PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Kayu tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
manusia dan kebutuhannya akan selalu meningkat dari tahun ke tahun. Dengan
demikian maka penyediaannya harus sejalan agar tidak terjadi kekurangan bahan
baku. Penyediaan kayu dari hutan alam relatif sukar untuk ditaksir, sementara
penyediaan dari hutan tanaman lebih mudah, upaya melalui pembuatan hutan
tanaman industri merupakan langkah yang positif. Didalam kebijaksanaan
peningkatan pengolahan hasil hutan oleh industri kemampuan sumber daya hutan
dalam memenuhi kebutuhan bahan baku industri harus mendapatkan perhatian yang
lebih agar industri-indstri pengolahan kayu yang ada tetap berperan dimasa
mendatang (Maloney, dkk, 2007).
Dewasa ini industri perkayuan di
Indonesia semakin diminati oleh importir dari negara maju dan negara tetangga,
akan tetapi karakteristik kayu yang mereka kehendaki lebih spesifik,
diantaranya kadar air yang sesuai dengan iklim dan cuaca pada masing-masing
negara. Kadar air yang dikehendaki mencapai hingga dibawah 10 %. Keadaan
tersebut tidak dapat dicapai jika pengeringan dilakukan secara alamiah saja,
karena itu di perlukan pengeringan buatan.
Hal ini menunjukkan bahwa dalam
penggunaannya, kayu harus mempunyai spesifikasi tertentu untuk berbagai
keperluan. Jenis kayu dengan kualitas yang bagus dapat dimanfaatkan untuk bahan
bangunan maupun bahan dasar meubel. Kayu yang seperti ini haruslah mempunyai
karakteristik khusus agar bisa digunakan untuk menghasilkan produk yang
berkualitas baik .
Semen merupakan salah satu material anorganik
yang banyak dimanfaatkan karena sifat-sifatnya yang memiliki kestabilan tinggi
terhadap pengaruh fisis. Semen biasa digunakan sebagai bahan bangunan, selain
itu semen juga digunakan sebagai bahan campuran pembuatan beton. Seiring dengan
meningkatnya harga jual semen, dan daya beli masyarakat yang cenderung menurun.
Banyak masyarakat pedesaan yang menggunakan bahan campuran atau adukan untuk
bangunan berupa kapur. Dengan pemahaman harganya jauh lebih murah dibandingkan
semen, kapur semakin banyak digunakan oleh masyarakat.
Papan
semen merupakan salah satu produk komposit yang tidak menggunakan resin
sintesis sebagai perekatnya, namun menggunakan mineral anorganik sebagai
pengikatnya. Beberapa mineral yang digunakan antara laian semen, gypsum, magnesit dan magnesium
oksisulfat.
Setiap
jenis kayu mempunyai ciri tersendiri baik sifat kimia, fisik atau mekaniknya.
Mengenai komponen kimia kayu mempunyai arti yang penting karena dapat
mengetahui penggunaan suatu jenis kayu dan dapat digunakan untuk membedakan
sesuatu jenis kayu yang secara anatomis sukar sekali untuk dibedakan. Tidak
semua kayu atau material berlignoselulosa lain cocok digunakan sebagai bahan
baku papan semen (Sulastiningsih dan Paribotro, 2007).
Pengukuran
hidrasi merupakan cara yang paling praktis untuk mengetahui kesesuaian bahan baku
(kayu) yang akan dibuat menjadi papan semen. Suhu hidrasi merupakan suhu yang
terjadi akibat reaksi eksotermik antara semen dengan air. Semakintinggi suhu
hidrasi maka bahan baku tersebut semakin baik bahan tersebut digunakan sebagai
bahan baku papan semen (Tsivilis, 2003).
Tujuan
Adapun
tujuan praktikum yang berjudul Pengukuran Suhu Hidrasi Dalam Pembuatan Papan
Semen adalah :
1. Mendeterminasi
suhu dan waktu hidrasi
2. Membuat
grafik suhu hidrasi berdasarkan periode waktu 24 jam
3. Menganalisis
kesesuaian kayu sebagai bahan baku papan semen
4. Menganalisis
pengaruh perlakuan pendahuluan terhadap suhu hidrasi
TINJAUAN
PUSTAKA
Sejak ada kebijaksanaan larangan ekspor
log tahun 1985 industri kayu di Indonesia sangat berkembang yang mencapai
puncaknya tahun 1989-1990. Ditambah lagi dengan kebijaksanaan larangan eksport
kayu gergajian yang pernah diterapkan beberapa tahun kemudian telah memaksa
industri perkayuan kita untuk mampu mengolah bahan baku kayu menjadi produk
jadi atau setengah jadi yang bermutu dan mampu bersaing di pasaran
internasional (Endratma, 2008).
Papan semen
adalah papan tiruan yang menggunakan semen sebagai perekatnya sedangkan bahan
bakunya dapat berupa partikel kayu atau partikel bahan berlignoselulosa
lainnya. Seperti halnya dengan papan partikel maka bentuk partikel untuk papan
semen antara lain dapat berupa selumbar (flake),
serutan (shaving), untai (strand), suban (splinter) atau wol kayu (excelsior).
Papan semen mempunyai sifat yang lebih baik dibanding papan partikel yaitu
lebih tahan terhadap jamur, tahan air dan tahan api (Maloney dkk, 2007).
Papan semen juga
lebih tahan terhadap serangan rayap tanah dibanding bahan baku kayunya. Dengan
demikian papan semen merupakan salah satu bahan bangunan yang tahan lama dalam
penggunaannya sehingga biaya pemeliharaan rumah yang terbuat dari papan semen
akan lebih murah. Di samping itu, industri papan semen dapat memanfaatkan kayu
dengan ukuran yang kecil seperti limbah industri kayu, limbah eksploitasi, kayu
hasil penjarangan dan kayu diameter kecil walau dari hutan tanaman sehingga
pemanfaatan kayu dapat ditingkatkan. Industri papan semen sudah lama dikenal di
Indonesia, tetapi perkembangannya lambat. Papan semen di samping memiliki
kelebihan juga memiliki kelemahan dibanding papan tiruan lainnya antara lain
adalah berat dan penggunaannya lebih terbatas (Sulastiningsih dan Paribotro,
2007).
Dalam penggunaannya, kayu yang telah
kering dapat berubah dimensinya yang disebabkan oleh perubahan KA karena
perubahan kelembaban udara dan temperatur. Perubahan dimensi, terutama susut
dapat mengganggu fungsi dan keragaan dari produk yang dibuat dari kayu.
Perubahan dimensi berupa susut atau kembang tergantung atau dipengaruhi
terutama oleh perubahan KA. Secara umum dipercayai bahwa susut volume yang
terjadi setara dengan volume air yang keluar dari dinding sel (Skaar 1972).
Dengan demikian makin tinggi Berat Jenis (BJ) kayu semakin besar susut yang
terjadi untuk suatu perubahan KA. Susut juga dipengaruhi oleh temperatur yang
digunakan dalam pengeringan (Coto, 2004).
Kadar air kayu adalah banyaknya air yang terdapat di dalam kayu atau produk
kayu biasanya dinyatakan secara kuantitatif dalam persen (%) terhadap berat
kayu bebas air atau berat kering tanur (BKT), namun dapat juga dipakai satuan
terhadap berat basahnya. Rincian metode kering tanur ini diterangkan di dalam
standar ASTM (American Society for
Testing and Materials) D 2016. Apabila menggunakan metode kering tanur,
kadar air dapat dihitung sebagai berikut :
%KA={(berat dengan air – BKT) / BKT}x 100
Berat kering tanur dijadikan sebagai dasar karena berat kering tanur
merupakan indikasi dari jumlah substansi/bahan solid yang ada. Salah satu cara
yang paling lazim untuk menentukan kadar air adalah dengan menimbang contoh uji
basah dan mengeringkannya dalam tanur pada 103 ± 2oC untuk mengeluarkan semua
air, kemudian menimbangnya kembali (Trisnusatriadi,
2009).
Papan semen
memerlukan waktu yang lama untuk benar-benar mengeras sebelum mencapai kekuatan
yang cukup. Kelemahan lainnya adalah tidak semua jenis kayu atau bahan
berlignoselulosa dapat digunakan sebagai bahan baku papan semen karena adanya
zat ekstraktif seperti gula, tanin dan minyak yang dapat mengganggu pengerasan
semen dengan bahan baku tersebut. Berdasarkan kesesuaian jenis kayu sebagai
bahan papan semen dikenal tiga macam mutu yaitu baik, sedang dan jelek.
Pengujiannya dilakukan berdasarkan uji hidrasi, yaitu mengukur suhu maksimum
yang terjadi pada saat reaksi antara semen, kayu dan air. Bila suhu maksimum
lebih dari 41°C termasuk baik, 36°C–41°C termasuk sedang dan kurang dari 36°C
termasuk jelek (PPI Standarisasi, 2008).
Faktor-faktor
yang mempengaruhi sifit fisis dan mekanis pada papan semen ini antara lain :
1. Semen.
Semen bersifat kuat dan keras apalagi jika terkena air. Makin banyak kandungan
semen dalam suatu bahan maka akan semakin kuat bahan tersebut.
2. Air.
Air berfungsi sebagai media pencampur bahan-bahan. Pemberian
air harus secukupnya karena bila kebanyakan akan encer sedangkan jika
terlalu sedikit akan menyebabkan ketidakhomogenan.
3. Jenis
kayu yang digunakan. (Moelemi dan Pfister, 1987).
Kayu merupakan hasil hutan yang mudah diproses untuk dijadikan barang
sesuai dengan kemajuan teknologi. Kayu memiliki beberapa sifat yang tidak
dapat ditiru oleh bahan-bahan lain. Pemilihan dan penggunaan kayu untuk
suatu tujuan pemakaian, memerlukan pengetahuan tentang sifat-sifat kayu.
Sifat-sifat ini penting sekali dalam industri pengolahan kayu sebab dari
pengetahuan sifat tersebut tidak saja dapat dipilih jenis kayu yang tepat serta
macam penggunaan yang memungkinkan, akan tetapi juga dapat dipilih kemungkinan
penggantian oleh jenis kayu lainnya apabila jenis yang bersangkutan sulit
didapat secara kontinyu atau terlalu mahal. Kayu berasal dari berbagai jenis
pohon yang memiliki sifat-sifat yang berbeda-beda. Bahkan dalam satu
pohon, kayu mempunyai sifat yang berbeda-beda (Damanik, 2005).
METODOLOGI PRAKTIKUM
Tempat dan Waktu
Praktikum
Teknologi Serat dan Komposit yang berjudul “Pengukuran Suhu Hidrasi Pada Serbuk
Kayu Kempas (Compassia Sp) Tanpa
Perlakuan Dalam Pembuatan Papan Semen” dilaksanakan pada hari Senin, 14
Februari 2011 pukul 14.00 WIB sampai dengan selesai. Praktikum ini dilaksanakan
di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan, Departemen Kehutanan, Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Alat
dan Bahan
Alat
yang digunakan dalam praktikum ini adalah termos , timbangan, oven, tabung reaksi, termometer,
stopwatch/jam, ember, gelas air mineral, pengaduk, kamera, dan alat tulis.
Bahan
yang digunakan dalam praktikum ini adalah serbuk kayu kempas, semen portland, minyak goreng, Air.
Prosedur Kerja
Prosedur dalam praktikum ini adalah :
1. Tiap kelas dibagi menjadi enam
kelompok yaitu kelompok 1, 2, 3, 4,5, 6. Tiap 2 kelompok menyiapkan bahan
serbuk kayu yang sama, misalnya kelompok 1 dan 4 menyiapkan serbuk kayu mahoni,
kelompok 2 dan 5 menyiapkan serbuk kayu meranti, dan kelompok 3 dan 6
menyiapkan serbuk kayu sengon.
2. Tiap 2 kelompok menyiapkan lebih
kurang 200 gr serbuk kayu ( dari jenis kayu yang sama ), jadi tiap kelompok
mendapat lebih kurang 100 gr serbuk kayu.
3. Kelompok ganjil (1, 3, 5) : serbuk
kayu tanpa perlakuan pendahuluan.
4. Kelompok genap (2, 4, 6) : serbuk
kayu dengan perlakuan pendahuluan, yaitu merendam serbuk kayu dalam air selama
24 jam.
5. Serbuk kayu dikeringkan dalam oven
pada suhu 80 0C selama 24 jam.
6. Penentunan kadar air serbuk kayu :
a. Timbang serbuk kayu sebanyak 5 gr
(BA).
b. Keringkan dalam oven pada suhu 103 ±
2 0C selama 24 jam.
c. Timbang serbuk kayu tersebut.
Penimbangan dan pengeringan dilakukan sampai beratnya konstan (BKO).
d. KA serbuk kayu (%) = BA-BKO / BKO x
100%
7. Pengukuran suhu hidrasi
a. Timbang bahan baku serbuk kayu 20 gr,
semen 200 gr dan air 100 gr.
b. Masukkan semen, air dan serbuk kayu
tersebut ke dalam gelas dan aduk hingga rata.
c. Kedalam adukan tersebut dimasukkan
tabung reaksi yang sudah diisi minyak goreng
d. Gelas berisi adonan dan tabung reaksi
dimasukkan ke dalam termos
e. Termometer dimasukkan melalui tutup
termos, hingga ujung termometer tercelup ke dalam minyak goreng.
f. Termos ditutup sampai benar-benar
rapat.
g. Catat jam dan suhu hidrasinya
Tabel 1. Contoh
pengukuran jam dan suhu hidrasi
Jam
|
Suhu hidrasi (0C)
|
Keterangan
|
06.00
|
28
|
Awal pengukuran
|
07.00
|
29
|
...
|
Dst
|
...
|
...
|
h. Dokumentasikan gambar setiap tahapan
kegiatan untuk dilampirkan pada laporan
i. Laporan dibuat satu buah untuk setiap
kelompok sesuai dengan format laporan.
j. Data laporan merupakan data praktikum
setiap pasangan kelompok.
k. Laporan dikumpulkan 2 minggu dari
sekarang sebagai syarat mengikuti ujian praktikum suhu hidrasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Dalam pengukuran suhu hidrasi serbuk
kayu kempas pada kelompok 2 (perlakuan direndam) dan kelompok 5 (tanpa
perlakuan) diperoleh datanya berbeda pada setiap jam. Data yang diperoleh dapat
dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1. Kadar Air Serbuk kayu kempas
kelompok 2 dan 5
Kelompok
|
Perlakuan
|
Kadar Air (%)
|
Suhu Maksimum
(0C)
|
Suhu Minimum (0C)
|
II
|
Rendam
|
21.95
|
33
|
30
|
V
|
Tidak direndam
|
16.28
|
32
|
27.5
|
Adapun gambar grafik hasil pengukuran
yang diperoleh dari praktikum ini adalah :
Pembahasan
Berdasarkan
hasil yang telah diperoleh dapat dilihat bahwa suhu hidrasi maksimum pada papan
komposit berbahan kayu Kempas ( Compassia
Sp) pada kelompok 5 dan 2
berbeda. Pada kelompok 5 suhu hidrasi maksimum yaitu 32 0C pada jam
ke 23 dan 24. Sementara pada kelompok 2 dimana adanya perlakuan pendahuluan,
suhu maksimum adalah 33 0C. Hal ini berarti suhu hidrasi papan semen
yang diberikan perlakuan pendahuluan memiliki suhu hidrasi jelek juga namun
nilainya lebih tinggi dari pada tanpa diberi perlakuan. Hal ini berarti bahwa
suhu hidrasi pada kayu kempas tergolong buruk. Karena berdasarkan Moslemi dan
Pfister (1987) bila suhu maksimum lebih dari 41°C termasuk baik, 36°C – 41°C
termasuk sedang dan kurang dari 36°C termasuk jelek. Hal ini mungkin karena
adanya zat-zat pada kayu yang menghambat reaksi perekatan. Kelemahan lainnya
adalah tidak semua jenis kayu atau bahan berlignoselulosa dapat digunakan
sebagai bahan baku papan semen karena adanya zat ekstraktif seperti gula, tanin
dan minyak yang dapat mengganggu pengerasan semen dengan bahan baku tersebut.
Perbedaan lain
antara kelompok 2 dan 5 nilai minimum suhu hidrasi kelompok 5 adalah 27.5 0C
sedangkan kelompok 2 adalah 30 0C. Dalam pengukuran suhu hidrasi
yang dilakukan selama 24 jam yakni sekali satu jam, adonan harus diperiksa dan diukur suhunya
dengan menggunakan termometer. Dengan demikian pada saat pengukuran suhu
hidrasi, diperoleh data suhu papan semen tersebut turun naik hal ini disebabkan
karena pengaruh dari reaksi panas yang berasal dari campuran adonan (semen,
serbuk, dan air). Dengan demikian suhu dan perubahan waktu tidak mempengaruhi
naik turunnya suhu hidrasi pada adonan.
Papan semen memerlukan waktu yang lama untuk benar-benar mengeras
sebelum mencapai kekuatan yang cukup. Berdasarkan kesesuaian jenis kayu sebagai
bahan papan semen dikenal tiga macam mutu yaitu baik, sedang dan jelek.
Pengujiannya dilakukan berdasarkan uji hidrasi. Hal ini sesuai dengan
pernyataan PPI Standarisasi, (2008) yang
menyatakan bahwa suhu hidrasi merupakan suhu yang menunjukkan baik atau
buruknya kualitas papan semen tersebut.
Suhu
hidrasi paling tinggi terdapat pada serbuk kayu yang yang direndam (diberi
perlakuan). Hal ini dikarenakan apabila kayu direndam maka terdapat KA yang
tinggi dan mempengaruhi reaksi pemanasan yang terjadi pada adonan papan semen
tersebut. Pada adonan kelompok 5 serbuk kayu yang tidak direndam memiliki KA
yang rendah yakni 16.28% bila dibandingkan dengan KA kelompok 2 yakni sebesar
21.95 %. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kandungan kadar air pada
serbuk kayu dapat mempengaruhi suhu hidrasi.
KESIMPULAN
DAN SARAN
Kesimpulan
1. Grafik suhu hidrasi yang didapatkan mempunyai suhu yang
tetap, naik dan turun.
2. Pengukuran
suhu hidrasi maksimum diperoleh pada saat pengukuran ke-1 yakni sebesar 32 0C.
3. Kadar
air serbuk kayu kempas tanpa perlakuan yakni serbuk kayu hanya dioven selama 24
jam diperoleh sebesar 16.28 %
4. Kayu
Kempas (Compassia Sp) tidak cocok untuk dijadikan papan
semen karena suhu hidrasinya jelek yaitu kurang dari 36 0C
5. Keadaan
suhu hidrasi yang naik turun menandakan bahwa adonan tersebut bereaksi sehingga
tidak ada hubungan antara waktu dan suhu.
Saran
Dalam
praktikum pembuatan papan semen, bahan adonan yang digunakan sebaiknya memiliki
perbandingan yang sesuai dan ditimbang dengan teliti sehingga sewaktu mencampur
tidak terlalu kebanyakan salah satu bahan kecuali bahan utama dan pengukuran
suhu hidrasi dilakukan dengan teratur.
LAMPIRAN
Tabel 2. Data Pengukuran Suhu Hidrasi
Dalam Pembuatan Adonan Papan Semen Serbuk Kayu Kempas Dengan Perlakuan
Jam (WIB)
|
Suhu (0C)
|
Keterangan Pengukuran
|
17.00
18.00
19.00
20.00
21.00
22.00
23.00
24.00
01.00
02.00
03.00
04.00
05.00
06.00
07.00
08.00
09.00
10.00
11.00
12.00
13.00
14.00
15.00
16.00
17.00
|
35
33
31
31.5
32
32
32
32
31.5
31.5
31.5
31.5
31
31
31
31
30.5
30.2
30
30
30
31
31
31
31
|
Awal
Pengukuran 1
Pengukuran 2
Pengukuran 3
Pengukuran
4
Pengukuran 5
Pengukuran
6
Pengukuran
7
Pengukuran
8
Pengukuran
9
Pengukuran
10
Pengukuran
11
Pengukuran
12
Pengukuran
13
Pengukuran
14
Pengukuran 15
Pengukuran
16
Pengukuran
17
Pengukuran
18
Pengukuran
19
Pengukuran
20
Pengukuran
21
Pengukuran
22
Pengukuran
23
Pengukuran
24
|
Berat Awal : 5 gr
Berat Akhir : 4.1 gr
KA =
Tabel 5. Data Pengukuran Suhu Hidrasi
Dalam Pembuatan Adonan Papan Semen Serbuk Kayu Kempas Tanpa Perlakuan
Jam (WIB)
|
Suhu (0C)
|
Keterangan Pengukuran
|
14.25
15.25
16.25
17.25
18.25
19.25
20.25
21.25
22.25
23.25
24.25
01.25
02.25
03.25
04.25
05.25
06.25
07.25
08.25
09.25
10.25
11.25
12.25
13.25
14.25
|
31
30
29.5
29
29
29
28.5
28.5
28
28
28
28
28
27.5
27.5
28
28
28
28.5
29.5
30.5
31
31.5
32
32
|
Awal
Pengukuran 1
Pengukuran 2
Pengukuran 3
Pengukuran
4
Pengukuran 5
Pengukuran
6
Pengukuran
7
Pengukuran
8
Pengukuran
9
Pengukuran
10
Pengukuran
11
Pengukuran
12
Pengukuran
13
Pengukuran
14
Pengukuran
15
Pengukuran
16
Pengukuran
17
Pengukuran
18
Pengukuran
19
Pengukuran
20
Pengukuran
21
Pengukuran
22
Pengukuran
23
Pengukuran
24
|
Berat Awal : 5 gr
Berat Akhir : 4.3 gr
KA =Ba-BB/BA X 100%
Tidak ada komentar:
Posting Komentar