H.O.R.A.S

Selamat Datang buat anda yang mengunjungi blog ini, Segala informasi dalam blog ini merupakan bantuan dari buku-buku, majalah, dan lain-lain
Semoga blog ini bermanfaat bagi anda ^^.


Rabu, 14 Agustus 2013

Petani Berdaulat



WISNU HERMAWAN
LANGKAH KECIL MENJADI PETANI BERDAULAT Oleh : Herlambang Jaluardi

       Pertukaran petani

  Bergabung bersama serikat petani, wisnu dapat kesempatan untuk ikut pelatihan pertanian di sejumlah kota. Namun pelatihan yang paling membanggakannya adalah ikut pertukaran petani ke Karnataka, Bangalore, India akhir tahun 2011. Dua pekan mengikuti program pertukaran petani itu membuat wisnu semakin fasih dengan pola pertanian alami. Ia makin memahami praktik pertanian alami minim biaya (zero budgeting agriculture). Model bertani tersebut mengandalkan bahan-bahan alami yang umum ditemui di sekitar lading, misalnya kotoran sapi dan kambing, untuk pupuk. 

  “kalau kehabisan bahan baku kompos, kami berkeliling mendatangi pemilik ternak, sampai ke kampong tetangga, untuk meminta kotoran ternak. Setelah terkumpul, baru diproses menjadi kompos disini,” katanya. Bahan itu dicampur dengan jerami dan dedauanan kering, ditumpuk selama 2 bulan, dan diaduk setiap 2 minggu sekali. Untuk menyuburkan padi, para petani mencampur papaya atau pisang dengan air cucian beras, lalu disemprotkan  ke bulir padi. Selain itu juga menanam pohon ki hujan (Samanea saman) di tepi kali cilandak yang bersebelahan dengan sawah sebagai tanam pagar. Pohon itu menghasilkan nitrogen untuk menyuburkan tanah.

   Pemakaian bahan alami itu membuat petani tak perlu bergantung pada mekanisme harga pupuk produksi pabrik. Itu adalah salah satu bentuk kedaulatan mereka. Wujud lain, petani menanam sayur-mayur dan buah-buahan di sekitar rumah dan sawah mereka. Masa tanam hingga panen dengan pola pertanian alami itu sedikit lebih lama dibandingkan dengan cara bertani yang mengandalkan pupuk kimiawi. Padi misalnya, baru bisa dipanen setelah berusia 40 hari atau 10 hari lebih lama daripada biasanya. Tanaman palawija juga baru bisa dipanen lima hingga sepuluh hari lebih lama. 

   Pola pertanian yang ia ajarkan memicu kontroversi juga. Banyak petani yang seolah sudah “dimanjakan” produk pabrik. Mereka seperti enggan kembali ke cara bertani kuno. Dari sekitar 380 hektar yang ditanami, memang baru sekitar 1,8 hektar yang menerapkan pola pertanian alami. Namun ada selalu langkah kecil sebelum berlari. Langkah itu sudah dimulai oleh wisnu dan kawan-kawan di kampung Lio. Pertengahan mei lalu, organisasi petani Internasional La Via Campesina menghargai langkah itu dengan membawa seratusan petani dari seluruh dunia ke kampung Lio, Sukabumi.

Sumber : Koran Kompas edisi 26 Juli 2013

5 komentar:

  1. Pola pertanian yang ia ajarkan memicu kontroversi juga. Banyak petani yang seolah sudah “dimanjakan” produk pabrik.

    BalasHapus
  2. Dari sekitar 380 hektar yang ditanami, memang baru sekitar 1,8 hektar yang menerapkan pola pertanian alami.

    BalasHapus
  3. Memahami praktik pertanian alami minim biaya (zero budgeting agriculture).

    BalasHapus
    Balasan
    1. Model bertani tersebut mengandalkan bahan-bahan alami yang umum ditemui di sekitar lading, misalnya kotoran sapi dan kambing, untuk pupuk.

      Hapus
  4. pohon ki hujan (Samanea saman)

    BalasHapus