Pengenalan Lahan Gambut
Hutan gambut adalah jenis
hutan yang tumbuh pada suatu lapisan tebal yang terbuat dari bahan organik.
Lapisan bahan organik ini terdiri dari tumpukan bahan tumbuhan yang telah mati
seperti dedaunan, akar-akar, ranting, bahkan batang pohon lengkap, yang telah
terakumulasi selama ribuan tahun. Gambut tersebut membentuk media tumbuh yang
semakin terangkat setiap pergantian generasi tumbuhan, dan hal tersebut
menghasilkan lapisan tebal yang dapat mencapai ketebalan hingga lebih dari 20
meter. Lapisan tersebut hanya terbentuk dalam kondisi tertentu, karena bahan
tumbuhan yang mati dalam keadaan normal dengan cepat mengalami penguraian oleh
jamur, bakteri dan organisme lainnya. Namun dikarenakan sifat lahan gambut yang
sangat "anaerobic" dan memiliki keasaman tinggi, serta kurangnya
unsur hara, maka proses biodegradasi berkurang secara signifikan. Kondisi
lingkungan seperti itu terlalu ekstrim bagi proses penguraian untuk dapat
terjadi, sehingga terjadilah penumpukan tumbuhan mati tersebut dalam tanah.
Sehingga dengan demikian, hutan rawa gambut menjadi media penyimpanan karbon
dalam jumlah yang amat besar.
Gambar Canal di Gambut |
Jenis gambut dibedakan atas 3
(tiga) tingkat dekomposisi, yaitu fibrik
yang disebut eutropik atau gambut subur, hemik
yang disebut mesotropik atau gambut kurang subur, dan saprik yang disebut oligotropik atau tidak subur. Pohon-pohon yang
hidup di gambut antara lain Alstonia sp.,
Palaguium sp., Shorea sp., Gonystylus
sp., Dacrydium sp., dan Callophyllum sp. (Arif, 2001).
Berdasar ditemukannya di alam,
tanah gambut dibedakan menjadi gambut pantai dan gambut pedalaman, sedang
berdasar atas ketebalannya dibedakan menjadi gambut dangkal (kurang dari 100
cm), gambut sedang (100-300 cm) dan gambut dalam (lebih dari 300 cm). Menurut
klasifikasi tanah, tanah-tanah gambut dikenal dengan nama histosol. Histosol
didefenisikan sebagai tanah-tanah dengan kandungan bahan organik lebih dari
20-30% (12-18% C-organik) dalam ketebalan 40 cm atau lebih dari lapisan teratas
80 cm profil tanah.
Lahan gambut sangat sulit
untuk ditanami tanaman pangan karena banyak mengandung unsur logam seperti
magnesium, kalium dan kalsium yang terdapat di bawah tanah olah lebih kurang 50
cm. Lahan gambut yang diolah dengan cara menaikkan tanah bagian bawah akan
mengakibatkan unsur logam muncul di permukaan tanah olah dan tanaman mengalami
keracunan. Umumnya, ciri-ciri tanah yang mengandung logam berat adalah adanya
karat-karat pada lapisan tanah dan pada permukaan air terlihat warna karat
logam. Pencegahan awal untuk mengurangi kandungan logam berat adalah dengan
menggunakan pengairan berjalan yang mendorong hilangnya karat-karat tersebut
(Arif, 2001).
Pengubahan lahan gambut
menjadi lahan pertanian membutuhkan waktu yang sangat lama karena proses
pelapukan memerlukan bahan mikro dan makroorganisme. Apabila proses ini
berhasil, maka penanaman tanaman pangan tidak akan menjadi masalah, tetapi
keberhasilan tersebut tampaknya cukup banyak memerlukan anggaran pemerintah
yang sangat besar dengan teknologi yang serba canggih. Masalahnya adalah
pengaturan keberadaan air tanah sebagai bantuan proses pelapukan membutuhkan
ketelitian yang sangat rumit. Bila terjadi kesalahan, maka akan berakibat
berkurangnya air dan kering sehingga akan mematikan organisme tanah sebagai
dekomposer. Hal ini berarti berhentinya aktivitas proses dekomposisi dan bila
diberi air kembali sangat sulit mengaktifkan kembali organisme tanah tersebut
(Arif, 2001).
Proses akumulasi gambut sangat
dipengaruhi oleh perubahan kondisi abiotik seperti hidrologi dan iklim mikro.
Perubahan yang kecil saja dapat dengan mudah menyebabkan terjadinya oksidasi
gambut tersebut. Sehingga dapat menjadi gangguan yang cukup besar bagi lahan
gambut dan flora serta fauna yang ada di kawasan tersebut.
Perahu canal |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar