PENDAHULUAN
Latar Belakang
Potret udara
adalah hasil rekaman permukaan bumi pada suatu bidang material potret dari
suatu ketingian dengan menggunakan kamera dan bantuan sinar tampak/visible light yang mempunyai panjang gelombang
0,4 -0,7 mikrometer dan sinar inframerah
dekat yang mempunyai panjang gelombang antara 0,7 0,9 mikrometer. Sinar-sinar
tampak tersebut terdiri atas tiga komponen warna utama, yaitu warna biru, hijau
dan merah. Oleh karena potert udara merupakan hasil rekaman kamera, maka
proyeksi objek-objek uang terekam diproyeksikan secara proyeksi sentral
(perspektif). Pada proyeksi ini obyek-obyek (titik-titik) di permukaan yang
terletak pada ketinggian di atas atau di bawah datum (garis acuan tinggi
terbang) maka obyek-obyek tersebut akan mengalami kesalahan letak (displacement). Pada umumnya perbedaan
ketinggian tersebut diakibatkan dari relief permukaan bumi, sehingga kesalahan
letak sebagai akibat dari relief dan proyeksi sentral ini disebut dengan relief displacement (Lillesand and Kiefer, 1979).
Khusus dibidang
kehutanan, potret udara banyak dalam kegiatan-kegiatan sebagai berikut (1). Pemetaan hutan (2). Inventarisasi hutan (3). Perencanaan
hutan (4). Pengelolaan hutan (5). Perlindungan hutan (6). Silvikultur (7).
Evaluasi habitat satwa (8). Evaluasi mutu hutan. Untuk mendapatkan hasil yang
cukup dapat dipertanggungjawabkan dari suatu penafsiran potret udara maka
interpreter (penafsir) harus didasari oleh berbagai bidang ilmu. Untuk bidang
kehutanan, interpreter perlu memiliki pula pengetahuan tentang ekologi, geodesi
dan kartografi, statistika, silvikultur, hama dan penyakit, pembukaan wilayah
hutan, geologi, dendrology, perencanaan dan pengelolaan hutan (Departemen
Kehutanan, 1997).
Pandangan tiga
dimensi adalah pandangan yang mencakup prinsip mekanis dan fisiologis. Dalam
potert udara agar kemampuan mata melihat secara stereoskopis menjadi lebih
besar karena dilakukan dengan memanipulasi sudut-sudut paralaks dan beda
paralaksnya melalui manipulasi jarak mata (eye
base). Kemampuan mata melihat secara stereoskopis bagi benda-benda yang
relative jauh (lebih besar dari 640,08 m) akan menjadi lebih besar jika jarak
mata kiri dengan mata kanan diperbesar yangs ekaligus akan memperbesar
sudut-sudut paralaksnya. Manipulasi jarak mata tersebut dilakukan dengan cermin
(dua pasang) pada stereoskop cermin (mirror
stereoscope) (American Society, 1960).
Potret udara
pada umumnya mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : (1). Berbentuk segi empat
(umumnya berbentuk bujur sangkar) (2). Mempunyai fiducial mark atau collimating
mark yang terdapat di tengah-tengah sisi potret atau di setiap sudut potret
yang digunakan untuk penentuan titik pusat potret atau titik utama (principal point) (3). Mempunyai
perampalan (overlap) antar potret
satu dengan potret lainnya yaitu pertampalan ke samping (side lap) dan pertampalan ke belakang (end lap) (4). Terdapat register-register pada bagian tepi potret,
diantaranya adalah nama instansi pemotret, tanggal pemotretan, waktu
pemotretan, nivo, focus lensa, tingi terbang pesawat di atas permukaan laut,
nomor film dan nomor pemotretan (Departemen Kehutanan, 1997).
Pergeseran/pergerakan
gambar (image motion) dipengaruhi
oleh kecepatan film dalam menangkap/merekam gambar (film speed) dan kecepatan shutter
membuka (shutter speed).
Kecepatan film tergantung pada sensitifitas film tehadap cahaya , film lambat (slow film) memerlukan cahatya yang lebih
banyak daripada film cepat (fast film),
shutter speed menunjukkan jangka
waktu shutter membuka untuk merekam
gambar. Kedua faktor tersebut dapat menyebabkan adanya pergeseran gambar (image motion) dan gambar yang terlihat
berupa garis-garis lurus (Aka, 2006).
Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah
1.
Mengetahui
dan mengimplementasikan teknik-teknik mendiagnosa atau menginterpretasi tutupan
lahan melalui potret udara
2. Mengetahui
dan memahami teknik menentukan daerah efektif dan image motion (pergeseran gambar).
TINJAUAN
PUSTAKA
Pertampalan pada
potret udara didefenisikan sebagai bagian dari tubuh potret yang mengandung
detail-detail gambar yang sama dengan potret lainnya. Overlap yang terjadi antar potret yang terdapat didalam suatu jalur
terbang disebut pertampalan terbelakang (end
lap), sedangkan overlap yang
terjadi antar potret yang terdapat di dalam suatu jalur terbang berbeda disebut
side lap. Adapun tujuan dibuatnya
pertampalan ke belakang potret udara adalah agar pertampalan ke samping gambar
objek-objek yang terekam pada potret udara dapat dilihat secara 3 dimensi
(stereoskopis). Side lap dibuat agar
potret tersebut dapat dipetakan (Aka, 2006).
Faktor-faktor
yang perlu diperhatikan dalam pemotretan adalah besarnya overlap (end lap dan side
lap) yang biasa dinyatakan dalam persen (%) dan pada umumnya end lap dibuat 60 ± 5% dan side
lap 30 ± 15%. Besar kecilnya overlap
menentukan jumlah potret yang akan diperoleh agar mencakup seluruh areal yang
telah ditentukan. End lap harus
dibuat ≥ 55% agar semua daerah yang dipotret dapat dilihat secara stereoskopis.
Sedangkan side lap dibuat untuk titik
control pada waktu pemetaan dan digunakan sebagai faktor pengaman agar antar
jalur terbang tidak terjadi gap.
Faktor pengaman pada side lap ini
digunakan untuk mengkompensasi pengaruh perbedaan topografi (yang mempengaruhi
skala), tilt, drift, crab, dan
lain-lain kesalahan navigasi. Untuk potret udara vertical, tilt maksimum yang diperbolehkan sebesar 3% (Hardjoprajitno dan Sutarahardja, 1997).
Daerah efektif
adalah daerah yang terdapat di tengah potret udara dan merupakan bagian dari
daerah overlapping. Daerah efektif
mempunyai displacement yang minimum
baik relief maupun tilt displacement dan dapat dilihat
secara tiga dimensi karena terdapat pada arah overlap. Dengan
demikian maka pengukuran-pengukuran pada potret udara biasanya dilakukan pada
daerah efektif. Untuk pemetaan, detil-detil yang dipetakan adalah yang terdapat
pada daerah efektif dan apabila yang dipetakan termasuk yang di luar daerah
efektif setiap potret maka akan terjadi duplikasi. Kegiatan interpretasi dan
deliniasi juga dilakukan pada daerah efektif. Daerah efektif potret akan saling
sambung menyambung dengan daerah efektif potret berikutnya (Departemen
Kehutanan, 1997).
Interpretasi visual merupakan suatu kegiatan dalam rangka mendeteksi dan
mengidentifikasi obyek-obyek yang terdapat pada potret udara atau citra lainnya
melalui unsur-unsur spasial dan spektral utama dari obyek yang bersangkutan. Di
bidang kehutanan, kadang-kadang juga menggunakan unsure kondisi temporal. Menurut
American Society of Photogrametry
(1960) dalam Paine (1981) interpretasi didefenisikan sebagai kegiatan memeriksa
potret guna mengidentifikasi obyek dan menguji signifikasinya (American Society
of Photogrametry (1960) dalam Aka, 2006).
Pengukuran luas pada potret udara pada hakekatnya sama dengan pengukuran
luas pada planimetri. Akan tetapi, pengukuran luas secara langsung pada potret
udara menghasilkan luas yang salah oleh karena potret udara mengandung relief displacement, tilt displacement dan atau
kesalahan-kesalahan yang disebabkan oleh adanya distorsi lensa. Untuk
daerah-daerah yang bentuknya tidak beraturan, pengukuran luas dapat menggunakan
planimeter, dot grid, transect dan timbangan (Aka, 2006).
Faktor utama
yang mempengaruhi tone adalah kadar
air tanah dan vegetasi. Baik pada potret panchromatic
maupun infra merah, hitam putih, permukaan yang basah akan tampak lebih
gelap dibandingkan dengan permukaan yang lebih kering. Lokasi relative terhadap
titik utama (principal point) juga
mempengaruhi tone obyek. Pohon-pohon
dari jenis yang sama akan tampak berangsur-angsur lebih gelap pada bagian tepi
potret (lebih gelap daripada yang dekat dengan titik pusat potret). Dalam
penafsiran obyek, sebagai contoh ukuran bangunan rumah relatif lebih kecil
dibandingkan dengan bangunan industri pabrik, ukuran tajuk kayu berdaun lebar
relatif lebih besar dibandingkan dengan tajuk kayu berdaun jarum (Departemen
Kehutanan, 1997).
Obyek-obyek
dapat dikenali melalui bentuk-bentuk obyek yang terdapat pada potret tunggal
(dua dimensi) maupun dengan bantuan stereoskop (tiga dimensi) sebagai contoh,
jalan kereta api (rel) pada potret berbentuk garis yang sempit dan mempunyai
belokan yang relatif kecil (jari-jari belokan besar). Jalan raya mempunyai
bentuk belokan yang relatif lebih tajam dibandingkan dengan rel kereta api dan
sungai. Bentuk tajuk-tajuk pohon berdaun lebar (hard wood) lebih tidak teratur dibandingkan dengan tajuk-tajuk
konifer (soft wood). Bentuk petak-petak
sawah tadah hujan akan terlihat berbentuk petak-petak yang tidak teratur dan
tidak mengikuti garis tinggi kontur, sedangkan sawah irigasi akan terlihat
berbentuk petak-petak yang teratur dengan mengikuti garis tinggi, pada dataran
rendah bentuk sawah irigasi cenderung berbentuk persegi empat (Hardjoprajitno dan Sutarahardja, 1997)
Tekstur merupakan ukuran kekasaran dari suatu obyek atau kumpulan suatu
obyek yang terekam pada potret udara. Tekstur dapat dibedakan menjadi beberapa
golongan yaitu sangat halus, halus, sedang, kasar dan sangat kasar. Pembedaan
tekstur tersebut sesuai dengan kemampuan interpreter dalam menafsir obyek yang
terdapat pada potret. Permukaan air biasanya mempunyai tekstur yang sangat
halus, padang rumput halus, tanaman jagung sedang, hutan muda kasar dan hutan
tua sangat kasar. Pola merupakan susunan ruang dari suatu obyek, pola buatan
manusia pada umumnya geometri yang lebih teratur dibandingkan dengan pola
alamiah. Sebagai contoh pemukiman yang secara sengaja dibuat akan tampak barisan-barisan
rumah penduduk dengan ukuran dan jarak yang relatif seragam, sedangkan
perkampungan yang terbentuk secara alamiah akan terlihat lebih tidak teratur
baik ukuran maupun jarak antara rumah yang satu dengan yang lainnya. Demikian
pula hutan tanaman dengan hutan alam akan mempunyai pola penanaman yang berbeda
(American Society, 1960).
METODOLOGI
Waktu dan Tempat
Adapun praktikum Penginderaan Jarak Jauh dengan judul
“Penafsiran Potret Udara” dilaksanakan pada hari Sabtu, 25 Oktober 2008, pada
pukul 10.00 WIB sampai dengan selesai di Laboratorium Inventarisasi Hutan,
Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
Bahan dan Alat
Adapun bahan yang digunakan adalah potret udara jalur
terbang I nomor potret 5, 6,7 sebagai objek pengamatan.
Adapun alat yang
digunakan adalah
1. Stereoskop
cermin untuk melihat objek dalam tiga dimensi
2.
Plastik
transparan sebagai alas dari potret
3. Spidol
untuk menandai potret
4. Penggaris
untuk mengukur panjang garis
5. Kalkulator
untuk menghitung data
6. Isolasi
untuk menempelkan potret
Prosedur
1.
Disiapkan
alat dan bahan yang akan digunakan
2.
Ditempelkan
plastik transparan pada ketiga potret dengan menggunakan isolasi
3. Ditentukan
principal point ketiga potret
tersebut
4.
Dilihat dengan
stereoskop masing-masing potret untuk menentukan panjang foto base
5. Ditentukan daerah efektif dari potret kedua
6.
Diukur panjang foto base, ditentukan nilai end lap dengan rumus :
End lap = 100-
(fb/panjang potret x 100) ; panjang potret = 23 cm
7.
Ditentukan luas dengan
rumus
Luas
= panjang x lebar ;
dimana
: panjang = 1- end lap x panjang potret
lebar = 70% x panjang potret
8.
Diamati potret secara
visual dan ditandai daerah yang ada.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Hasil
·
Potret I
End
lap = 100- (fb/panjang potret x 100)
= 100 – (8,5/23 x 100)
= 0,63
Panjang = 1- end lap x panjang potret
= 1 – 0,63 x 23
= 8,51 cm
Lebar = 70% x panjang potret
= 0,7 x 23
= 16,1 cm
Luas = panjang x lebar
= 8,51 x 16,1
= 137,01
cm2
Skala 1 : 25000, jadi luas = 342, 53 ha
·
Potret II
End lap
= 100- (fb/panjang potret x 100)
= 100 – (7,6/23 x 100)
= 0,67
Panjang = 1- end lap x panjang potret
= 1 – 0,67 x 23
= 7,59 cm
Lebar = 70% x panjang potret
= 0,7 x 23
= 16,1 cm
Luas = panjang x lebar
= 7,59 x 16,1
= 122,19
cm2
Skala
1 : 25000, jadi luas = 305,48 ha
· Potret
III
End lap
= 100- (fb/panjang potret x 100)
= 100 – (8,1/23 x 100)
= 0,65
Panjang = 1- end lap x panjang potret
= 1 – 0,65 x 23
= 8,05 cm
Lebar = 70% x panjang potret
= 0,7 x 23
= 16,1 cm
Luas = panjang x lebar
= 8,05 x 16,1
= 129,61
cm2
Skala
1 : 25000, jadi luas = 324,03 ha
Pembahasan
Dari praktikum yang dilakukan diketahui bahwa terdapat daerah-daerah yang
bisa diamati dengan cara visual atau dengan mata telanjang. Diantaranya
terdapat hutan yang lebat, daerah perumahan, sungai, sawah, daerah pabrik atau
industri, tanah kosong/jalan, dan lain-lain. Semuanya dapat diamati atau
dianalisis sesuai dengan penafsiran interpreter. Pada literatur American
Society (1960) menyatakan sebagai contoh pemukiman yang secara sengaja dibuat
akan tampak barisan-barisan rumah penduduk dengan ukuran dan jarak yang relatif
seragam, sedangkan perkampungan yang terbentuk secara alamiah akan terlihat
lebih tidak teratur baik ukuran maupun jarak antara rumah yang satu dengan yang
lainnya. Demikian pula hutan tanaman dengan hutan alam akan mempunyai pola
penanaman yang berbeda.
Dalam praktikum telah diketahui bahwa besarnya side lap adalah 30%, hal itu merupakan suatu ketentuan karena dalam
pemotretan udara setiap potret harus mengalami overlap agar dalam pemetaan tidak ada satu daerahpun yang tidak
terkena pemotretan. Sesuai literature Hardjoprajitno dan Sutarahardja (1997) yang menyatakan faktor-faktor yang perlu
diperhatikan dalam pemotretan adalah besarnya overlap (end lap dan side
lap) yang biasa dinyatakan dalam persen (%) dan pada umumnya end lap dibuat 60 ± 5% dan side
lap 30 ± 15%. Besar kecilnya overlap
menentukan jumlah potret yang akan diperoleh agar mencakup seluruh areal yang
telah ditentukan. End lap harus
dibuat ≥ 55% agar semua daerah yang dipotret dapat dilihat secara stereoskopis.
Sedangkan side lap dibuat untuk titik
kontrol pada waktu pemetaan dan digunakan sebagai faktor pengaman agar antar
jalur terbang tidak terjadi gap.
Dari pengukuran dan perhitungan yang dilakukan maka diketahui luas daerah
efektif pada masing-masing potret udara yaitu : jalur terbang I nomor potret 5
adalah 342,53 hektar, dengan panjang foto
base adalah 8,5 cm. untuk luas daerah efektif jalur terbang I nomor potret
6 adalah 305,48 hektar dengan panjang foto
base 7,6 cm. untuk jalur terbang I nomor potret 7 luas daerah efektifnya
adalah 324,03 hektar dengan panjang foto
base adalah 8,1 cm.
Dari praktikum yang dilakukan diketahui bahwa daerah efektif adalah daerah
yang terdapat pada potret kedua (potret yang berada ditengah) yang overlap terhadap potret pertama dan
ketiga. Sesuai literatur Departemen Kehutanan (1997) yang menyatakan bahwa
daerah efektif adalah daerah yang terdapat di tengah potret udara dan merupakan
bagian dari daerah overlapping.
Daerah efektif mempunyai displacement
yang minimum baik relief maupun tilt displacement dan dapat dilihat
secara tiga dimensi karena terdapat pada arah overlap. Dengan demikian maka pengukuran-pengukuran pada potret
udara biasanya dilakukan pada daerah efektif.
Dari praktikum, teknik dalam menentukan daerah efektif adalah dengan cara
mengamati dengan stereoskop dan menggabungkan antara potret I, II, dan III,
posisi potret dalam pengamatan harus sesuai artinya tidak terbalik atau sesuai
dengan pasangan konjugasinya karena akan mengakibatkan tidak tepatnya posisi overlapping-nya. Posisi jalur terbang
merupakan garis lurus. Kemudian ditentukan P1’, P2’ dan P3’,
setelah di-overlap-kan maka daerah
yang berada ditengah merupakan daerah efektif. Dalam interpretasi potret udara
seorang interpreter harus mempunyai keterampilan dalam mengetahui tentang
teknik diagnosis penutupan lahan seperti tone,
ukuran, bentuk, tekstur, bayangan, pola, lokasi dan asosiasi serta tinggi
pohon. Pada potret udara vertikal obyek yang disajikan hanya penamapang
melintang bagian atas dari obyek yang bersangkutan, untuk itu perlu diketahui
elemen-elemen tersebut.
KESIMPULAN
DAN SARAN
Kesimpulan
1.
Terdapat daerah-daerah yang bisa diamati
dengan cara visual atau dengan mata telanjang. Diantaranya terdapat hutan yang
lebat, daerah perumahan, sungai, sawah, daerah pabrik atau industri, tanah
kosong/jalan, dll.
2.
Besarnya side lap adalah 30%, side lap dibuat untuk titik kontrol pada
waktu pemetaan dan digunakan sebagai faktor pengaman agar antar jalur terbang
tidak terjadi gap.
3. Luas
daerah efektif pada masing-masing potret udara yaitu : jalur terbang I nomor
potret 5 adalah 342,53 hektar, untuk luas daerah efektif jalur terbang I nomor
potret 6 adalah 305,48 hektar, untuk jalur terbang I nomor potret 7 luas daerah
efektifnya adalah 324,03 hektar.
4.
Daerah efektif adalah
daerah yang terdapat di tengah potret udara dan merupakan bagian dari daerah overlapping.
5.
Dalam interpretasi
potret udara seorang interpreter harus mempunyai keterampilan dalam mengetahui
tentang teknik diagnosis penutupan lahan seperti tone, ukuran, bentuk, tekstur, bayangan, pola, lokasi dan asosiasi
serta tinggi pohon.
Saran
Diharapkan
mahasiswa dapat menginterpretasi potret udara dan mengimplementasikan teknik-teknik
dalam mendiagnosa tutupan lahan serta dapat menghitung daerah efektif dengan
benar
DAFTAR PUSTAKA
Aka, T. M. 2006. Buku Ajar Dasar-dasar
Penginderaan Jarak Jauh. Program studi
Manajemen Hutan, Departemen Kehutanan, Universitas Sumatera Utara
American
Society of Photogrametry. 1960. Photographic
Interpretation. The Georgia Banta Company, Inc. Menasha, Wisconsin
Departemen
Kehutanan. 1997. Manual Kehutanan. Edisi kedua.
KOPKARHUTAN
Hardjoprajitno, S dan Sutarahardja, S. 1997. Teknis
Penggunaan Metoda Double Sampling Dalam Inventarisasi Hutan Untuk Pendugaan
Volume Tegakan dengan Bantuan Potret Udara. Fakultas Kehutanan, IPB-Press.
Lillesand,
T.M. and R.W Kiefer. 1979. Remote Sensing
and Image Interpretation, Third Edition. John Wiley and Sons, Inc. New
York.
segarnya buah apel |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar