Dosen
Pembimbing:
Ridwanti Batubara, S.Hut, MP
Ridwanti Batubara, S.Hut, MP
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA
2012
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Pengawetan kayu, suatu proses
memasukkan bahan pengawet ke dalam kayu dengan tujuan meningkatkan daya tahan
kayu terhadap organisme perusak kayu sehingga dapat memperpanjang masa pakai
kayu (Anonim, 1999). Bahan pengawet kayu, yaitu bahan kimia tunggal atau
campuran yang dapat mencegah kerusakan kayu terhadap salah satu atau kombinasi
antara pelapukan (decay), serangga (termite), binatang laut
penggerek kayu (marine borer), api (fire), cuaca (weathering),
penyerapan air dan reaksi kimia (Anonim, 1976). Pengawetan dapat dilakukan
dengan dua cara, pertama terhadap dolok segar yang baru ditebang dan papan
basah yang baru digergaji untuk mencegah jamur biru dan kumbang ambrosia.
Kedua, terhadap kayu siap pakai dalam arti meningkatkan keawetan atau daya
tahan kayu terhadap OPK. Bahan
pengawet kayu adalah pestisida yang bersifat racun sistemik, yaitu masuk ke
dalam jaringan kayu kemudian bersentuhan atau dimakan oleh hama (sistemik) atau
sebagai racun kontak, yaitu langsung dapat menyerap melalui kulit pada saat
pemberian sehingga beracun bagi hama. Penerapannya dapat dilakukan dengan
berbagai macam cara mulai dari cara sederhana, seperti pelaburan, penyemprotan,
pencelupan, perendaman, dan atau diikuti proses difusi sampai dengan cara
vakum-tekan
Bahan pengawet kayu yang dapat
digunakan dapat dibagi ke dalam tiga kelompok besar, yaitu bahan pengawet:
berupa minyak, larut dalam pelarut organik dan pelarut air (Hunt dan Garrat, 1986).
Perbedaan bahan pengawet berupa senyawa organic dan anorganik dicirikan oleh
bahan aktif, daya tahan terhadap pencucian, cara pemakaian dan tujuan akhir
penggunaan kayu. Bahan pengawet pelarut organic dipakai pada pengawetan kayu
kering. Sedang bahan pengawet pelarut air dapat dipakai pada mengawetkan kayu
kering dan kayu basah Secara
singkat metode pengawetan dibagi ke dalam dua golongan, yaitu cara tanpa
tekanan (non pressure process) dan cara tekanan (pressure process).
Proses tanpa tekanan atau disebut proses sederhana, seperti: pelaburan,
penyemprotan, pencelupan, perendaman panas, dingin dan proses difusi mudah
dalam penerapannya sehingga bisa dilakukan oleh semua orang. Proses tekanan
relative lebih sulit karena memerlukan peralatan yang mahal dan keahlian khusus
dalam mengoperasikannya. Proses tekanan memiliki banyak variasi, tetapi secara
teknis dapat dibagi atas dua golongan besar yaitu proses sel penuh (full
cell process) seperti proses Bethel dan proses sel kosong (empty cell
process) seperti proses Rueping. Kedua proses itu prinsip kerjanya sama
yang berbeda pada pelaksanaan awal. Contoh pada proses sel penuh dilakukan
vakum awal, pada proses sel kosong tanpa vakum tetapi langsung pemberian
tekanan udara. Pengawetan dilakukan dalam tabung tertutup yang dibuat dari baja
yang tahan terhadap tekanan tinggi sampai di atas 23,5 kg/cm2 atau 250 psi.
Masing-masing proses memiliki tujuan tertentu dan berhubungan dengan banyaknya
bahan pengawet yang diserap (diabsorpsi) dan kedalaman penembusannya.
Tujuan
Tujuan
dari praktikum ini adalah untuk mengetahui tingkat retensi dan penetrasi kayu
durian (Durio zibethinus).
METODE PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat
Praktikum yang berjudul Pengawetan Kayu Durian ( Durio zibethinus) dengan Metode Perendaman Larutan Asam Boraks dilakukan pada 18 Desember sampai selesai di Laboratorium Teknologi Hasil
Hutan, Program Studi Kehutanan,
Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara Medan.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada praktikum ini
adalah kayu Durian berukuran panjang 25 cm sebanyak 9 potong
kayu, larutan asam boraks 1%, 2%, dan 3% dengan pelarut air dan ekstrak curcuma (kunyit).
Alat yang digunakan pada
praktikum ini adalah bak plastik, gelas ukur, batang pengaduk, kayu ganjal, alat tulis, dan kamera digital.
Prosedur Praktikum
Pengukuran Retensi
1.
Disiapkan alat dan bahan
2.
Disiapkan larutan asam boraks dengan kadar 1%,2% dan 3%
dengan bahan ulangan 3 kali
3.
Disiapkan sampel panjang 25 x 5 x 2 cm masing-masing
kelompok berbeda jenis kayunya. Jadi semua ada 9 sampel
4.
Ditimbang sampel kayu tersebut semua sebelum direndam.
Stelah itu diukur dimensi panjang, lebar dan tebal untuk menentukan volumenya
5.
Direndam kesembilan sampel pada bak larutan dengan
konsentrasi masing-masing selama 1 minggu
6.
Ditimbang kembali sampel yang sudah direndam dan diukur
kembali dimensi panjang lebar dan tebalnya.
7.
Dikering kipas anginkan, kemudian hitung retensinya
dengan rumus sebagai berikut :
Retensi = Selisih Berat x Konsentrasi
Volume
Pengukuran Penetrasi
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Dipotong sampel 5 cm pada ujung dan pangkal
3. Disemprotkan 4 gr ekstrak curcuma dalam 100 ml alkohol (disemprot 3 kali
dalam 5 menit), lalu dibiarkan mengering
4. Disemprotkan lagi pada pereaksi kedua dengan 40 ml HCl dalam 160 ml
alkohol (disemprotkan 3 kali dalam 5 menit) dibiarkan mengering.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrohim, S. 1992. Pengawetan Tiga Jenis Kayu untuk Barang
Kerajinan memakai Dua Jenis Bahan Pengawet Bor Secara Rendaman Dingin. Jurnal
Penelitian Hasil Hutan10 (2): 54-58.
Abdurrohim, S dan A, Martawijaya. 1983. Beberapa Faktor yang
Mempengaruhi Keterawetan Kayu. Prosiding Pertemuan Ilmiah Pengawean Kayu. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Jakarta.
Basri,
E. 2005. Mutu Kayu Mangium dalam Beberapa Metode Pengeringan. Jurnal Penelitian
Hasil Hutan 23 (2): 119 - 129. Pusat Litbang Teknologi Hasil Hutan. Bogor.
Duljapar, K. 1996. Pengawetan Kayu. Penebar Swadaya. Jakarta.
Dumanauw,
J. F. 2003. Mengenal Kayu. Kanisius. Yogyakarta.
Hunt,
G. M., dan G. A. Garrat. 1994. Pengawetan Kayu (Terjemahan). Akademika
Pressindo. Edisi Pertama. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar