Dosen Pengasuh :
Luthfi Hakim,
S. Hut, M. Si
Oleh
:
KELOMPOK IV /
THH
Rizki Rahmatullah 081203021
Lensi Mian Sinaga 081203024
Friska Simatupang 081203043
Septian P Arjuna 081203046
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2011
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Industri
pengolahan kayu di Indonesia memerlukan 41,2 juta m3 kayu sedangkan pasokan
hanya 33,9 juta m3 dari nilai tersebut di atas khusus kebutuhan kayu untuk
industri pulp adalah 11,8 juta m3 sedangkan pasokan hanya 6,9 juta m3 (Santosa,
1996). Sebagian terbesar kertas yang diproduksi saat ini berasal dari serat
kayu. Oleh sebab itu dalam pengolahan kayu secara kimia, produk paling penting
adalah pulp sebagai bahan dasar kertas (Fengel dan Wegener, 1995). Menurut
Marsoem (1996) bahan yang menyusun kayu tidak tersebar seragam, setiap bahan cenderung
terkonsentrasi pada satu bagian dari serat dibanding bagian lain. Prayitno
(1995) menjelaskan variasi yang ada dapat dihubungkan dengan posisi radial dan
aksial dari batang. Variabilitas dalam satu pohon biasanya berkaitan dengan
perubahan yang disebabkan oleh dewasanya kambium serta modifikasi kegiatan
kambium oleh pengaruh lingkungan.
Kayu
merupakan produk organisme hidup, oleh karena itu kayu mempunyai sifat-sifat
alami yang sangat unik dan setiap jenis kayu mempunyai penampilan yang
karakteristik. Sifat-sifat kayu yang unik itu inherent dalam struktur
anatomi sel-sel penyusunnya. Kayu tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia
dan kebutuhannya akan selalu meningkat dari tahun ke tahun (Rahman, 2008).
Pulp itu sendiri dapat diartikan sebagai suatu material/
bahan yang bersifat halus dan lembab yang terdiri dari bahan serat kayu.
Tampilannya dapat berwujud benda setengah cair hingga setengah padat dan padat
(tergantung seberapa banyak kandungan air/zat cair di dalamnya). Ketika berbentuk
sebagai benda cair, pulp menyerupai "bubur". Oleh karena itu ada yang
menyebutnya sebagai "bubur kayu". Pulp ini merupakan bahan baku utama
untuk aneka jenis kertas dan plywoods serta produk turunan yang lainnya (Soenardi, 1989).
Lumen merupakan ruangan kosong didalam serat. Bentuk dan
ukurannya bervariasi dari serat ke serat yang lain maupun sepanjang satu serat.
Lumen berisi zat - zat padat yang merupakan sisa - sisa protoplasma yang sudah
kering, yang komposisinya sebagian besar terdiri dari nitrogen. Dinding lumen
lebih tahan terhadap pereaksi - pereaksi tertentu dibandingkan dengan dinding
sekunder (Evalina, 2005).
Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisi dalam
cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga
sel yang mengandung zat aktif. Maserasi
dapat dimodifikasi menjadi beberapa metode yaitu :
A. Digesti
Digesti
adalah cara maserasi dengan menggunakan pemanasan lemah, yaitu pada suhu 40-50oC.
Cara maserasi ini hanya dapat dilakukan untuk simplisia yang zat aktifnya tahan
terhadap pemanasan.
B. Maserasi dengan mesin pengaduk
Penggunaan
mesin pengaduk berputar terus-menerus waktu proses maserasi dapat dipersingkat
6-24 jam.
C. Remaserasi
Cairan
penyari dibagi 2 seluruh serbuk simplisia dimaserasi dengan cairan penyari
pertama, sesudah dienap-tuangkan dan diperas, ampas dimaserasi lagi dengan
cairan penyari yang kedua.
D. Maserasi melingkar
Maserasi dapat
diperbaiki dengan mengusahakan agar cairan penyari selalu bergerak dan menyebar.
Dengan cara ini penyari selalu mengalir kembali secara berkesinambungan melalui
serbuk simplisia dan melarutkan zat aktifnya (Copriady, dkk, 2001).
Tujuan
Tujuan
dalam praktikum ini adalah untuk mengetahui perbandingan panjang dan diameter
serat kayu pada buku tulis dan pulp Eucalyptus.
TINJAUAN
PUSTAKA
Sifat kayu
dalam arah serat disebut arah longitudinal sangat berbeda dengan sifatnya dalam
dua arah tegak lurus serat, yaitu tangensial dan radial. Sebagai contoh, rasio
antara kuat tarik sejajar serat dan luat tarik tegak lurus serat untuk kayu
Pinus dapat mencapai 40 : 1. Sifat material yang demikian disebut orthotropik.
Karena kayu bersifat orthotropik maka pemetaan arah serat sangat diperlukan di
dalam model prediksi kekuatan batang kayu.
Gambaran
Umum Serat Kayu
Orientasi
serat di dalam batang kayu dapat diproyeksikan ke tiga bidang yang saling tegak
lurus, yaitu bidang lebar, bidang sempit, dan bidang penampang dari suatu
batang kayu. Sudut serat permukaan (surface grain angle) adalah sudut
antara 3 proyeksi arah serat pada permukaan lebar batang kayu dan arah
longitudinal batang kayu tersebut.
Sillitonga
et al., (1972) menyatakan bahwa panjang serabut (serat) bertambah secara
cepat pada riap tumbuh kedua dan beberapa tumbuh berikutnya kemudian kadar
pertambahan ini menurun sampai keadaan yang maksimum. Pola umum struktur kayu
dari arah empulur ke kulit terjadi pada setiap ketinggian. Variasi yang terjadi
pada arah aksial (arah tinggi pohon) ini meliputi susunan pori, panjang serabut
dan sudut mikrofibril. Variasi yang terjadi pada arah aksial ini lebih banyak
disebabkan oleh perbedaan riap tumbuh. Pertambahan riap tumbuh dapat terjadi
dari setiap titik tumbuh sampai trtik maksimal di bawah tajuk terendah kemudian
bertambah kecil kembali sampai ke pangkal pohon. Panjang sel bertambah besar
dalam satu riap tumbuh mulai dari bagian pangkal sampai jarak tertentu dan
setelah mencapai ukuran maksimum akan menurun lagi sampai ke puncak pohon
(Sastrohamidjojo, 1995).
Alat
Pengukur Serat
Sudut
serat permukaan dapat diukur dengan menggunakan Metriguard 510 Grain Angle
Scanner. Dengan alat ukur ini, sudut serat permukaan dapat diukur untuk setiap
jarak 1/8 in. (3 mm). Prinsip dasar dari alat ukur ini adalah dengan mengukur
kapasitansi elektrik pada titik-titik diskret dan mengkonversikannya menjadi
sudut serat lokal (McDonald dan Bendtsen, 1988). Kedua permukaan lebar
dari suatu batang kayu dipetakan arah seratnya dengan menggunakan alat ukur
tersebut. Hasil pengukuran tersebut dimasukkan ke dalam model prediksi kekuatan
untuk mendapatkan peta sudut serat pada tengah permukaan (midsurface)
batang kayu. Contoh hasil pengukuran sudut serat dengan menggunakan alat
ukur tersebut untuk batang kayu yang mempunyai mata kayu ditunjukkan di
dalam Gambar 1. Peta sudut serat ini menjadi dasar dari pembentukan
jaring elemen hingga pada model prediksi GASPP maupun GASPPMC.
Pengukuran Dimensi Serat
Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi
dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisi dalam cairan penyari. Cairan
penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung
zat aktif. Zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara
larutan zat aktif di dalam sel dengan yang diluar sel, maka larutan yang
terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi
keseimbangan konsentrasi antara larutan diluar sel dan didalam sel. Maserasi
digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah larut
dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, stirak, dan bahan sejenis yang
mudah mengembang. Faktor - faktor yang
mempengaruhi maserasi adalah suhu dan lama ekstraksi serta jenis dan jumlah
pelarut yang digunakan (Heyne, K, 1997).
Pengukuran
diameter serat menggunakan mikroskop Proyektor dengan perbesaran 10 kali untuk
pengukuran panjang serat dan pembesaran 40 kali untuk diameter serat dan
diameter lumen. Sedangkan untuk tebal dinding serat diperoleh
dari perhitungan diameter serat
dikurangi diameter lumen lalu dibagi dua. Hasil pengukuran dari alat ini
dikonversikan ke dalam satuan mikron (μm), yaitu
diameter serat, diameter lumen, dan tebal dinding serat sebesar 8.116 μm, sedangkan untuk panjang serat sebesar 2.034 μm. Dalam pengukuran dimensi serat, yaitu panjang serat,
diameter serat, diameter lumen dan tebal dinding serat, dipilih serat yang utuh
atau tidak patah, rusak terlipat, pecah, terpotong dan kerusakan lainnya.
Jumlah serat yang diukur diambil dari masingmasing bagian sebanyak 100 buah
(Sunyata, 2002).
Turunan
Dimensi Serat
Nilai
turunan dimensi sel serabut digunakan sebagai acuan untuk menentukan baik
tidaknya suatu jenis kayu sebagai bahan baku pulp kertas. Menurut Kasmudjo
(1994) nilai turunan tersebut antara lain bilangan Runkell (Runkell ratio),
bilangan Mulsteph (Muhlsteph ratio), daya tenun (felting power),
koefisien kekakuan (coefficient of rigidity) dan nilai fleksibilitas (coefficient
of flexibility). Dimensi serat dan turunannya merupakan salah satu sifat
penting kayu yang dapat digunakan untuk menduga sifat-sifat pulp yang
dihasilkan. Bilangan Runkle adalah ratio antara dua kali tebal dinding
serat dengan diameter lumen. Serat dengan bilangan Runkle kurang atau
sama dengan satu sangat baik digunakan sebagai bahan baku pembuatan pulp. Serat
dengan bilangan Runkle kecil berarti serat ini mempunyai dinding sel
tipis, diameter lumen lebar, mudah memipih dan pembentukan lembaran pulp
mempunyai kekuatan tarik dan kekuatan jebol yang tinggi.
Sebaliknya
serat dengan bilangan Runkle tinggi berarti serat tersebut berdinding
sel tebal dan berdiameter kecil serta akan mempertahankan bentuk pipa waktu
digiling sehingga menghasilkan lembaran pulp dengan kekuatan tarik dan kekuatan
jebol yang rendah. Runkle yang paling rendah. Muhlsteph ratio serat
yang diperoleh dari ketiga provenan berkisar antara 49.55~50.62 dengan nilai
rata rata 50, maka serat dari ketiga provenan ini termasuk serat dengan kelas
mutu II dengan nilai Muhlsteph ratio antara 30~60. Besarnya nilai Muhlsteph
ratio berpengaruh terhadap kerapatan lembaran pulp yang pada akhirnya
berpengaruh pula pada kekuatan pulp yang dihasilkan. Semakin kecil Muhlsteph
ratio maka kerapatan lembaran pulp yang dihasilkan akan semakin baik dengan
sifat kekuatan yang baik. Sebaliknya, Muhlsteph ratio yang tinggi akan
menghasilkan lembaran pulp dengan kerapatan rendah dan kekuatan yang rendah pula.
Flexibility
ratio adalah
perbandingan antara diameter lumen dengan diameter serat. Serat dengan flexibility
ratio tinggi berarti serat tersebut mempunyai tebal dinding yang tipis dan
mudah berubah bentuk. Kemampuan berubah bentuk ini menyebabkan persinggungan
antara permukaan serat lebih leluasa sehingga terjadi ikatan serat yang lebih
baik yang akan menghasilkan lembaran pulp dengan kekuatan baik. Coefficient
of rigidity (koefisien kekakuan) serat yang dihasilkan dari ketiga provenan
berkisar antara 0.142~0.147 dengan nilai rata-rata 0.145. Serat yang dihasilkan
dari ketiga provenan ini termasuk serat dengan kelas mutu II. Koefisien
kekakuan merupakan perbandingan antara tebal dinding serat dengan diameter
serat. Nilai koefisien kekakuan berbanding terbalik dengan sifat kekuatan tarik
kertas, artinya semakin tinggi koefisien kekakuan, maka semakin rendah kekuatan
tarik dari kertas yang bersangkutan, dan sebaliknya (Syafii dan siregar, 2006).
METODOLOGI
Waktu
dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Selasa, 10 Mei 2011, di
Laboratorium Teknologi Hasil Hutan, Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian,
Medan.
Bahan
dan Alat
Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum
ini adalah kertas buku tulis, air, dan saframin (pewarna).
Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum
ini adalah tabung reaksi, pinset , gelas ukur, alat pemanas (hot plate), mikroskop cahaya,
kalkulator, kamera digital dan alat tulis.
Prosedur
- Disiapkan Alat dan bahan
2.
Disobek kertas buku tulis ukuran kecil panjang.
3.
Dimasukkan kedalam tabung reaksi, diisi air hingga
terendam dan ditutup dengan aluminium foil hingga rapat.
4.
Dimasak dengan alat lab selama 3 jam hingga mengalami
pemisahan serat baik dari kertas pulp Eucalyptus maupun kertas buku tulis.
5.
Dilakukan
pengukuran dimensi serat dengan mikroskop meliputi panjang serat, diameter
serat, panjang lumen dan diameter lumen.
Gambar 1. Penampang Serat
Ket : L : Panjang serat
d : Diameter serat
W : Tebal dinding sel, l : Diameter lumen
6.
Dibandingkan dimensi serat dari masing-masing bahan
baik pulp Eucalyptus maupun
kertas buku tulis.
7. Untuk mengetahui nilai turunan
serat kulit kayu yang diteliti yang terdiri dari Runkel ratio, Felting
power, Flexibility ratio, Coefficient of rigidity dan Muhlsteph
ratio digunakan rumus berdasarkan Rachman dan Siagian (1976)
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Hasil
Perbandingan diameter
dan panjang serat pada saat pengukuran :
• Serat pada buku tulis
Panjang serat (L) : 10
(kotak) x 10 (perbesaran) x 5 µ = 500 µ
Diameter serat (D): 2 x 40 (perbesaran) x 5 µ = 400 µ
Diameter lumen (l):
1 x 40 (perbesaran) x 5 µ = 200 µ
Tebal
dinding sel (W) : diameter serat – diameter lumen = 100 µ
2
- Bilangan Runkel: 2W = 2 (100 µ) = 1
l 200 µ
- Daya Tenun : L = 500 µ = 1.25
D 400 µ
- Bilangan Fleksibilitas:
l = 200 µ = 0,5
D 400 µ
- Koefisien kekakuan:
W =
100 µ = 0,25
D 400 µ
- Bilangan multiseph: D2-l 2 x 100% =
(400 µ)2–(200 µ) 2 x 100%
= 75 %
D2 (400 µ) 2
Nb
: Serat Pada Pulp Eucalyptus tergolong kelas III
•
Serat pulp Eukalyptus
Panjang serat (L) : 20
(kotak) x 10 (perbesaran) x 5 µ = 980 µ
Diameter serat (D): 2 x 40 (perbesaran) x 5 µ = 400 µ
Diameter lumen (l):
1 x 40 (perbesaran) x 5 µ = 200 µ
Tebal
dinding sel (W) : diameter serat – diameter lumen = 1 µ
2
- Bilangan Runkel: 2W = 2 (1 µ) =
0.01
l 200 µ
- Daya Tenun : L = 980 µ = 2.45
D 400 µ
- Bilangan Fleksibilitas:
l = 200 µ = 0,5
D 400 µ
- Koefisien kekakuan:
W =
1 µ = 0,25
D 400 µ
- Bilangan multiseph: D2-l 2 x 100% =
(400 µ)2–(200 µ) 2 x 100%
= 75 %
D2 (400 µ) 2
Nb
: Serat Pada Pulp Eucalyptus tergolong kelas I
Tabel 1. Kriteria Penilaian Serat Kayu
No.
Uraian
|
Kelas mutu
|
||||||
I
|
II
|
III
|
|||||
Syarat
|
Nilai
|
Syarat
|
Nilai
|
Syarat
|
Nilai
|
||
1
|
Panjang (mikron)
|
>2000
|
100
|
1000-2000
|
50
|
<1000
|
25
|
2
|
Nisbah runkel
|
<0,25
|
100
|
0,25-0,5
|
50
|
0,5-1
|
25
|
3
|
Daya tenun
|
>90
|
100
|
50-90
|
50
|
<50
|
25
|
4
|
Nilai multiseph
|
<30
|
100
|
30-60
|
50
|
60-80
|
25
|
5
|
Bilangan
fleksibilitas
|
>0,80
|
100
|
0,50-0,80
|
50
|
<0,50
|
25
|
6
|
Koefisien
kekakuan
|
<0,10
|
100
|
0,10-0,15
|
50
|
>0,15
|
25
|
Pembahasan
Pada percobaan ini dilakukan pemasakan pada serat kertas buku tulis dan
pulp Eucalyptus. Pulp dimasak dengan
air di dalam gelas ukur, hal ini dilakukan agar serat pulp terpisah dan melunak
sehingga mudah dalam pengamatannya. Perlakuan pemasakan serat kertas pada buku
tulis juga bermaksud agar serat pada kertas buku tulis yang keras bisa lunak
sehingga mudah dipisahkan seratnya dan bisa diamati bagian-bagian dalam serat. Pengukuran
serat dilakukan dengan menggunakan mikroskop elektrik yang perbesarannya 10x
untuk panjang serat dan perbesaran 40x untuk diameter serat.
Setelah itu, dilihat
tabel kriteria penilaian serat kayu untuk serat kertas buku tulis dari
masing-masing aspek terlihat bahwa serat kertas buku tulis termasuk mutu kelas
III. Dari panjang serat sebesar 500 µ, bilangan runkel sebesar 1, daya tenun
sebesar 1.25, bilangan fleksbilitas sebesar 0.5, koefisien kekakuan sebesar
0.25, dan bilangan multiseph sebesar 75%. Nilai flexibility ratio serat yang dihasilkan dari
percobaan diatas berkisar antara 0.70~0.71 dengan nilai rata-rata 0.705.
Berdasarkan kriteria penilaian serat sebagai bahan baku kertas buku tulis, serat
yang dihasilkan dari ketiga provenan tersebut termasuk ke dalam kelas mutu III
dengan nilai flexibility ratio 0.5~0.8.
Dari serat
daur ulang kertas yang diamati, dengan panjang serat yang bervariasi terdapat
kesamaan ukuran baik pada diameter serat maupun diameter lumen. Sel
serat dengan diamater kecil akan memberikan keuntungan yang besar jika
digunakan untuk bahan baku pulp dan kertas, karena semakin kecil ukuran sel
seratnya akan mudah dipipihkan (dibentuk) dalam proses pembuatannya, hal ini
sesuai dengan pernyataan Syafii dan siregar (2006), yang menyatakan bahwa Dimensi serat dan turunannya
merupakan salah satu sifat penting kayu yang dapat digunakan untuk menduga
sifat-sifat pulp yang dihasilkan.
Dan untuk serat pulp Eukalyptus dilihat dengan tabel kriteria
penilaian serat kayu, dari masing-masing aspek terlihat bahwa serat kertas
majalah termasuk mutu kelas I. hal ini terlihat dari panjang serat sebesar 980
µ, bilangan runkel sebesa 0.01, daya tenun sebesar 2.45, bilangan fleksbilitas
sebesar 0.5, koefisien kekakuan sebesar 0.25, dan bilangan multiseph sebesar
75%. Dari
pengamatan serat pulp yang diamati, dengan panjang serat yang bervariasi
terdapat kesamaan ukuran baik pada diameter serat maupun diameter lumen.
Dari analisis
perbandingan data dan pencocokan kriteria, serat pulp berasal dari kayu kelas
mutu I yang disinyalir merupakan kayu bermutu tinggi karena sesuai dengan
fakta, bahwa pulp ini diekspor sebagai bahan baku untuk dibentuk kembali
menjadi berbagai macam bentuk dan jenis kertas siap pakai. Sementara kertas
buku tulis disinyalir berasal dari kayu biasa atau merupakan hasil daur ulang
atau sisa pulp yang telah mengalami pencucian atau tindakan yakni proses
pencetakan dan lain hal yang bersangkutan dengan pembuatan buku tulis.
Jika dibandingkan serat pulp dengan serat buku tulis,
serat pulp lebih panjang dan diameternya lebih besar dan jumlahnya lebih
banyak. Diameter lumen pada pulp yang merupakan ruangan kosong dalam serat dan
berisi zat
- zat padat yang merupakan sisa - sisa protoplasma yang sudah kering, yang
komposisinya sebagian besar terdiri dari nitrogen lebih tebal dibandingkan
lumen pada kayu. Hal ini
menunjukkan bahwa kekuatan dan keawetan dari kayu yang telah dijadikan pulp
tersebut lebih tinggi jika dibandingkan serat buku kertas.
Dengan demikian jenis
dan dimensi dari sel, terutama serat secara umum digunakan sebagai sebagai
suatu standar dari pemanfaatan dan mutu barang. Tujuan dari riset ini adalah
untuk mengetahui struktur yang anatomis tentang kehadiran dari dimensi serat tidak
biasa seperti halnya kelas serat berkualitas. Menyangkut kayu yang lain dan
karakteristik serat, kekuatan dan sifat fisis dari lembar bubur kayu, kepadatan
kayu merupakan suatu hubungan yang tertentu ke ilmu bentuk kata serat. Serat
panjangnya digolongkan kategori yang pendek/singkat dengan garis tengah yang
besar. Serat lumina dan ketebalan dinding digolongkan untuk melembutkan dan
dinding sangat tebal berturut - turut. Mutu serat digolongkan ke kelas yang
ketiga.
KESIMPULAN
DAN SARAN
Kesimpulan
1. Pada setiap serat kertas daur ulang memiliki
karakteristik yang tidak sama, hal ini disebabkan kondisi pengaruh perlakuan
dan penggunaan zat kimia terhadap kertas daur ulang.
2. Serat
pada pulp Eucalyptus lebih besar dan panjang yakni 980 µ dibandingkan serat pada kertas buku tulis yakni 500 µ.
3. Untuk
mengetahui sifat dasar dan kualitas kayu dilakukan pengamatan melalui
pengukuran serat kayu, karena jumlah serat menunjukkan kekuatan dan keawetan
suatu kayu,
4. Dari aspek kimia (komponen selulosa,
lignin, ekstraktif)
maupun aspek dimensi serat (bilangan
Runkle, daya tenun, Muhlsteph ratio,
flexibility ratio, koefisien kekakuan), dari ketiga
provenan yang diuji, serat pulp Eucalyptus merupakan
mutu serat yang paling baik digunakan
sebagai bahan baku pulp.
5. Semakin kecil Muhlsteph ratio maka
kerapatan lembaran pulp yang dihasilkan akan semakin baik dengan sifat kekuatan
yang baik. Sebaliknya, Muhlsteph ratio yang tinggi akan menghasilkan
lembaran pulp dengan kerapatan rendah dan kekuatan yang rendah pula.
Saran
Pada saat pengukuran dilakukan dengan menggunakan
perbesaran 10x untuk panjang dan 40x untuk diameter dan teliti dalam mengukur
serat kayu sehingga hasil yang didapat lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Copriady, J, Miharty, dan Herdini. Senyawa Flavonoid dari Kulit Batang Rengas (Gluta
rengas Linn.). 2002. Jurnal
Natur Indonesia. Riau.
Heyne, K. 1997. Mengenal Sifat - Sifat Kayu Indonesia dan
Penggunaannya. Kanisius. Yogyakarta.
Frick, H. 1983. Ilmu kontruksi
Bangunan Kayu. Penerbit Kanisius. Jakarta.
Pika. 1995. Mengenal Sifat-Sifat Kayu Indonesia dan
Penggunaannya. Penerbit Kanisius. Jakarta.
Rahman, E. 2008. Analisis Jenis - Jenis Kayu
Potensial untuk Hutan Rakyat di Jawa Barat. http://puslitsosekhut.web.id/download.php?page=publikasi &sub=prociding&id=143 [24 November 2009]
Sastrohamidjojo, H. 1995. Kayu Kimia, Ultrastruktur,
Reaksi-Reaksi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Sintia. 2005. Klasifikasi mahoni. http://inyu.multiply.com/journal/item/5 [22
November 2009]
Soenardi. 1989. Kayu Sebagai Bahan Baku. Penerbit
Kanisius. Yogyakarta.
Stefford dan McMurdo. 1986.
Teknologi Kerja Kayu. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Syafii, W dan Siregar, I. 2006. Sifat
Kimia dan Dimensi Serat Kayu Mangium (Acacia mangium Willd.) dari Tiga
Provenans. Chemical
Properties and Fiber Dimension of Acacia mangium Willd. from Three Provenances. J. Tropical Wood Science &
Technology Vol.4. No. 1.
Sunyata.
2002. Struktur Kayu. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian (INTAN) Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar