
mata air 12 ha, minimal 100 m dari tepi danau atau pantai laut yang diukur dari
pasang tertinggi kea rah darat minimal 100 m dari kanan kiri sungai besar dan 50
m kanan kiri anak sungai yang berada diluar pemukiman dan dimulai dari sungai
ordo 3. Setelah itu, ditentukan areal kawasan fungsi hutan yang telah diketahui
pada saat menentukan klasifikasi kemiringan lapangan dengan ketentuan nilai
kelas dikalikan dengan curah hujan, kesuburan tanah, dan kemiringan lapangan.
Kriteria peubah untuk menentukan hutan
produksi atau lindung yakni kemiringan lapangan bobot 20, intensitas curah
hujan bobot 10, jenis tanah bobot 15. Jika ketiga peubah dari perhitungan
maksimum 25 (≤ 125), termasuk hutan produksi, skor 125-175, termasuk hutan
produksi terbatas, dan skor ≥ 175, termasuk hutan lindung. Setelah itu
ditentukan luasan sungai dengan menentukan ordonya terlebih dahulu. Ordo yang
telah diketahui datanya dimasukkan ke dalam tabel.
HASIL
Adapun hasil yang diperoleh dari perhitungan pada peta didapat
data sebagai berikut :
Tabel 1. Luas Sungai
Skala 1 : 10.000
Ordo
|
Panjang
Ordo (Cm)
|
Panjang
Ordo (m)
|
Luas (m2)
|
Luas (Ha)
|
Luas (%)
|
I
|
165,5
|
16550
|
331000
|
33,10
|
18,31
|
II
|
155,4
|
15540
|
466200
|
46,62
|
25,79
|
III
|
23,7
|
2370
|
94800
|
94,80
|
52,44
|
IV
|
12,5
|
1250
|
62500
|
6,25
|
3,46
|
Total
|
357,1
|
35710
|
954500
|
180,77
|
99,99
|
KESIMPULAN
Diharapkan dalam pengerjaan peta dan
tahap pengukuran serta perhitungan lebih teliti agar tidak terjadi kesalahan
pewarnaan dan penentuan jenis lereng serta cakupan jenis dari fungsi kawasan
hutan.
DAFTAR
PUSTAKA
Departemen
Kehutanan. 2009. Melindungi Daerah Aliran Sungai. Gedung Manggala Whanabakti.
Jakarta.
Departemen
Kehutanan. 2008. Kerangka Kerja Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Di Indonesia.
Gedung Manggala Whanabakti. Jakarta.
Ermiyati
dan Joleha. 1999. Analisa Kualitas Saluran
Petak Tersier pada Irigasi
Sungai Ular Deli Serdang. Jurnal Natur Indonesia
1I (1): 18 – 21.
Deli Serdang.
Hanafiah,
D dan Muhdi. 2007. Dampak Pemanenan Kayu Berdampak Rendah Terhadap Kerusakan
Tegakan Tinggal di Hutan Alam. Universitas Sumatera Utara Press. Medan.
Harjadi, Prakosa, D, dan
Wuryanta. 2007. Analisis Karakteristik
Kondisi Fisik Lahan DAS dengan PJ
dan SIG di DAS Benain - Noelmina. 2007. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol. 7
No.2 thn 2007. Solo.
Muhamadi,
M. 2004. Fakultas Teknik Sipil dan
Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh November. Jurnal Teknik Geodesi
FTSP – ITS. Vol. XI No. 3 thn 2004. Surabaya.
Sarminingsih,
A. 2007. Evaluasi Kekritisan Lahan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Mendesaknya
Langkah-Langkah Konservasi Air. Universitas Dipenogoro Press. Semarang
Watiningsih, R. 2009. Geografi.
Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar