H.O.R.A.S

Selamat Datang buat anda yang mengunjungi blog ini, Segala informasi dalam blog ini merupakan bantuan dari buku-buku, majalah, dan lain-lain
Semoga blog ini bermanfaat bagi anda ^^.


Jumat, 03 Agustus 2012

PERBANDINGAN PENGUKURAN SERAT KAYU PADA BUKU TULIS DAN PULP EUCALYPTUS



                                                                                                 

Dosen Pengasuh :
Luthfi Hakim, S. Hut, M. Si


Oleh :
KELOMPOK IV  / THH
                                 Rizki Rahmatullah                081203021
Lensi Mian Sinaga                081203024
                                 Friska Simatupang                081203043
                                 Septian P Arjuna                  081203046




PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2011



PENDAHULUAN
Latar Belakang
Industri pengolahan kayu di Indonesia memerlukan 41,2 juta m3 kayu sedangkan pasokan hanya 33,9 juta m3 dari nilai tersebut di atas khusus kebutuhan kayu untuk industri pulp adalah 11,8 juta m3 sedangkan pasokan hanya 6,9 juta m3 (Santosa, 1996). Sebagian terbesar kertas yang diproduksi saat ini berasal dari serat kayu. Oleh sebab itu dalam pengolahan kayu secara kimia, produk paling penting adalah pulp sebagai bahan dasar kertas (Fengel dan Wegener, 1995). Menurut Marsoem (1996) bahan yang menyusun kayu tidak tersebar seragam, setiap bahan cenderung terkonsentrasi pada satu bagian dari serat dibanding bagian lain. Prayitno (1995) menjelaskan variasi yang ada dapat dihubungkan dengan posisi radial dan aksial dari batang. Variabilitas dalam satu pohon biasanya berkaitan dengan perubahan yang disebabkan oleh dewasanya kambium serta modifikasi kegiatan kambium oleh pengaruh lingkungan.
Kayu merupakan produk organisme hidup, oleh karena itu kayu mempunyai sifat-sifat alami yang sangat unik dan setiap jenis kayu mempunyai penampilan yang karakteristik. Sifat-sifat kayu yang unik itu inherent dalam struktur anatomi sel-sel penyusunnya. Kayu tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia dan kebutuhannya akan selalu meningkat dari tahun ke tahun            (Rahman, 2008).
Pulp itu sendiri dapat diartikan sebagai suatu material/ bahan yang bersifat halus dan lembab yang terdiri dari bahan serat kayu. Tampilannya dapat berwujud benda setengah cair hingga setengah padat dan padat (tergantung seberapa banyak kandungan air/zat cair di dalamnya). Ketika berbentuk sebagai benda cair, pulp menyerupai "bubur". Oleh karena itu ada yang menyebutnya sebagai "bubur kayu". Pulp ini merupakan bahan baku utama untuk aneka jenis kertas dan plywoods serta produk turunan yang lainnya (Soenardi, 1989).
Lumen merupakan ruangan kosong didalam serat. Bentuk dan ukurannya bervariasi dari serat ke serat yang lain maupun sepanjang satu serat. Lumen berisi zat - zat padat yang merupakan sisa - sisa protoplasma yang sudah kering, yang komposisinya sebagian besar terdiri dari nitrogen. Dinding lumen lebih tahan terhadap pereaksi - pereaksi tertentu dibandingkan dengan dinding sekunder (Evalina, 2005).
Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisi dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif. Maserasi dapat dimodifikasi menjadi beberapa metode yaitu :
A. Digesti
                Digesti adalah cara maserasi dengan menggunakan pemanasan lemah, yaitu pada suhu 40-50oC. Cara maserasi ini hanya dapat dilakukan untuk simplisia yang zat aktifnya tahan terhadap pemanasan.
    B. Maserasi dengan mesin pengaduk
                Penggunaan mesin pengaduk berputar terus-menerus waktu proses maserasi dapat dipersingkat 6-24 jam.
    C. Remaserasi
                Cairan penyari dibagi 2 seluruh serbuk simplisia dimaserasi dengan cairan penyari pertama, sesudah dienap-tuangkan dan diperas, ampas dimaserasi lagi dengan cairan penyari yang kedua.
   D. Maserasi melingkar
Maserasi dapat diperbaiki dengan mengusahakan agar cairan penyari selalu bergerak dan menyebar. Dengan cara ini penyari selalu mengalir kembali secara berkesinambungan melalui serbuk simplisia dan melarutkan zat aktifnya (Copriady, dkk, 2001).

Tujuan
            Tujuan dalam praktikum ini adalah untuk mengetahui perbandingan panjang dan diameter serat kayu pada buku tulis dan pulp Eucalyptus.




TINJAUAN PUSTAKA

Sifat kayu dalam arah serat disebut arah longitudinal sangat berbeda dengan sifatnya dalam dua arah tegak lurus serat, yaitu tangensial dan radial. Sebagai contoh, rasio antara kuat tarik sejajar serat dan luat tarik tegak lurus serat untuk kayu Pinus dapat mencapai 40 : 1. Sifat material yang demikian disebut orthotropik. Karena kayu bersifat orthotropik maka pemetaan arah serat sangat diperlukan di dalam model prediksi kekuatan batang kayu.

Gambaran Umum Serat Kayu
Orientasi serat di dalam batang kayu dapat diproyeksikan ke tiga bidang yang saling tegak lurus, yaitu bidang lebar, bidang sempit, dan bidang penampang dari suatu batang kayu. Sudut serat permukaan (surface grain angle) adalah sudut antara 3 proyeksi arah serat pada permukaan lebar batang kayu dan arah longitudinal batang kayu tersebut.
Sillitonga et al., (1972) menyatakan bahwa panjang serabut (serat) bertambah secara cepat pada riap tumbuh kedua dan beberapa tumbuh berikutnya kemudian kadar pertambahan ini menurun sampai keadaan yang maksimum. Pola umum struktur kayu dari arah empulur ke kulit terjadi pada setiap ketinggian. Variasi yang terjadi pada arah aksial (arah tinggi pohon) ini meliputi susunan pori, panjang serabut dan sudut mikrofibril. Variasi yang terjadi pada arah aksial ini lebih banyak disebabkan oleh perbedaan riap tumbuh. Pertambahan riap tumbuh dapat terjadi dari setiap titik tumbuh sampai trtik maksimal di bawah tajuk terendah kemudian bertambah kecil kembali sampai ke pangkal pohon. Panjang sel bertambah besar dalam satu riap tumbuh mulai dari bagian pangkal sampai jarak tertentu dan setelah mencapai ukuran maksimum akan menurun lagi sampai ke puncak pohon (Sastrohamidjojo, 1995).

Alat Pengukur Serat
Sudut serat permukaan dapat diukur dengan menggunakan Metriguard 510 Grain Angle Scanner. Dengan alat ukur ini, sudut serat permukaan dapat diukur untuk setiap jarak 1/8 in. (3 mm). Prinsip dasar dari alat ukur ini adalah dengan mengukur kapasitansi elektrik pada titik-titik diskret dan mengkonversikannya menjadi sudut serat lokal (McDonald dan Bendtsen, 1988). Kedua permukaan lebar dari suatu batang kayu dipetakan arah seratnya dengan menggunakan alat ukur tersebut. Hasil pengukuran tersebut dimasukkan ke dalam model prediksi kekuatan untuk mendapatkan peta sudut serat pada tengah permukaan (midsurface) batang kayu. Contoh hasil pengukuran sudut serat dengan menggunakan alat ukur tersebut untuk batang kayu yang mempunyai mata kayu ditunjukkan di dalam Gambar 1. Peta sudut serat ini menjadi dasar dari pembentukan jaring elemen hingga pada model prediksi GASPP maupun GASPPMC.

Pengukuran Dimensi Serat
Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisi dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang diluar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan diluar sel dan didalam sel. Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, stirak, dan bahan sejenis yang mudah mengembang.    Faktor - faktor yang mempengaruhi maserasi adalah suhu dan lama ekstraksi serta jenis dan  jumlah  pelarut  yang  digunakan (Heyne, K, 1997).
Pengukuran diameter serat menggunakan mikroskop Proyektor dengan perbesaran 10 kali untuk pengukuran panjang serat dan pembesaran 40 kali untuk diameter serat dan diameter lumen. Sedangkan untuk tebal dinding serat diperoleh
dari perhitungan diameter serat dikurangi diameter lumen lalu dibagi dua. Hasil pengukuran dari alat ini dikonversikan ke dalam satuan mikron (μm), yaitu diameter serat, diameter lumen, dan tebal dinding serat sebesar 8.116 μm, sedangkan untuk panjang serat sebesar 2.034 μm. Dalam pengukuran dimensi serat, yaitu panjang serat, diameter serat, diameter lumen dan tebal dinding serat, dipilih serat yang utuh atau tidak patah, rusak terlipat, pecah, terpotong dan kerusakan lainnya. Jumlah serat yang diukur diambil dari masingmasing bagian sebanyak 100 buah (Sunyata, 2002).

Turunan Dimensi Serat
Nilai turunan dimensi sel serabut digunakan sebagai acuan untuk menentukan baik tidaknya suatu jenis kayu sebagai bahan baku pulp kertas. Menurut Kasmudjo (1994) nilai turunan tersebut antara lain bilangan Runkell (Runkell ratio), bilangan Mulsteph (Muhlsteph ratio), daya tenun (felting power), koefisien kekakuan (coefficient of rigidity) dan nilai fleksibilitas (coefficient of flexibility). Dimensi serat dan turunannya merupakan salah satu sifat penting kayu yang dapat digunakan untuk menduga sifat-sifat pulp yang dihasilkan. Bilangan Runkle adalah ratio antara dua kali tebal dinding serat dengan diameter lumen. Serat dengan bilangan Runkle kurang atau sama dengan satu sangat baik digunakan sebagai bahan baku pembuatan pulp. Serat dengan bilangan Runkle kecil berarti serat ini mempunyai dinding sel tipis, diameter lumen lebar, mudah memipih dan pembentukan lembaran pulp mempunyai kekuatan tarik dan kekuatan jebol yang tinggi.
Sebaliknya serat dengan bilangan Runkle tinggi berarti serat tersebut berdinding sel tebal dan berdiameter kecil serta akan mempertahankan bentuk pipa waktu digiling sehingga menghasilkan lembaran pulp dengan kekuatan tarik dan kekuatan jebol yang rendah. Runkle yang paling rendah. Muhlsteph ratio serat yang diperoleh dari ketiga provenan berkisar antara 49.55~50.62 dengan nilai rata rata 50, maka serat dari ketiga provenan ini termasuk serat dengan kelas mutu II dengan nilai Muhlsteph ratio antara 30~60. Besarnya nilai Muhlsteph ratio berpengaruh terhadap kerapatan lembaran pulp yang pada akhirnya berpengaruh pula pada kekuatan pulp yang dihasilkan. Semakin kecil Muhlsteph ratio maka kerapatan lembaran pulp yang dihasilkan akan semakin baik dengan sifat kekuatan yang baik. Sebaliknya, Muhlsteph ratio yang tinggi akan menghasilkan lembaran pulp dengan kerapatan rendah dan kekuatan yang rendah pula.
Flexibility ratio adalah perbandingan antara diameter lumen dengan diameter serat. Serat dengan flexibility ratio tinggi berarti serat tersebut mempunyai tebal dinding yang tipis dan mudah berubah bentuk. Kemampuan berubah bentuk ini menyebabkan persinggungan antara permukaan serat lebih leluasa sehingga terjadi ikatan serat yang lebih baik yang akan menghasilkan lembaran pulp dengan kekuatan baik. Coefficient of rigidity (koefisien kekakuan) serat yang dihasilkan dari ketiga provenan berkisar antara 0.142~0.147 dengan nilai rata-rata 0.145. Serat yang dihasilkan dari ketiga provenan ini termasuk serat dengan kelas mutu II. Koefisien kekakuan merupakan perbandingan antara tebal dinding serat dengan diameter serat. Nilai koefisien kekakuan berbanding terbalik dengan sifat kekuatan tarik kertas, artinya semakin tinggi koefisien kekakuan, maka semakin rendah kekuatan tarik dari kertas yang bersangkutan, dan sebaliknya (Syafii dan siregar, 2006).

METODOLOGI


Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Selasa, 10 Mei 2011, di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan, Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Medan.

Bahan dan Alat
Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah kertas buku tulis, air, dan saframin (pewarna).
Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah tabung reaksi, pinset , gelas ukur, alat pemanas (hot plate), mikroskop cahaya, kalkulator, kamera digital dan alat tulis.  

Prosedur
  1. Disiapkan Alat dan bahan
2.      Disobek kertas buku tulis ukuran kecil panjang.
3.      Dimasukkan kedalam tabung reaksi, diisi air hingga terendam dan ditutup dengan aluminium foil hingga rapat.
4.      Dimasak dengan alat lab selama 3 jam hingga mengalami pemisahan serat baik dari kertas pulp Eucalyptus maupun kertas buku tulis.
5.       Dilakukan pengukuran dimensi serat dengan mikroskop meliputi panjang serat, diameter serat, panjang lumen dan diameter lumen.
Gambar 1. Penampang Serat
Ket : L : Panjang serat
               d : Diameter serat
               W : Tebal dinding sel,     l : Diameter lumen
6.      Dibandingkan dimensi serat dari masing-masing bahan baik pulp Eucalyptus maupun kertas buku tulis.
7. Untuk mengetahui nilai turunan serat kulit kayu yang diteliti yang terdiri dari Runkel ratio, Felting power, Flexibility ratio, Coefficient of rigidity dan Muhlsteph ratio digunakan rumus berdasarkan Rachman dan Siagian (1976)



HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil
            Perbandingan diameter dan panjang serat pada saat pengukuran  :


• Serat pada buku tulis
Panjang serat (L) : 10 (kotak) x 10 (perbesaran)  x 5 µ = 500 µ
Diameter serat (D): 2 x 40 (perbesaran)  x 5 µ = 400 µ
Diameter lumen (l): 1 x 40 (perbesaran)  x 5 µ = 200 µ
Tebal dinding sel (W) : diameter serat – diameter lumen  = 100 µ
                                                              2

-  Bilangan Runkel:   2W  = 2 (100 µ)   =  1
           l           200 µ

-  Daya Tenun :   L  = 500 µ   = 1.25
 D       400 µ

-  Bilangan Fleksibilitas:  l   = 200 µ   = 0,5
   D      400 µ

-  Koefisien kekakuan:  W  =  100 µ  = 0,25
             D      400 µ

-  Bilangan multiseph: D2-l 2  x 100% = (400 µ)2–(200 µ) 2  x 100%  = 75 %
   D2                                (400 µ) 2

Nb : Serat Pada Pulp Eucalyptus tergolong kelas III

• Serat pulp Eukalyptus
Panjang serat (L) : 20 (kotak) x 10 (perbesaran) x 5 µ = 980 µ
Diameter serat (D): 2 x 40 (perbesaran) x 5 µ = 400 µ
Diameter lumen (l): 1 x 40 (perbesaran)  x 5 µ = 200 µ
Tebal dinding sel (W) : diameter serat – diameter lumen  = 1 µ
                                                              2

-  Bilangan Runkel:   2W  = 2 (1 µ)   =  0.01
           l           200 µ

-  Daya Tenun :   L  = 980 µ   = 2.45
 D       400 µ

-  Bilangan Fleksibilitas:  l   = 200 µ   = 0,5
   D      400 µ

-  Koefisien kekakuan:  W  =  1 µ  = 0,25
             D      400 µ

-  Bilangan multiseph: D2-l 2  x 100% = (400 µ)2–(200 µ) 2  x 100%  = 75 %
   D2                                (400 µ) 2

Nb : Serat Pada Pulp Eucalyptus tergolong kelas I

Tabel 1. Kriteria Penilaian Serat Kayu
No.
Uraian
Kelas mutu
I
II
III
Syarat
Nilai
Syarat
Nilai
Syarat
Nilai
1
Panjang (mikron)
>2000
100
1000-2000
50
<1000
25
2
Nisbah runkel
<0,25
100
0,25-0,5
50
0,5-1
25
3
Daya tenun
>90
100
50-90
50
<50
25
4
Nilai multiseph
<30
100
30-60
50
60-80
25
5
Bilangan fleksibilitas
>0,80
100
0,50-0,80
50
<0,50
25
6
Koefisien kekakuan
<0,10
100
0,10-0,15
50
>0,15
25

Pembahasan
Pada percobaan ini dilakukan pemasakan pada serat kertas buku tulis dan pulp Eucalyptus. Pulp dimasak dengan air di dalam gelas ukur, hal ini dilakukan agar serat pulp terpisah dan melunak sehingga mudah dalam pengamatannya. Perlakuan pemasakan serat kertas pada buku tulis juga bermaksud agar serat pada kertas buku tulis yang keras bisa lunak sehingga mudah dipisahkan seratnya dan bisa diamati bagian-bagian dalam serat. Pengukuran serat dilakukan dengan menggunakan mikroskop elektrik yang perbesarannya 10x untuk panjang serat dan perbesaran 40x untuk diameter serat. 
Setelah itu, dilihat tabel kriteria penilaian serat kayu untuk serat kertas buku tulis dari masing-masing aspek terlihat bahwa serat kertas buku tulis termasuk mutu kelas III. Dari panjang serat sebesar 500 µ, bilangan runkel sebesar 1, daya tenun sebesar 1.25, bilangan fleksbilitas sebesar 0.5, koefisien kekakuan sebesar 0.25, dan bilangan multiseph sebesar 75%. Nilai flexibility ratio serat yang dihasilkan dari percobaan diatas berkisar antara 0.70~0.71 dengan nilai rata-rata 0.705. Berdasarkan kriteria penilaian serat sebagai bahan baku kertas buku tulis, serat yang dihasilkan dari ketiga provenan tersebut termasuk ke dalam kelas mutu III dengan nilai flexibility ratio 0.5~0.8.
Dari serat daur ulang kertas yang diamati, dengan panjang serat yang bervariasi terdapat kesamaan ukuran baik pada diameter serat maupun diameter lumen. Sel serat dengan diamater kecil akan memberikan keuntungan yang besar jika digunakan untuk bahan baku pulp dan kertas, karena semakin kecil ukuran sel seratnya akan mudah dipipihkan (dibentuk) dalam proses pembuatannya, hal ini sesuai dengan pernyataan Syafii dan siregar (2006), yang menyatakan bahwa Dimensi serat dan turunannya merupakan salah satu sifat penting kayu yang dapat digunakan untuk menduga sifat-sifat pulp yang dihasilkan.
Dan untuk serat pulp Eukalyptus dilihat dengan tabel kriteria penilaian serat kayu, dari masing-masing aspek terlihat bahwa serat kertas majalah termasuk mutu kelas I. hal ini terlihat dari panjang serat sebesar 980 µ, bilangan runkel sebesa 0.01, daya tenun sebesar 2.45, bilangan fleksbilitas sebesar 0.5, koefisien kekakuan sebesar 0.25, dan bilangan multiseph sebesar 75%. Dari pengamatan serat pulp yang diamati, dengan panjang serat yang bervariasi terdapat kesamaan ukuran baik pada diameter serat maupun diameter lumen.
Dari analisis perbandingan data dan pencocokan kriteria, serat pulp berasal dari kayu kelas mutu I yang disinyalir merupakan kayu bermutu tinggi karena sesuai dengan fakta, bahwa pulp ini diekspor sebagai bahan baku untuk dibentuk kembali menjadi berbagai macam bentuk dan jenis kertas siap pakai. Sementara kertas buku tulis disinyalir berasal dari kayu biasa atau merupakan hasil daur ulang atau sisa pulp yang telah mengalami pencucian atau tindakan yakni proses pencetakan dan lain hal yang bersangkutan dengan pembuatan buku tulis.
Jika dibandingkan serat pulp dengan serat buku tulis, serat pulp lebih panjang dan diameternya lebih besar dan jumlahnya lebih banyak. Diameter lumen pada pulp yang merupakan ruangan kosong dalam serat dan berisi zat - zat padat yang merupakan sisa - sisa protoplasma yang sudah kering, yang komposisinya sebagian besar terdiri dari nitrogen lebih tebal dibandingkan lumen pada kayu. Hal ini menunjukkan bahwa kekuatan dan keawetan dari kayu yang telah dijadikan pulp tersebut lebih tinggi jika dibandingkan serat buku kertas.
Dengan demikian jenis dan dimensi dari sel, terutama serat secara umum digunakan sebagai sebagai suatu standar dari pemanfaatan dan mutu barang. Tujuan dari riset ini adalah untuk mengetahui struktur yang anatomis tentang kehadiran dari dimensi serat tidak biasa seperti halnya kelas serat berkualitas. Menyangkut kayu yang lain dan karakteristik serat, kekuatan dan sifat fisis dari lembar bubur kayu, kepadatan kayu merupakan suatu hubungan yang tertentu ke ilmu bentuk kata serat. Serat panjangnya digolongkan kategori yang pendek/singkat dengan garis tengah yang besar. Serat lumina dan ketebalan dinding digolongkan untuk melembutkan dan dinding sangat tebal berturut - turut. Mutu serat digolongkan ke kelas yang ketiga.


KESIMPULAN DAN SARAN



Kesimpulan
1. Pada setiap serat kertas daur ulang memiliki karakteristik yang tidak sama, hal ini disebabkan kondisi pengaruh perlakuan dan penggunaan zat kimia terhadap kertas daur ulang.
2. Serat pada pulp Eucalyptus lebih besar dan panjang yakni 980 µ dibandingkan serat pada kertas buku tulis yakni 500 µ.
3. Untuk mengetahui sifat dasar dan kualitas kayu dilakukan pengamatan melalui pengukuran serat kayu, karena jumlah serat menunjukkan kekuatan dan keawetan suatu kayu,
4. Dari aspek kimia (komponen selulosa, lignin, ekstraktif) maupun aspek dimensi serat (bilangan Runkle, daya tenun, Muhlsteph ratio, flexibility ratio, koefisien kekakuan), dari ketiga provenan yang diuji, serat pulp Eucalyptus merupakan mutu serat yang paling baik digunakan sebagai bahan baku pulp.
5. Semakin kecil Muhlsteph ratio maka kerapatan lembaran pulp yang dihasilkan akan semakin baik dengan sifat kekuatan yang baik. Sebaliknya, Muhlsteph ratio yang tinggi akan menghasilkan lembaran pulp dengan kerapatan rendah dan kekuatan yang rendah pula.

Saran
            Pada saat pengukuran dilakukan dengan menggunakan perbesaran 10x untuk panjang dan 40x untuk diameter dan teliti dalam mengukur serat kayu sehingga hasil yang didapat lebih akurat.











DAFTAR PUSTAKA


Copriady, J, Miharty, dan Herdini. Senyawa Flavonoid dari Kulit Batang Rengas (Gluta rengas Linn.). 2002. Jurnal Natur Indonesia. Riau.

Heyne, K. 1997. Mengenal Sifat - Sifat Kayu Indonesia dan Penggunaannya. Kanisius. Yogyakarta.


Frick, H. 1983. Ilmu kontruksi Bangunan Kayu. Penerbit Kanisius. Jakarta.

Pika. 1995. Mengenal Sifat-Sifat Kayu Indonesia dan Penggunaannya. Penerbit Kanisius. Jakarta.

Rahman, E. 2008. Analisis Jenis - Jenis Kayu Potensial untuk Hutan Rakyat di Jawa Barat. http://puslitsosekhut.web.id/download.php?page=publikasi &sub=prociding&id=143 [24 November 2009]

Sastrohamidjojo, H. 1995. Kayu Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-Reaksi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Sintia. 2005. Klasifikasi mahoni. http://inyu.multiply.com/journal/item/5 [22 November 2009]

Soenardi. 1989. Kayu Sebagai Bahan Baku. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Stefford dan McMurdo. 1986. Teknologi Kerja Kayu. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Syafii, W dan Siregar, I. 2006. Sifat Kimia dan Dimensi Serat Kayu Mangium (Acacia mangium Willd.) dari Tiga Provenans. Chemical Properties and Fiber Dimension of Acacia mangium Willd. from Three Provenances. J. Tropical Wood Science & Technology Vol.4. No. 1.

Sunyata. 2002. Struktur Kayu. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian (INTAN) Yogyakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar