Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar Hutan
Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak
Bersama Ginting (sekertaris Desa Kuta Gugung) Desa Kuta Gugung terletak di
Kecamatan Namanteran, Kabupaten Karo. Desa ini memilki luas areal seluas 150 Ha
yang terbagi dalam 3 dusun yang berbatasan langsung dengan TWA Deleng Lancuk di
sebelah utara, hutan negara dan TWA Deleng Lancuk di sebelah barat, Desa Kuta
Rakyat di sebelah timur, dan Desa Sigarang-garang di sebelah selatan. Terdapat
210 kepala keluarga yang mendiami desa ini dengan status permanen. Mayoritas
peduduk desa ini adalah suku karo sebagai masyarakat asli serta dihuni juga
oleh masyarakat pendatang seperti suku nias dan suku jawa sebagai etnik
minoritasnya. Hunian dari segi agama juga terlihat signifikan dengan didominasi
oleh agama kristen katolik dengan fasilitas 5 rumah ibadah diantaranya gereja
GKPS, GBKP, dan GPDI serta agama islam dengan fasilitas rumah ibadah 1 masjid. Untuk
bidang pendidikan di desa ini tergolong memprihatinkan karena hanya 10% yang
tamat SMA dan kebanyakan tamat SMP sedangkan penduduk diatas usia 40 tahunan
mayoritas tidak menyelesaikan SMP atau hanya tamatan SD saja. Fasilitas
kesehatan juga mengalami nasib yang sama karena hanya tedapat balai pengobatan
dan poliklinik yang hanya ditangani oleh bidan.
Dari aspek hokum adapt di daerah ini
sudah tidak ada lagi. Seiring pemikiran yang semakin maju tentang hukum apabila
terdapat permasalahan langsung di selesaikan ke kantor kepala desa atau bahkan
tidak jarang di bawa langsung ke pihak yang berwajib misalnya polisi. Jadi
sudah tidak ada lagi penyelesaian masalah secara kekeluargaan ataupun hukum
adapt. Akan tetapi untuk pesta-pesta adapt ataupun tahunan seperti pernikahan,
upacara kematian, pesta panen warga masih kompak dan bergotong-royong untuk
melaksanakan hal-hal tersebut. Ada
juga organisasi seperti ikatan pemuda serta karang taruna yang ikut
berpartisipasi. Untuk larangan-larangan sudah di sesuaikan dengan etika yang
berlaku saja sesuai ketentuan kepercayaan agama masing-masing.
Mata pencarian penduduk desa adalah
petani atau jumlahnya 90% dari total penduduk desa, sedangkan 10% lainnya
terbagi atas kelompok pedagang, peternak, serta pegawai pemerintahan. Hasil
komoditi pertanian utamanya adalah cabai, tomat, kol, kentang, jeruk serta kopi.
Untuk cabai, tomat, kol, jeruk, dan kentang merupakan komoditas inti sedangkan
kopi merupakan komoditi sampingan. Khusus tanaman jeruk sudah mulai agak di
tinggalkan karena ketidaksesuaian dari segi ekonomi sehingga jeruk dipanen pada
saat harga di pasaran sedang tinggi. Karena kesesuaian dari kondisi tanah, hasil pertanian dinilai cukup untuk
memenuhi kebutuhan penduduk walaupun hanya sewajarnya saja. Tidak semua petani
di desa ini memiliki lahan sendiri, dari sebagian hasil wawancara, ada sebagian
kecil petani meggunakan sistem sewa lahan dengan menggunakan emas sebagai
jaminan di mukanya. Walaupun demilkian hasil pertanian masih dinilai cukup
untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Pertanian di desa ini cukup baik tidak
hanya dikarenakakan kondisi tanah dan iklim saja yang baik, akan tetapi tidak
adanya gangguan dari satwa liar juga sumber pasokan air yang memadai serta idak
sulinya mendapakan bibit ungggul dan
pupuk sehingga hasil panen menjadi lebih baik. Yang menjadi permasalahan utama
bagi petani daerah ini umumnya sama dengan permasalahan petani pada umumnya yaitu
serangan hama dan penyakit pada tanaman pertanian mereka karena sulitnya
didapatkan pestisida atau fungisida untuk menuntaskan serangan hama serta
kurangnya pemahaman serta pengetahuan petani tentang hal-hal tersebut
diakibatkan mungkin kurangnya penyuluhan ke daerah tersebut yang munkin
dikarenakan jarak desa yang cukup jauh dari pusat kota berastagi yaitu
kira-kira 30 Km. Status kepemilikan lahan yang kurang jelas karena lahan
merupakan warisan turun-temurun serta kurangnya modal dan lahan usaha. Untuk pemasararan
hasil pertanian, petani hanya cukup menungggu di desa karena para pengusaha yang
sebagian besar berasal dari Medan
serta berastagi akan datang setiap bulannya untuk mengambil hasil panennya.
Untuk hal penjualan hasil tidak mengalami banyak kendala karena masih terjadi
keseimbangan dari segi harga. Hal ini didukung oleh prasarana yang baik karena
sektor prasarana terutama jalan sudah bagus. Selain itu terjadi juga pertukaran
hasil panen dengan beras serta sumber protein.
Pembuatan Bedengan Tanaman |
Sektor
hutan tidak terlalu berpengaruh terhadap sektor kehidupan warga dikarenakan
warga belum memahami artikulasi sektor kehutananan bagi kehidupan. Sektor
kehutanan hanya dinilai sebagai sektor penyeimbang saja bagi alam agar desa
dapat terlindungi dari bencana alam. Sumber daya hutan hanya sebagai sumber
kayu bakar saja yang dimanfaatkan itupun dari pohon-pohon yang telah
tumbang. Selain itu tidak ada hasil lain yang dimanfaatkan baik hasil hutan kayu
maupun non kayu. Ada
berbagai tawaran dari dinas kehutanan untuk menanami lahan dengan tanaman kayu
akan tetapi perspektif dari masyarakat sendiri bahwa panen kayu membutuhkan
jangka waktu panen cukup lama, hal yang begitu berbeda signifikan dengan sektor
pertanian yang memiliki waktu panen yang cenderung cepat. Problematika ini
tampaknya akibat kurangnya pemahaman masyarakat tentang konservasi dan
pemanfaatan hutan secara lestari. Masyarakat belum memahami potensi hutan yang
dapat digali baik dari segi pangan maupun kebutuhan rumah tangga ataupun
dimanfaatkan untuk meningkatkan penghasilan, akan tetapi tetap menjaga
kelestariannya.
Akibat
kurangnya pemahaman masyarakat akan konsep tersebut maka kaitan masyarakat
terhadap hutan tak cukup erat dan tak ada hubungan timbal balik. Akan tetapi
rasa respek juga patut di berikan kepada masyarakat karena kesadaran mereka
untuk menjaga alam sekitar hutan agar tetap lestari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar