WISNU
HERMAWAN
LANGKAH
KECIL MENJADI PETANI BERDAULAT Oleh : Herlambang Jaluardi
Pertukaran petani
Bergabung
bersama serikat petani, wisnu dapat kesempatan untuk ikut pelatihan pertanian
di sejumlah kota. Namun pelatihan yang paling membanggakannya adalah ikut
pertukaran petani ke Karnataka, Bangalore, India akhir tahun 2011. Dua pekan mengikuti
program pertukaran petani itu membuat wisnu semakin fasih dengan pola pertanian
alami. Ia makin memahami praktik pertanian alami minim biaya (zero budgeting
agriculture). Model bertani tersebut mengandalkan bahan-bahan alami yang umum
ditemui di sekitar lading, misalnya kotoran sapi dan kambing, untuk pupuk.
“kalau
kehabisan bahan baku kompos, kami berkeliling mendatangi pemilik ternak, sampai
ke kampong tetangga, untuk meminta kotoran ternak. Setelah terkumpul, baru
diproses menjadi kompos disini,” katanya. Bahan itu dicampur dengan jerami dan
dedauanan kering, ditumpuk selama 2 bulan, dan diaduk setiap 2 minggu sekali. Untuk
menyuburkan padi, para petani mencampur papaya atau pisang dengan air cucian
beras, lalu disemprotkan ke bulir padi. Selain
itu juga menanam pohon ki hujan (Samanea
saman) di tepi kali cilandak yang bersebelahan dengan sawah sebagai tanam
pagar. Pohon itu menghasilkan nitrogen untuk menyuburkan tanah.
Pemakaian
bahan alami itu membuat petani tak perlu bergantung pada mekanisme harga pupuk
produksi pabrik. Itu adalah salah satu bentuk kedaulatan mereka. Wujud lain,
petani menanam sayur-mayur dan buah-buahan di sekitar rumah dan sawah mereka. Masa
tanam hingga panen dengan pola pertanian alami itu sedikit lebih lama
dibandingkan dengan cara bertani yang mengandalkan pupuk kimiawi. Padi misalnya,
baru bisa dipanen setelah berusia 40 hari atau 10 hari lebih lama daripada
biasanya. Tanaman palawija juga baru bisa dipanen lima hingga sepuluh hari
lebih lama.
Pola
pertanian yang ia ajarkan memicu kontroversi juga. Banyak petani yang seolah
sudah “dimanjakan” produk pabrik. Mereka seperti enggan kembali ke cara bertani
kuno. Dari sekitar 380 hektar yang ditanami, memang baru sekitar 1,8 hektar
yang menerapkan pola pertanian alami. Namun ada selalu langkah kecil sebelum
berlari. Langkah itu sudah dimulai oleh wisnu dan kawan-kawan di kampung Lio. Pertengahan
mei lalu, organisasi petani Internasional La Via Campesina menghargai langkah
itu dengan membawa seratusan petani dari seluruh dunia ke kampung Lio,
Sukabumi.
Sumber : Koran Kompas edisi 26
Juli 2013
Pola pertanian yang ia ajarkan memicu kontroversi juga. Banyak petani yang seolah sudah “dimanjakan” produk pabrik.
BalasHapusDari sekitar 380 hektar yang ditanami, memang baru sekitar 1,8 hektar yang menerapkan pola pertanian alami.
BalasHapusMemahami praktik pertanian alami minim biaya (zero budgeting agriculture).
BalasHapusModel bertani tersebut mengandalkan bahan-bahan alami yang umum ditemui di sekitar lading, misalnya kotoran sapi dan kambing, untuk pupuk.
Hapuspohon ki hujan (Samanea saman)
BalasHapus