H.O.R.A.S

Selamat Datang buat anda yang mengunjungi blog ini, Segala informasi dalam blog ini merupakan bantuan dari buku-buku, majalah, dan lain-lain
Semoga blog ini bermanfaat bagi anda ^^.


Jumat, 09 Maret 2012

Agroforestri : Ekonomi


Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar Hutan
Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak Bersama Ginting (sekertaris Desa Kuta Gugung) Desa Kuta Gugung terletak di Kecamatan Namanteran, Kabupaten Karo. Desa ini memilki luas areal seluas 150 Ha yang terbagi dalam 3 dusun yang berbatasan langsung dengan TWA Deleng Lancuk di sebelah utara, hutan negara dan TWA Deleng Lancuk di sebelah barat, Desa Kuta Rakyat di sebelah timur, dan Desa Sigarang-garang di sebelah selatan. Terdapat 210 kepala keluarga yang mendiami desa ini dengan status permanen. Mayoritas peduduk desa ini adalah suku karo sebagai masyarakat asli serta dihuni juga oleh masyarakat pendatang seperti suku nias dan suku jawa sebagai etnik minoritasnya. Hunian dari segi agama juga terlihat signifikan dengan didominasi oleh agama kristen katolik dengan fasilitas 5 rumah ibadah diantaranya gereja GKPS, GBKP, dan GPDI serta agama islam dengan fasilitas rumah ibadah 1 masjid. Untuk bidang pendidikan di desa ini tergolong memprihatinkan karena hanya 10% yang tamat SMA dan kebanyakan tamat SMP sedangkan penduduk diatas usia 40 tahunan mayoritas tidak menyelesaikan SMP atau hanya tamatan SD saja. Fasilitas kesehatan juga mengalami nasib yang sama karena hanya tedapat balai pengobatan dan poliklinik yang hanya ditangani oleh bidan.
Dari aspek hokum adapt di daerah ini sudah tidak ada lagi. Seiring pemikiran yang semakin maju tentang hukum apabila terdapat permasalahan langsung di selesaikan ke kantor kepala desa atau bahkan tidak jarang di bawa langsung ke pihak yang berwajib misalnya polisi. Jadi sudah tidak ada lagi penyelesaian masalah secara kekeluargaan ataupun hukum adapt. Akan tetapi untuk pesta-pesta adapt ataupun tahunan seperti pernikahan, upacara kematian, pesta panen warga masih kompak dan bergotong-royong untuk melaksanakan hal-hal tersebut. Ada juga organisasi seperti ikatan pemuda serta karang taruna yang ikut berpartisipasi. Untuk larangan-larangan sudah di sesuaikan dengan etika yang berlaku saja sesuai ketentuan kepercayaan agama masing-masing.
Mata pencarian penduduk desa adalah petani atau jumlahnya 90% dari total penduduk desa, sedangkan 10% lainnya terbagi atas kelompok pedagang, peternak, serta pegawai pemerintahan. Hasil komoditi pertanian utamanya adalah cabai, tomat, kol, kentang, jeruk serta kopi. Untuk cabai, tomat, kol, jeruk, dan kentang merupakan komoditas inti sedangkan kopi merupakan komoditi sampingan. Khusus tanaman jeruk sudah mulai agak di tinggalkan karena ketidaksesuaian dari segi ekonomi sehingga jeruk dipanen pada saat harga di pasaran sedang tinggi. Karena kesesuaian dari kondisi  tanah, hasil pertanian dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan penduduk walaupun hanya sewajarnya saja. Tidak semua petani di desa ini memiliki lahan sendiri, dari sebagian hasil wawancara, ada sebagian kecil petani meggunakan sistem sewa lahan dengan menggunakan emas sebagai jaminan di mukanya. Walaupun demilkian hasil pertanian masih dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Pertanian di desa ini cukup baik tidak hanya dikarenakakan kondisi tanah dan iklim saja yang baik, akan tetapi tidak adanya gangguan dari satwa liar juga sumber pasokan air yang memadai serta idak sulinya mendapakan bibit  ungggul dan pupuk sehingga hasil panen menjadi lebih baik. Yang menjadi permasalahan utama bagi petani daerah ini umumnya sama dengan permasalahan petani pada umumnya yaitu serangan hama dan penyakit pada tanaman pertanian mereka karena sulitnya didapatkan pestisida atau fungisida untuk menuntaskan serangan hama serta kurangnya pemahaman serta pengetahuan petani tentang hal-hal tersebut diakibatkan mungkin kurangnya penyuluhan ke daerah tersebut yang munkin dikarenakan jarak desa yang cukup jauh dari pusat kota berastagi yaitu kira-kira 30 Km. Status kepemilikan lahan yang kurang jelas karena lahan merupakan warisan turun-temurun serta kurangnya modal dan lahan usaha. Untuk pemasararan hasil pertanian, petani hanya cukup menungggu di desa karena para pengusaha yang sebagian besar berasal dari Medan serta berastagi akan datang setiap bulannya untuk mengambil hasil panennya. Untuk hal penjualan hasil tidak mengalami banyak kendala karena masih terjadi keseimbangan dari segi harga. Hal ini didukung oleh prasarana yang baik karena sektor prasarana terutama jalan sudah bagus. Selain itu terjadi juga pertukaran hasil panen dengan beras serta sumber protein.
Pembuatan Bedengan Tanaman
Sektor hutan tidak terlalu berpengaruh terhadap sektor kehidupan warga dikarenakan warga belum memahami artikulasi sektor kehutananan bagi kehidupan. Sektor kehutanan hanya dinilai sebagai sektor penyeimbang saja bagi alam agar desa dapat terlindungi dari bencana alam. Sumber daya hutan hanya sebagai sumber kayu bakar saja yang dimanfaatkan itupun dari pohon-pohon yang telah tumbang. Selain itu tidak ada hasil lain yang dimanfaatkan baik hasil hutan kayu maupun non kayu. Ada berbagai tawaran dari dinas kehutanan untuk menanami lahan dengan tanaman kayu akan tetapi perspektif dari masyarakat sendiri bahwa panen kayu membutuhkan jangka waktu panen cukup lama, hal yang begitu berbeda signifikan dengan sektor pertanian yang memiliki waktu panen yang cenderung cepat. Problematika ini tampaknya akibat kurangnya pemahaman masyarakat tentang konservasi dan pemanfaatan hutan secara lestari. Masyarakat belum memahami potensi hutan yang dapat digali baik dari segi pangan maupun kebutuhan rumah tangga ataupun dimanfaatkan untuk meningkatkan penghasilan, akan tetapi tetap menjaga kelestariannya.
Akibat kurangnya pemahaman masyarakat akan konsep tersebut maka kaitan masyarakat terhadap hutan tak cukup erat dan tak ada hubungan timbal balik. Akan tetapi rasa respek juga patut di berikan kepada masyarakat karena kesadaran mereka untuk menjaga alam sekitar hutan agar tetap lestari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar