INTERSEPSI,
CURAH HUJAN, & HIDROLOGI
Latar Belakang
Peranan Hutan sebagai penyerap
karbon mulai menjadi sorotan pada saat bumi dihadapkan pada persoalan efek
rumah kaca, berupa kecenderungan peningkatan suhu udara atau biasa disebut
sebagai pemanasan global. Penyebab terjadinya pemanasan global ini adalah
adanya peningkatan konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer dimana
peningkatan ini menyebabkan kesetimbangan radiasi berubah dan suhu bumi menjadi
lebih panas (Slamet, 2009).
Gas Rumah Kaca adalah gas-gas di atmosfer yang memiliki kemampuan
menyerap radiasi gelombang panjang yang dipancarkan kembali ke atmosfer oleh
permukaan bumi. Sifat termal radiasi inilah menyebabkan pemanasan atmosfer
secara global (global warming). Di antara GRK penting yang diperhitungkan dalam
pemanasan global adalah karbon dioksida (CO2), metana (CH4) dan nitrous oksida
(N2O). Dengan kontribusinya yang lebih dari 55% terhadap pemanasan global, CO2
yang diemisikan dari aktivitas manusia (anthropogenic) mendapat perhatian yang
lebih besar. Tanpa adanya GRK, atmosfer bumi akan memiliki suhu 30oC lebih
dingin dari kondisi saat ini. Namun demikian seperti diuraikan diatas,
peningkatan konsentrasi GRK saat ini berada pada laju yang mengkhawatirkan
sehingga emisi GRK harus segera dikendalikan. Upaya mengatasi (mitigasi)
pemanasan global dapat dilakukan dengan cara mengurangi emisi dari sumbernya
atau meningkatkan kemampuan penyerapan (Agus, 2004).
Intersepsi merupakan proses terserapnya air hujan oleh tajuk-tajuk
tanaman seperti daun,dahan,dan batang atau secara umum merupakan bagian dari
hujan yang tertahan oleh vegetasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi intersepsi :
-
Tipe vegetasi
-
Kondisi/umur vegetasi
-
Intensitas hujan
-
Lokasi
-
Luas tajuk penutup vegetasi atau kerapatan
Intersepsi hujan
tidak dapat diukur secara langsung melainkan dengan melakukan pengukuran
terhadap komponen intersepsi yaitu hujan bruto dan hujan neto (Seyhan, 1990).
Hutan dengan penyebarannya
yang luas, dengan struktur dan komposisinya yang beragam diharapkan mampu
menyediakan manfaat lingkungan yang amat besar bagi kehidupan manusia antara
lain jasa peredaman terhadap banjir, erosi dan sedimentasi serta jasa
pengendalian daur air. Peran hutan dalam pengendalian daur air dapat dikelompokkan
sebagai berikut :
- Sebagai pengurang atau pembuang cadangan air di bumi melalui proses :
a. Evapotranspirasi
b. Pemakaian air konsumtif untuk pembentukan
jaringan tubuh vegetasi.
- Menambah titik-titik air di atmosfer.
- Sebagai penghalang untuk sampainya air di bumi melalui proses intersepsi.
- Sebagai pengurang atau peredam energi kinetik aliran air lewat :
a. Tahanan permukaan dari bagian batang di
permukaan
b. Tahanan aliran air permukaan karena adanya
seresah di permukaan.
- Sebagai pendorong ke arah perbaikan kemampuan watak fisik tanah untuk memasukkan air lewat sistem perakaran, penambahan bahan organik ataupun adanya kenaikan kegiatan biologik di dalam tanah.
Semua
peran vegetasi tersebut bersifat dinamik yang akan berubah dari musim ke musim
maupun dari tahun ke tahun. Dalam keadaan hutan yang telah mantap, perubahan
peran hutan mungkin hanya nampak secara musiman, sesuai dengan pola sebaran
hujannya (Asdak, 2007).
INTERSEPSI DAN NILAINYA
Intersepsi hujan merupakan proses tertahannya air hujan pada tajuk
tanaman. Air yang tertahan pada tajuk tersebut akan terevaporasi kembali ke
atmosfer. Air hujan yang jatuh menembus tajuk tanaman disebut sebagai curahan
tajuk (throughfall) dan air hujan yang mengalir melalui batang disebut sebagai
aliran batang (stemflow), kedua komponen itu disebut sebagai hujan neto.
Curahan tajuk dan aliran batang akan jatuh menyentuh tanah atau lantai hutan
dan akan diresap oleh tanah menjadi bagian air tanah. Perbedaan penutupan
vegetasi pada ekosistem hutan memberikan nilai intersepsi hujan yang berbeda
sehingga memengaruhi besarnya air hujan yang jatuh menyentuh tanah dan menjadi
bagian air tanah. Sehingga intersepsi merupakan proses yang penting dalam
siklus hidrologi (Slamet, 2009).
Nilai intersepsi akan diperoleh dari selisih hujan bruto dengan hujan
neto. Pengukuran dapat dilakukan dengan menggunakan alat yang sederhana seperti
penelitian yang dilakukan oleh Agustina (1999), yaitu menggunakan plastik 1x1 m
untuk menampung curahan tajuk dan jerigen untuk menampung air dari batang yang
mengalir melalui selang. Penelitian lebih lanjut digunakannya bejana berjungkit
(tipping bucket) untuk mengukur besarnya air yang jatuh sebagai curahan tajuk
dan aliran batang seperti yang dilakukan oleh Jackson (1999). Pengukuran
intersepsi yang dilakukan di hutan tanaman A.loranthifolia Sal. di DAS Cicatih
hulu Sukabumi ini menggunakan bejana berjungkit dengan perekaman data otomatis.
Data yang diperoleh dapat digunakan untuk melihat kebasahan tajuk, intensitas
curahan tajuk dan aliran batang saat terjadinya hujan serta menentukan besarnya
intersepsi hujan pada hutan tanaman A.loranthifolia Sal. di DAS Cicatih hulu
Sukabumi. (Heriansyah, 2008).
Fungsi hidrologi hutan yang penting salah satunya adalah kemampuan dalam
mengintersepsikan air. Jumlah air yang terintersepsi bisa mencapai 500 mm /
tahun. Tergantung pada lebat tidaknya hutan dan pola hujan. Dengan demikian
penebangan hutan dan konversi hutan menjadi peruntukan lain berpotensi
meningkatkan debit ait di sungai dan kalau sungainya bermuara ke danau akan
mempertinggi muka air danau. Kenaikan ini tentu sangat dipengaruhi oleh berapa
luas lahan hutan yang dikonversi, relatif terhadap luas total Daerah Tangkapan
Air (DTA). Bagaimana bentuk pengguaan lahan sesudah hutan dibuka dan apakah DTA
cukup luas dibandingkan dengan luas muka air danaunya sendiri (Agus, 2004).
Besarnya intersepsi hujan suatu vegetasi juga dipengaruhi oleh umur
tegakan vegetasi yang bersangkutan. Dalam perkembangannya, bagian-bagian
tertentu vegetasi akan mengalami pertumbuhan atau perkembangan. Pertumbuhan bagian-bagian
vegetasi yang mempunyai pengaruh terhadap besar kecilnya intersepsi adalah
perkembangan kerapatan atau luas tajuk, batang, dan cabang vegetasi. Semakin
luas atau rapat tajuk vegetasi semakin banyak air hujan yang dapat ditahan
sementara untuk kemudian diuapkan kembali ke atmosfer. Demikian juga halnya
dengan jumlah percabangan pohon. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa semakin
tua, luas, dan kerapatan tajuk kebanyakan vegetasi akan semakin besar serta
jumlah percabangan pohon juga menjadi semakin banyak. Oleh kombinasi kedua
faktor tersebut menyebabkan jumlah air hujan yang dapat ditahan sementara oleh
vegetasi tersebut menjadi semakin besar sehingga kesempatan untuk terjadinya
penguapan juga menjadi besar (Seyhan, 1990).
Salah satu luaran dari sistem DAS adalah debit aliran sungai yang
merupakan indicator fungsi DAS da1am pengaturan proses, khususnya dalam alih
ragam bujan menjadi aliran. Terdapat sifat khas dalam sistem DAS yang
menunjukkan sifat tanggapan DAS terrhadap suatu masukan (hujan) tertentu dan
sifat ini diandaikan tetap untuk masukan dengan besaran dan penyebaran
tertentu.
Sifat khas sistem DAS ini adalah hidrograf satuan (unit hydrograph). Data
pengukuran tinggi muka air, debit, bujan harlan dan hujan yang lebih pendek
dengan kualitas baik tidak selalu tersedia di setiap DAS sehingga untuk
mendapatkan informasi tentang hidrograf satuan didekati dengan pendekatan
hidrograf satuan sintetik (HSS) yang diantaranya memanfaatkan data morfometri
DAS. Pendekatan dengan HSS bersifat empiris dan seringkali bersifat setempat,
sehingga untuk digunakan di tempat lain memerlukan pengujian keberlakuannya.
Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Mendapatkan model hidrograf satuan
sintetik terbaik di DAS Ciliwung Hulu, (2) Mendapatkan informasi keberlalruan
model hidrograf satuan sintetik di DAS yang lainnya, dan (3) Mendapatkan model
HSS dengan parameter morfometri DAS yang lebih mudah diukur di Peta Rupa Bumi
Penerapan HSS Gama luntuk menduga hidrograf satuan di DAS Ciliwung Hulu masih
belum memuaskan terlihat dari besamya nilai coefficient of efficiency (CE) yang
hanya 0,81, 0,85, 0,73 dan 0,81 secara bertutut-turut untuk HSS tahun 2003,
2004, 2005 dan HS periode 2003-2005 (Slamet, 2009).
Pada proses intersepsi, air yang diuapkan adalah air yang berasal dari
curah hujan yang berada pada permukaan daun, ranting, dan cabang serta belum
sempat masuk ke dalam tanah. Mengacu pada hasil penelitian yang menunjukkan
bahwa penyerapan air intersepsi oleh jaringan tanaman yang kemudian diuapkan
kembali melalui proses transpirasi adalah kecil, maka intersepsi dibicarakan
secara terpisah dari transpirasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses
intersepsi dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu vegetasi dan iklim. Air pada
permukaan tajuk vegetasi lebih siap untuk terjadinya proses evaporasi
dibandingkan air yang ada di tempat lain dalam suatu DAS. Akibatnya bila daun
basah, proses intersepsi akan berlangsung beberapa kali lebih cepat daripada
transpirasi dari permukaan vegetasi yang tidak terlalu basah (Asdak, 2007).
METODE
PERLAKUAN
Bahan dan Alat
Bahan
dan alat yang digunakan pada praktikum ini adalah :
1. Data curah hujan hasil pengukuran
2. Besarnya aliran batang (stemflow)
pada setiap hari hujan
3. Besarnya air lolos (throughfall)
pada setiap hari hujan
4. Alat hitung yakni berupa
kalkulator dan alat tulis
Prosedur Kerja
Adapun
tahapan prosedur praktikum ini adalah :
1.
Ditabulasikan setiap hasil pengukuran
pada hari yang sama yaitu data curah hujan, aliran batang, dan troughfall.
2.
Dihitung besarnya intersepsi dengan
rumus sebagai berikut :
I
= Ch – (Sf + Tf)
I =
Intersepsi (mm)
Ch =
Curah hujan (mm)
Sf =
Stemflow (mm)
Tf =
Troughfall (mm)
3.
Dibuat grafik hubungan antara besarnya
curah hujan dengan intersepsi.
4.
Dibuat pembahasannya dengan studi
literatur terutama hal-hal yang mempengaruhi besar kecilnya intersepsi.
Kesimpulan :
Intersepsi sangat dipengaruhi oleh vegetasi pepohonan yang ada di
arboretum tri dharma. Intersepsi merupakan proses terserapnya air hujan oleh
tajuk-tajuk tanaman seperti daun,dahan,dan batang atau secara umum merupakan
bagian dari hujan yang tertahan oleh vegetasi.
Kapasitas tampung permukaan tajuk dan serasah, dalam
hubungannya dengan bidang permukaan tajuk juga akan meningkat. Kegunaan
intersepsi adalah untuk menentukan besarnya curah hujan bersih atau jumlah
curah hujan yang tersedia untuk air infiltrasi, air larian, aliran air bawah
permukaan atau aliran air tanah. Rumus dalam mencari intersepsi adalah sebagai
berikut :
CH
bersih = CH tot – intersepsi total atau jumlah aliran batang dengan air lolos
(Sf + Tf)
Hasil yang diperoleh pada pengukuran intersepsi bernilai negatif. Hal ini
dikarenakan penjumlah stemflow dan througfall lebih besar dibandingkan
dengan curahan hujan. Curah hujan diperoleh datanya berjumlah kecil karena
bentuk penakar hujan berbentuk silindris dengan ukuran kecil sehingga air yang
tertampung sedikit, sedangkan untuk pengukuran stemflow dan throughfall
yang digunakan adalah jerigen 20 L dan plastik terpal berukuran 2x2 m. selain
itu faktor-faktor yang mempengaruhi intersepsi :
-
Tipe vegetasi
-
Kondisi/umur vegetasi
-
Intensitas hujan
-
Lokasi
-
Luas tajuk penutup vegetasi atau kerapatan
Vegetasi pepohonan yang umumnya mempunyai arsitektur tajuk ringan
mengakibatkan intensitas penutupan tajuk relatif ringan. Kondisi tersebut memberikan
peluang besar bagi air hujan untuk lolos dari cegatan tajuk (intersepsi tajuk),
sehingga air hujan yang lolos dan mencapai lantai hutan relatif besar. Pada hari yang ketiga diperoleh besar intersepsi adalah -15,05 dan pada hari
yang ke tujuh jumlah intersepsi adalah -6901,82.
Pengukuran inetrsepsi dilakukan dengan mengukur volume throughfall dan
stemflow yakni untuk mengukur curah hujan yang berasal dari tajuk dapat
digunakan plastik terpal yang berukuran 2x2 m dan apabila mengukur stemflow
dilakukan dengan membuat selang pada batang yang ditempelkan dengan ter (aspal)
sehingga aliran selang lengket dan diletakkan jerigen di ujung selang sehingga
air tertampung pada saat hujan datang. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Heriansyah (2009), yang menyatakan Pengukuran dapat dilakukan dengan
menggunakan alat yang sederhana seperti penelitian yang dilakukan oleh Agustina
(1999), yaitu menggunakan plastik 1x1 m untuk menampung curahan tajuk dan
jerigen untuk menampung air dari batang yang mengalir melalui selang.
Air lolos yang relatif besar akan berpeluang lebih besar yang mencapai
lantai hutan kemudian meresap ke profil tanah di bawah tegakan pohon
bersama-sama aliran batang dan mengisi kelembaban tanah yang sangat diperlukan
bagi tanaman. Hal ini sesuai dengan pernyataan Asdak (2007) yang menyatakan
bahwa Air pada permukaan tajuk vegetasi
lebih siap untuk terjadinya proses evaporasi dibandingkan air yang ada di
tempat lain dalam suatu DAS. Akibatnya bila daun basah, proses intersepsi akan
berlangsung beberapa kali lebih cepat daripada transpirasi dari permukaan
vegetasi yang tidak terlalu basah. Dengan demikian proses intersepsi
berhubungan dengan evaporasi dan transpirasi.
Tajuk ringan yang dimiliki oleh pepohonan akan sangat berperan penting
selain dapat memperbesar air lolos, juga penting bagi tembusnya sinar matahari
yang diperlukan oleh tanaman. Arsitektur tajuk pepohonan yang relatif ringan
tersebut cocok untuk tanaman campuran (tumpangsari). Kondisi tersebut akan
lebih baik lagi apabila dilakukan pemeliharaan tegakan seperti penjarangan
tegakan karena secara teoritis dapat memperbesar air lolos dan memperbesar
sinar matahari menembus tajuk yang sangat diperlukan tanaman. Air pada
permukaan tajuk lebih siap terjadinya evaporasi dibandingkan yang lainnya, maka
bila daun basah, proses intersepsi akan berlangsung beberapa lebih cepat dari
transpirasi dari permukaan vegetasi yang tidak terlalu basah.
Air lolos :
1.
Air lolos (Throughfall) akan semakin berkurang
sejalan dengan bertambah rapatnya tajuk tegakan dan aliran batang (Stemflow)
akan semakin bertambah tapi tidak terlalu banyak dari aliran batang sebelumnya
- Vegetasi pepohonan yang umumnya mempunyai arsitektur tajuk ringan mengakibatkan intensitas penutupan tajuk relatif ringan.
- Air lolos yang relatif besar akan berpeluang lebih besar yang mencapai lantai hutan kemudian meresap ke profil tanah di bawah tegakan pohon bersama-sama aliran batang dan mengisi kelembaban tanah yang sangat diperlukan bagi tanaman.
4.
Besarnya
air hujan yang terinsepsi merupakan fungsi dari karakteristik hujan (lebat ,
Intersepsi rendah), jenis, umur dan kerapatan tegakan (makin tua tegakan,
intersepsi makin tinggi, rapat,makin besar intersepasi).
- Semakin luas atau rapat tajuk vegetasi semakin banyak air hujan yang dapat ditahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar